Teknologi Digital Terbukti Tekan Penebangan Liar dan Ciptakan Tata Kelola Lahan Berkelanjutan

Loading...
  1. Analisis Citra Satelit dan Drone untuk Pemantauan Tutupan Lahan

Teknologi lain yang dapat digunakan untuk mengawasi hutan adalah teknologi pencitraan satelit yang dikembangkan berbagai lembaga antariksa.

Citra satelit ini banyak yang dibuka aksesnya ke publik sehingga dapat dianalisa lebih jauh sesuai dengan kebutuhan pengguna. Analisis inilah yang dilakukan oleh Yayasan Auriga Nusantara, sebuah NGO yang bergerak di bidang konservasi sumber daya alam Indonesia.

Dengan menganalisis beberapa jenis citra satelit sekaligus, seperti Landsat, Sentinel, SPOT, Yayasan Auriga Nusantara mendeteksi tutupan sawit nasional.

Analisis yang dilakukan sejak 2019 ini menunjukkan bahwa tutupan sawit Indonesia berada di 247 kabupaten di 25 provinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Tanah Papua.

Dalam pendeteksian tutupan sawit tersebut Yayasan Auriga Nusantara bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga negara. Kerja sama ini mewujudkan peta tutupan sawit tahun 2014 – 2016 seluas 16,8 juta hektare yang dirilis bersama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Pertanian, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) pada tahun 2019.

Pemetaan sawit rakyat menggunakan UAV (Drone). Foto – Dokumentasi Auriga

“Yayasan Auriga Nusantara merupakan mitra kami sejak lama terkait penyediaan data pemetaan tutupan lahan sawit. Dengan data dari mereka, kami bisa membandingkan luas pemetaan sawit dengan izinnya. Selisih dari perhitungan ini bisa dikalkulasikan menjadi potensi pajak yang belum dibayar.

Selain itu, kami menggunakan pemetaan ini untuk memastikan bahwa program replanting kelapa sawit akan tepat sasaran,” tutur Sulistyanto, kepala satuan tugas (kasatgas) pada Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi.

Temuan tersebut berbeda dengan data estimasi tutupan lahan sawit yang setahun sebelumnya dirilis oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, yakni 14,32 juta hektare.

Adanya perbedaan ini menjadi pembuka dialog data tutupan sawit, sehingga diperlukan konsolidasinya.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam kerangka pelaksanaan Inpres Moratorium Sawit, pun mengkoordinasi berbagai kementerian atau lembaga negara terkait.

Tim Yayasan Auriga Nusantara sebagai bagian dari Tim KEHATI, turut serta dalam konsolidasi data ini.

Hasil konsolidasi data ini adalah diterbitkannya Keputusan Menteri Pertanian No.833/KPTS/SR.020/M/12/2019 yang ditandatangani Menteri Pertanian Syahrul Yasin yang menyebutkan bahwa tutupan sawit nasional seluas 16,38 juta hektare.

“Keseluruhan proses yang dipicu oleh dialog data tersebut menjadi bukti empirik bahwa perbedaan bisa mengarahkan kita melangkah maju ke depan. Perlu dipahami bahwa sebuah data hadir dengan latar belakang dan metodologi tertentu, sehingga perbedaan metodologi sangat mungkin menghadirkan angka yang berbeda.

Maka, dialog data kita perlukan agar pijakan sebuah keputusan atau kebijakan menjadi lebih solid,” kata Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara, mengenai adanya perbedaan data mengenai tutupan lahan di
Indonesia.

Yayasan Auriga Nusantara tidak berhenti pada analisis citra satelit tersebut, tapi mengembangkan lebih jauh.

Salah satunya adalah penggunaan drone untuk pendataan sawit rakyat. Resolusi gambar drone jauh lebih tinggi, sehingga membantu mempercepat proses pemetaan di lapangan.

“Ini semua merupakan rangkaian inovasi yang kami harapkan turut mendorong pelestarian sumber daya alam Indonesia. Saat ini tim kami telah selesai memetakan tutupan sawit 2020, dan kami berencana merilisnya dalam waktu dekat.

Pemetaan berbasis gambar drone juga kami harapkan memicu percepatan pemetaan sawit rakyat, sehingga kebijakan persawitan ke depan akan lebih tepat sasaran, atau demi sebesar-besar kemakmuran pekebun sawit dan untuk tata
kelola lahan sawit berkelanjutan,” kata Deddy Sukmara, Direktur Informasi dan Data Yayasan Auriga Nusantara. ***

Editor Ady Indra Pawennari

Loading...