Kotak Kosong ala Machiavelli

Loading...

KOTAK kosong, kini menjadi sebutan yang tengah populer dan memang selalu ngetop saat musim Pilkada tiba.

Bagi calon kepala daerah (cakada) yang sudah pasti maju, kotak kosong adalah sesuatu yang sangat diidamkan.

Bahkan, jadi impian yang sangat diharapkan bisa terwujud. Segala cara dilakukan agar bisa melawan kotak kosong.

Lobi melobi pun dilakukan dari tingkat kurcaci hingga ke tingkat dewa. Tentu tidak ada makan siang yang gratis, there is no free lunch.

Pipis saja tak gratis. Konon pula lobi melobi sampai ke para dewa.

Meski gaji dan tunjangan kepala daerah tak seberapa. Akan tetapi kekuasaan itu seperti candu yang memabukkan.

Terlebih jika saat menjabat terbiasa hidup gratis dan menyusu ke APBD. Dan, dilayani oleh dayang-dayang nyaris sepanjang hari.

Ditambah dengan kebebasan mengatur, menentukan dan menetapkan apa saja. Karena, para pengawas sudah ditenangkan dengan “permen” berupa perjalanan dinas yang sangat besar.

Karenanya, meski biaya operasional melambung tinggi. Dan, tak sebanding dengan gaji dan tunjangan kepala daerah. Namun, segala cara memang harus dilakukan.

Selaras dengan ajaran Nicollo Machiavelli di bukunya yang terkenal, II Principe. Menurutnya, di politik apa saja boleh dilakukan. Kecuali, kalah!

Di dalam buku yang sering disebut sebagai “buku panduan untuk para diktator,” Machiavelli, lahir di Florens, Italia, memisahkan kekuasaan dengan moralitas.

Semua nilai etika dan moralitas harus dibuang ke tempat sampah demi kekuasaan. Tidak ada etika apalagi moralitas.

Bahkan, pekerjaan kotor seperti memperdayai atau mengangkangi staf sendiri pun dianggap sah-sah saja.

Apalagi, cuma merekayasa untuk mendapatkan kotak kosong sebagai lawan di pemilihan.

Meskipun, melawan kotak kosong pun tidak menjamin pasti menang 100 persen. Seperti yang terjadi di Pilkada Kota Makasar pertengahan 2018.

Kemenangan kotak kosong yang fenomenal. Mengingatkan pada lirik lagu Slank, Tong Kosong.

…Terserah mereka, kalian, atau saya
Asal nggak melanggar hukum biarkan saja
Tong-tong kosong mending pada diam
Biar dunia tentukan pilihan
Yang mana yang benar…

Dunia para pemilih yang akhirnya menentukan. Dan, kotak kosong pun menang. Maka, Pilkada itu harus diulang tahun 2020 ini.

Sejak Pilkada 2018 itu, Kota Makassar dipimpin oleh Penjabat Wali Kota hingga Pilkada serentak tahun 2020 ini. Kini, Rudy Djamaluddin menjabat Penjabat Wali Kota Makassar, Tempo (26/6/2020).

Menjelang Pilkada 2020 ini, fenomena kotak kosong kembali bertiup kencang di sejumlah daerah di Tanah Air. Tapi tidak ada di Provinsi Kepri, walau sebelumnya juga sempat bertiup sepoi-sepoi.

Kotak kosong disebut-sebut akan naik kembali ke panggung politik praktis. Untuk menjadi lawan bagi cakada lainnya.

Seperti kata Machiavelli, apa saja sah dilakukan untuk mendapatkan dan atau mempertahankan candu kekuasaan.

Bukan, untuk membangun negeri. Apalagi, memperkaya warga di negerinya.

Visi misi pun cuma teori kosong dan dibuat dengan kalimat sepanjang mungkin. Namun, kalimat yang lebih banyak bunganya dari pada sarinya.

Para pemilihlah yang nantinya akan menentukan. Apakah kotak kosong akan menang atau kalah.

Tapi, tidak termasuk pemilih yang sudah menjual suaranya senilai beberapa karung beras.

Karena, mereka yang sudah menjual suaranya tak lagi berhak bersuara menuntut apapun.

Jika, pemimpin yang dipilihnya nantinya tidak membangun apa-apa dan tidak membuat mereka jadi lebih kaya. Sudah putus dengan jual beli. (sigit rachmat)

Loading...