Regulasi Pilkada Serentak 2020 Berpotensi Bermasalah dan Bom Waktu

Loading...

Indonesia baru saja melaksanakan Pemilhan Umum (Pemilu) serentak pada 17 April 2019. Pemilu yang diselenggarakan secara serentak ini adalah yang pertama kalinya dilaksanakan berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pemilu serentak dilaksanakan untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota) dan memilih eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden). Sebelum pemilu serentak terlaksana, Indonesia melaksanakan pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015 di 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten.

Lembaga penyelenggara pilkada serantak ini adalah KPU beserta jajarannya, dan lembaga pengawas pilkada ini adalah Bawaslu beserta jajarannya yang diamanatkan Undang-Undang Nomo 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Undang-Undang Pilkada).

Jajaran penyelenggara dan pengawas pusat terakhir dilantik pada Selasa (11/04/2017) dengan dasar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Maka syarat umur jajaran penyelenggara di atur pada pasal 11 huruf b. Syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota KPU dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Dan untuk jajaran pengawas pada pasal 85 huruf b yang berbunyi pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota Bawaslu, berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan.

Tidak lama setelah pelantikan tersebut, Presiden Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7 Tahun 2017) yang disahkan pada 15 Agustus 2017 dan diundangkan pada 16 Agustus 2017.

Setelah penetapan UU nomor 7 Tahun 2017 tersebut, Bawaslu RI melantik 72 orang anggota Bawaslu Provinsi terpilih masa jabatan 2017 – 2022 dari 24 provinsi pada Rabu (20/9/2017). Namun dasar hukum perekrutan dan pelantikan anggota Bawaslu Provinsi masih mennggunakan UU nomor 15 tahun 2011. Yang sebenarnya ada perbedaan persyaratan usia untuk menjadi anggota Bawaslu.

Persyaratan usia untuk menjadi anggota Bawaslu Provinsi sebagaimana diatur pada UU nomor 7 Tahun 2017 Pasal 85 huruf b yang menjelaskan bahwa anggota Bawaslu Provinsi berusia paling rendah 35 tahun.

Hal ini perlu didalami mengingat ada salah satu anggota Bawaslu provinsi Kepulauan Riau yang pada saat dilantik masih berusia di bawah 35 tahun. Mengingat di negara kita menggunakan Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu pada peraturan yang sederajat, peraturan yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama.

Jadi peraturan yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak berlaku lagi. Selanjutnya akan ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota serentak 2020 akan dilaksanakan di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota di Indonesia.

Untuk Provinsi Kepulaun Riau akan melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati. Dalam pelaksanaan pilkada serentak,pelaksanaannya akan mengacu pada UU Pilkada. Tidak lagi menggunakan UU nomor 7 Tahun Maka kita perlu melakukan beberapa evaluasi terhadap dasar penyelenggaraan.Sebagai dasar yang perlu kita ketahui adalah Pemilu diselenggarakan berdasarkan ketentuan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1-6).

Adapun Pilkada Pasal 22E ayat (1-6). Adapun Pilkada diselenggarakan berdasarkan ketentuan UUD 1945 Pasal 18 ayat (4). Melihat dasar tersebut, maka pelaksanaan Pilkada berbeda dengan Pemilu. Hal ini perlu dikhawatirkan bakal menjadi potensi masalah pada penyelenggaraan Pilkada 2020 karena masih banyak regulasi sebagai dasar hukum yang tidak sesuai dengan dasar penyelenggaraan.

Permasalahan muncul mulai dari tugas, kewenangan dan kewajiban penyelenggara pilkada 2020 dalam hal ini Bawaslu. Apakah Bawaslu yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 berhak melaksanakan tugas, kewenangan, dan kewajiban dalam Pilkada 2020 ?

Sedangkan Bawaslu Kabupaten/Kota adalah lembaga yang mengawasi Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 101, tidak diamanatkan untuk mengawasi Pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan.

Karena yang berhak mengawasi Pilkada adalah Panwas Kabupaten/Kota sesuai amanat UU Nomor 10 Tahun 2016 perubuhan kedua. Dan sangat jelas dalam UU Pemilu, hanya ada nomenklatur Pemilihan Umum bukan Pemilihan Kepala Daerah.

Permasalahan selanjutnya adalah penyelenggara yang berhak memberikan akreditasi kepada lembaga pemantau. UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 123 ayat (3) huruf C menentukan bahwa KPU sebagai lembaga yang berwenang memberikan tanda daftar dan sertifikasi sebagai pemantau. Sementara menurut UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 436 ayat (1) huruf C

UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 436 ayat (1) huruf C justru Bawaslu-lah yang berwenang memberikan tanda daftar dan sertifikasi sebagai pemantau. Terkait definisi kampanye. Berdasarkan Pasal 1 angka 35 UU Nomor 7 Tahun 2017 menjabarkan definisi kampanye lebih detil dengan menyebut unsur- unsurnya. Yakni meliputi kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk peserta pemilu dengan tujuan meyakinkan pemilih dan menawarkan visi, misi, program, dan atau citra diri peserta pemilu.

Sedangkan definisi kampanye Pilkada berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 1 angka 21, menekankan pada kampanye adalah kegiatan yang meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.

Mengenai jumlah anggota Bawaslu di tinggkat Provinsi dan Kab/Kota. Bila mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 92 angka 2 huruf b dan c, Jumlah Anggota Bawaslu Provinsi sebanyak 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang; Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) atau 5 (lima) orang.

Maka saat ini ada jumlah anggota bawaslu provinsi yang berjumlah 5 (lima) orang dan ada juga berjumlah 7 (tujuh) orang, begitu juga dengan Bawaslu Kab/Kota. Ada yang berjumlah 3 (tiga) orang dan 5 (lima) orang. Merujuk UU Pilkada Pasal 23 angka 3, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan Panwas Kecamatan masing-masing beranggotakan 3 (tiga) orang.

Beberapa masing beranggotakan 3 (tiga) orang.Beberapa polemik regulasi diatas, maka perlu disikapi secara serius sedini mungkin agar tidak terjadi persoalan hukum dikemudian hari. Mengingat bahwa PILKADA bukan PEMILU. Dikarena PILKADA memiliki UU sendiri begitu juga dengan Pemilu.

Mengutip twitter Mantan Ketua Bawaslu RI serta anggota Dkpp yang pertama Dr.Nur hidayat sardini.S.sos,Msi, ada perbedaan terlebih dasar hukumnya untuk kedudukan Pengawas Pemilu menurut Undang Undang nomor 10 tahun 2016 bukanlah pengawas Pemilu sebagai mana maksud Undang Undang nomor 7 tahun 2017,tampaknya ini akan menjadi “Bom waktu dibelakang hari” ***

MasFurqon, Mantan Panwaslu Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau

Loading...