Antara Abu Bakar, Kock Meng, Robin Hood dan Si Pitung

Loading...

PERKARA suap Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun, mulai memasuki babak akhir. Setelah majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis untuk terdakwa Abu Bakar dan Kock Meng.

Abu Bakar sudah lebih dulu divonis dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan (11/12/2019).

Kock Meng juga sudah divonis majelis hakim dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan, Senin (10/2/2020).

Vonis keduanya sama, meski statusnya berbeda. Di perkara ini, Kock Meng adalah pemilik fulus untuk menyuap terdakwa Nurdin Basirun.

Sedangkan Abu Bakar adalah kurir pengantar fulus milik Kock Meng. Jadi, vonis untuk pemilik uang dan kurirnya, adalah sama. Bedanya hanya di jumlah denda.

Pemilik fulus didenda Rp100 juta. Sedangkan kurirnya didenda Rp50 juta.

Adapun fulus yang diberikan kepada terdakwa Nursin Basirun nilainya Rp45 juta dan 11 ribu Dolar Singapura (SGD).

Jika dikalikan dengan Rp10 ribu per dolar jumlahnya sekitar Rp110 juta. Sehingga, total yang digunakan untuk menyuap terdakwa Nurdin Basirun sekitar Rp155 juta.

Hanya Rp155 juta!

Disebut “hanya” jika dibandingkan dengan upeti-upeti yang disetorkan sejumlah pejabat Pemprov Kepri ke terdakwa Nurdin Basirun.

Di antara para pejabat itu, ada yang menyetor puluhan juta rupiah. Ada yang ratusan juta dan ada yang di atas Rp 1 miliar.

Dan, hingga kini seluruhnya aman dari jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walaupun, mereka sudah mengakui perbuatannya di persidangan saat menjadi saksi.

Lirik para Saksi Beda, tapi Nadanya Sama

Ada yang menarik, saat para pejabat pemberi upeti ini memberikan keterangannya di persidangan. Ada benang merah terlihat di keterangan-keterangan itu.

Bahwa, nyaris seluruh keterangan itu punya nada yang sama, walau lirik setiap saksi di depan majelis hakim berbeda-beda.

Kesamaan nadanya, adalah mereka menyetor upeti dengan alasan untuk membantu terdakwa Nurdin Basirun.

Kesan yang dimunculkan di nada itu, adalah rasa iba.

Karena, terdakwa Nurdin perlu banyak fulus yang akan dibagi-bagikan ke orang-orang di pulau yang dikunjungi.

Entahlah, apakah rasa iba itu masih ada saat terdakwa Nurdin Basirun sudah bukan atasan mereka lagi. Tak bisa lagi memerintah, tak bisa lagi mencabut jabatan mereka.

Robin Hood dan Si Pitung Tak Punya SPPD

Yang jelas keterangan para saksi yang nadanya sama itu dan aksi bagi-bagi fulus ke orang-orang pulau, mengaitkan ingatan ke film Robin Hood.

Robin Hood, sang pemanah hebat dan penakluk hati dari hutan Sherwood di Nottingham, Inggris.

Kisah Si Pitung legenda Betawi juga rada-rada mirip dengan Robin Hood. Kedua legenda itu sama-sama merampok, yang hasilnya dibagi-bagikan ke orang miskin.

Robin Hood dan Si Pitung juga tidak dibekali dengan biaya perjalanan dinas. Yang untuk pencairannya harus menggunakan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas).

Selain itu, Robin Hood dan Si Pitung juga tidak dibekali dengan tunjangan jabatan. Di samping juga sama-sama tidak punya dana operasional.

Karena, Robin Hood dan Si Pitung juga tidak butuh tahta alias jabatan. (sigit rachmat)

Loading...