Pemkab Lingga Serius Kembangkan Sagu di Tahun 2022

Loading...

Suarasiber.com – Pemkab Lingga bukan hanya dikenal sebagai penghasil timah. Kabupaten ini juga tersohor dengan sagunya. Dan ini bukanlah hal baru, karena sejarah mencatat kualitas sagu Lingga patut diperhitungkan.

Di bawah kepemimpinan Bupati Muhammad Nizar dan Wakil Bupati Neko Wesha Pawelloy, keinginan untuk mengembangkan sagu pada tahun 2022 akan direalisasikan.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemkab Lingga akan menggawangi program yang sudah dimulai sejak zaman bupati sebelumnya, Alias Wello. Kala itu, Muhammad Nizar menjadi Wakil Bupati.

Kabupaten ini sudah memiliki modal untuk menggalakaan sagu. Diantaranya lahan sawah yang terbengkalai akan dialihfungsikan sebagai kebun sagu.

Lokasi ini ada di Desa Nerekeh dan Panggak Laut.

Menghindari tumpang tindih dengan program percetakan sawah di era bupati sebelumnya, dinas terkait akan melakukan inventarisir.

Bupati Lingga, Muhammad Nizar mengatakan tetap pada fondasi awal, yakni mengembangkan sawah, sagu maupun kelapa. Kalau bicara sawah di Kepri, Lingga juaranya. Butuh perjuangan dan tahan kritik kanan kiri untuk membuktikannya.

Demikian juga dengan program pengembangan sagu, akan dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

“Khusus Panggak Laut dan Nerekeh itu coba dikoordinasikan bisa tidak lahan sawah yang terbengkalai dialihkanfungsikan. Kita coba untuk pemanfaatan sagu,” kata Nizar.

Hal tersebut disempaikan Nizar dalam rapar koordinasi dengan dinas terkait belum lama ini.

Jika awalnya hanya Panggak Laut dan Merekeh yang dijadikan pilot project, bukan berarti desa lain tak punya sagu.

Saat ini ada 10 desa penghasil sagu yang menjadi daerah prioritas investasi. Yakni Desa Merawang, Panggak Laut, Nerekeh, Musai, Pekaka, Kerandin, Limbung, Kudung, Teluk dan Keton.

Memilih mengembangkan sagu oleh Pemkab Lingga juga bukan gagasan yang gagah-gagahan. Untuk diketahui, sagu produksi dari  Kabupaten Lingga saat ini telah memiliki Indikasi Geografis (IG) sebagai bentuk pengakuan pemerintah pusat terhadap otentikasi dan kualitasnya.

Sertifikat Indikasi Geografis (IG) ini diserahkan Kakanwil Kemenkumham Kepri, Zaeroji kepada Wakil Bupati Lingga (Muhammad Nizar) di Aula Wan Seri Beni Kantor Gubernur Kepri di Dompak, Tanjungpinang, pada Kamis (17/10/2019) pagi.

Sertifikat ini menjadi pembeda antara hasil sagu Lingga dan hasil sagu dari daerah lainnya di Indonesia.

Meski masih diolah dengan cara tradisional, namun nyatanya pabrik sagu di Kabupaten Lingga telah mampu menghasilkan sagu yang yang putih bersih tanpa bahan pengawet. Setidaknya begitulah pengakuan sejumlah investor yang tertarik menanamkan investasinya di Lingga.

Pengembangan tanaman sagu di daerah ini dapat menghasilkan produk turunan yang punya nilai ekonomis. Seperti contohnya inovasi sabun sagu di Desa Duara.

Tertinggi di Antara Karimun dan Natuna

Sejumah calon investor dari Banyuwangi, Jawa Timur meninjau lokasi pengolahan sagu di Kabupaten Lingga di tahun 2019 silam, Foto – istrimewa

Berdasarkan hasil studi dan analisis data parsial dari BPS 2017 selama 2 (dua) tahun 2016-2017 menunjukkan bahwa distribusi tanaman sagu di Kepri ada di tiga kabupaten.

Yaitu Lingga, Karimun dan Natuna, dengan luasan eksisting 5.841 hektare dengan produksi 3.324 ton.

Dari ketiga kabupaten tersebut tertinggi Kabupaten Lingga dengan luas 3.349 haktera produksi 2.610 ton, kemudian Karimun 2.075 hektare produksi 692 ton.

Sedangkan di Kabupaten Natuna luasnya 252 hektare namun produksi hanya 10 ton.

Dengan angka tersebut, produksi sagu masih tergolong rendah. Namun bila dikelola dengan baik, minimal pembersihan gulma, pemangkasan cabang tidak produktif, maka produktivitas meningkat.

Program yang digalakaan Pembak Lingga tahun 2022 tentu mengalami perbaikan. Semuanya akan dibudidayakan dengan lebih baik.

Mengutip data data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Lingga, 2019, hasil analisis sentra sagu di Kabupaten Lingga, menunjukkan bahwa lokasi pertanaman dominan ada di tiga kecamatan.

Maliputi Lingga Timur, Lingga Utara dan Lingga dengan melibatkan 1.126 kepala keluarga petani, dengan luas lahan 3.321 hektare dan produksi 1.594 ton per tahun.

Lingga Penerima IG Pertama di Kepri

Sertifikat Indikasi Geografis (IG) ini diserahkan Kakanwil Kemenkumham Kepri, Zaeroji kepada Wakil Bupati Lingga (Muhammad Nizar) di Aula Wan Seri Beni Kantor Gubernur Kepri di Dompak, Tanjungpinang, pada Kamis (17/10/2019) pagi. Foto – istimewa

Melansir pertanian.go.id, Sertifikat Indikasi Geografis (IG) merupakan titik tolak bagi Pemerintah Daerah untuk bisa tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk IG dan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) harus tetap dibina untuk terus melindungi kekhasan produk dan lingkungan sekitarnya.

Dan sagu di Kabupaten Lingga sudah mendapatkannya pada 17 Oktober 2019 lalu di Tanjungpinang.

Muhammad Nizar yang mewakili Bupati Alias Wello kala itu mengatakan penghargaan ini diharapkan bisa meningkatkan nilai jual sagu Lingga.

Penyerahan sertifikat IG ini juga dihadiri Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lingga serta Ketua Perhimpunan Pendayaan Sagu Indonesia (PPSI) Kabupaten Lingga.

Penyerahan sertifikat ini adalah sebagai tindak lanjut pendaftaran sagu Lingga dalam Indikasi Geografis yang diinisiasi oleh Bupati Lingga pada April 2019 lalu di Kantor Wilayah Kemenkumham Kepri.

Bangga jelas terpancar dari wajah Nizar. Karena Lingga yang pertama menerimanya di Provinsi Kepri.

“Kami yang pertama di Kepulauan Riau yang mendapatkannya dari Kementerian Hukum dan HAM Jakarta. Secara teknis, untuk mendapatkan sertifikat ini, pemerintah daerah sudah memperjuangkan sejak 2018 lalu,” ungkapnya.

Mengapa hal ini dianggap penting? Nizar menjelaskan ada daerah lain yang mengambil bahan baku sagu dari Lingga.

Jika tidak mengantongi sertifikat IG tadi, dikhawatirkan akan diakui oleh pihak lain.

“Intinya untuk melindungi ‘hak cipta’, bahwa bahan bakunya dari Kabupaten Lingga,” kata Nizar.

Pemberian sertifikat Indikasi Geografis ini adalah untuk memberikan nilai tambah komersial karena orisinalitasnya dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi daerah lain dan melindungi dari praktek persaingan curang dalam perdagangan dan memberi manfaat yang besar kepada masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Lingga.

Untuk diketahui, Indikasi Geografis itu sendiri adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

Tanaman Kultural dari Lingga

Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) BPPT Soni Solistia Wirawan menerima kunjungan Bupati Lingga Muhammad Nizar di Gedung BPPT, Jakarta (10/6/2021). Foto – bppt ri

Sagu bisa saja dianggap senagai tanaman kultural (budaya) bagi Kabupaten Lingga. Sejarahnya sangat panjang.

Publicaties Van De Addeeling Handel, 1919 No 2 tentang Sago En Sago Producten yang diterbitkan Departemen Perdagangan Pertanian, Industri dan Perdagangan Hindia Belanda yang ada di Buitenzorg (Bogor) pada 1915 Lingga sudah dikenal dengan sagunya.

Catatan sejarah ini mengatakan tahun itu sagu Lingga tak hanya untuk kebutuhan pribadi, melainkan sudah dijual atau diekspor.

Bahkan periode 1913 sampai 1915 produksi sagu Lingga mencapai 6.253 ton. Sementara pada 2015 hanya 5.043 ton. Pada zaman dahulu bisa disebut sangat luar biasa.

Karena proses pengolahan sagu dari zaman dahulu sampai sekarang masih menggunakan cara konvensional.

Bahkan ekspor sagu Riau dari Lingga hingga 1917 terbesar di Indonesia. Mengalahkan Ambon, Borneo (Kalimantan), Aceh, Tapanuli, Celebes (Sulawesi), Bali Lombok, Jambi, Bengkulu dan Belitung.

Pekerja sagu di Lingga selain orang Melayu dan ada juga Tionghoa. Pada periode 1913 sampai 1915 ini, jumlah pekerja Orang Melayu yang terlibat dalam budidaya dan pengolahan sagu mentah sebesar 1.200 orang.

BPPT Siap Membantu Lingga

Kepala BPTP Kepulauan Riau, Dr. Ir. Sugeng Widodo, MP saat kunjungan ke Lingga Melihat potensi sagu beberapa waktu lalu. Foto – istimewa

Rencana pengembangan sagu Pemkab Lingga mendapatkan dukungan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, juga disingkat (BPPT).

Pada 10 Juni 2021 lalu, Bupati Lingga Muhammad Nizar menghadap Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) BPPT Soni Solistia Wirawan di Gedung BPPT, Jakarta.

Soni mengatakan, ini merupakan titik awal dari rencana kerja sama antara BPPT dan Kabupaten Lingga, khususnya di sektor perkebunan dan pangan yang berfokus pada bidang perkebunan sagu.

BPPT siap mendukung Kabupaten Lingga untuk inovasi teknologi pengolahan pangan lokal guna mendukung pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan seperti produk olahan pangan sehat, kaya serat dan rendah IG seperti beras analog, mie, macaroni.

Selain itu juga akan dilakukan kerjasama peningkatan SDM dalam bentuk pelatihan di bidang pertanian, perikanan dan peternakan serta beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan bersama seperti melalui seminar dan diseminasi teknologi. (tengku)

Editor Ady Indra Pawennari

Loading...