Sentilan Komjen Arief Soal Hedonisme dan Presisi ke Anggota Polri

Loading...

Suarasiber.com – Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komisaris Jenderal Polisi Drs Arief Sulistyanto MSi meneruskan arahan Presiden Joko Widodo kepada jajaran institusi yang dipimpinnya.

Seperti diketahui pada Jumat (14/10/2022) Presiden Jokowi memanggil pejabat Markas Besar Polri, kapolda, dan kapolres se-Indonesia ke Istana Kepresidenan untuk memberikan arahan.

Arief menjelaskan, secara garis besar ia melihat ada lima poin penting dalam arahan Presiden Joko Widodo, kala itu. Yaitu gaya hidup hedonis, presisi, penegakan hukum, soliditas dan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Khusus hedonisme, Arief menyebutkan soal motor gede. Pesan ini bukan hanya untuk pejabat Baharkam, namun semua sampai tingkat bawah.

“Kalau punya disimpan, ini dalam ekonomi sulit akan menghadapi resesi, apa pendapat rakyat. Demikian juga dengan pakaian, jam, sepatu, cincin, ponsel dan sebagainya. Sudah ada kejadian dan diviralkan,” ujar Arief.

Arief pun mengaku tak tahu apa merek jam tangan termahal karena ia memang tak terbiasa mengenakannya. Baginya, melihat jam di ponsel sudah cukup untuk mengetahui jam berapa. Ia pun menjelaskan lebih jauh, hal tersebut bukan dilarang jika cara mendapatkannya dengan baik-baik.

“Mungkin dapat warisan ribuan hektare kebun sawit atau tambang emas, silakan. tetapi status kita sebagai Polri tidak menghendaki gaya hidup demikian. Memang ada kompetisi, tetapi marilah berkompetisi yang baik,” ujar Arief.

Sambungnya, “Kita berbuat baik saja masih disalahkan, apalagi salah.”

Arief juga tidak menginginkan presisi hanya sekadar pajangan foto di lobi kantor polisi, stiker dan sejenisnya. Ia menginginkan polisi menghayati apa itu prediktif, serponsibility dan transparansi.

Seorang polisi harus mampu memprediksi apa yang akan terjadi lalu melakukan pengamanan. Jika sudah pengamanan ternyata di lapangan ada persoalan, menurut Arief kurang predikrif. Ia mengambil contoh Kanjuruhan.

Begitu ada yang meninggal dan diumumkan, semua pihak saling menyalahkan. Hingga akhirnya diperoleh hasil pendalaman di lapangan dan yang disalahkan gas air mata.

Kabaharkam mengapresiasi Polda Jawa Barat yang berani menolak liga serupa. “Kalau rawan tolak!” saran Arief.

Mengingatkan kembali Presiden yang memanggil seluruh Kapolres, Kapolda, pejabat utama Mabes dari bintang 4 sampai bintang 1, Arief mengatakan hal itu sebagai sejarah.

Kalau dikumpulkan untuk pengamanan Pemilu sudah wajar, namun dikumpulkan karena Polri banyak kasus membuatnya malu.

“Saya sebagai Pati bintang riga merasa prihatin dengan arahan Bapak Presiden. Mengapa beloau sampai turun tangan? Apa gunanya kita? Kita yang nggak bisa kendalikan anggota sehingga bisa terjadi seperti ini,” kata Arief.

Saat pandemi, Polri bersama pihak terkait lain dinilai sukses berperan dalam penanganan Covid-19. Namun prestasi itu seperti pepatah panas setahun disiram hujan sehari. Penyebabnya, perilaku kepemimpinan yang tak benar, kepala satuan tak bisa mengelola satuannya dengan benar.

“Sehingga kita diberikan arahan Presiden. Sehausnya kita bisa mengatasi,” tutup Arief. (zainal)

Editor Yusfreyendi

Loading...