Arief dan Gagalnya Silatnas ICMI di Tanjungpinang

Loading...

Sangat disayangkan Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kepulauan Riau menolak dijadikan Tanjungpinang sebagai lokasi Silaturahmi Nasional (Silatnas) ICMI Desember 2019.

Padahal dengan dijadikannya Tanjungpinang sebagai lokasi Silatnas sesuai hasil Silatnas 2018, akan berdampak positif terhadap Tanjungpinang.

Dampak positif pertama, Tanjungpinang akan didatangi lebih dari seribu intelektual dari Indonesia yang kebanyakan rektor, dosen, wartawan nasional dari pelbagai media besar, maupun ASN, bupati, Sekda, anggota DPR maupun menteri hingga presiden dan wakil presiden, hingga ketua MPR. Sebagai catatan, Silatnas ICMI di Lampung 2018 peserta 600 ditambah 300 undangan.

Setiap silatnas ICMI, presiden selalu membuka dan ditutup oleh wakil presiden. Bahkan mantan ketua umum ICMI BJ Habibie setiap silatnas menyempatkan hadir guna memberikan kuliah umum tentang kebangsaan. Begitulah pentingnya Silatnas sebagai wadah intelektual memikirkan nasib bangsa yang dibuat secara bergantian di daerah yang sudah ditetapkan melalui hasil keputusan silatnas.

Kalau silatnas di Jakarta, biasanya selalu dibuat di Jakarta Convention Center (JCC) dan peserta diinapkan di Hotel Sultan yang berada di sebelah lokasi acara. Karena jumlah peserta sangat ramai. Gedung pertemuan sebesar JCC saja bisa penuh, itulah massa intelektual yang hadir Silatnas.

Kedua, banyaknya peserta itu tentu akan menginap di Tanjungpinang karena mereka sebagai peserta. Karena peserta yang hadir biasanya dari 34 provinsi dan seluruh perwakilan ICMI di tiap kota/kabupaten. Tentu saja, karena menginap di Tanjungpinang akan menambah daya dorong perekonomian ekonomi Tanjungpinang dan bisnis perhotelan dari kegiatan tersebut.

Hotel- hotel akan penuh diisi tamu dari pelbagai daerah di Indonesia. Rumah makan, tepat oleh oleh akan didatangi oleh peserta Silatnas. Promosi pariwisata tentu saja.Tanjungpinang ini kota yang berharap dengan kegiatan pertemuan akbar seperti itu agar ada efek gerak untuk membangkitkan perekonomian setempat.

Di saat banyak daerah berlomba lomba mengharapkan dijadikan lokasi Silatnas, maka ICMI Kepri yang sudah diberikan amanah untuk menjadi lokasi Silatnas malah menolak rezeki untuk masyarakat Tanjungpinang menyambut tamu tamu intelektual yang dimiliki Indonesia. Wajah- wajah penting yang biasanya hadir di lokasi kegiatan setidaknya bisa menjadi ajang silaturahmi untuk menambah daya dorong dan komunikasi guna meningkatkan kue pembangunan untuk Kepri.

Tanjungpinang selama lima tahun pemerintahan belum pernah didatangi Presiden Jokowi, tentu presiden terpilih yang baru beberapa bulan menjadi presiden akan hadir di Tanjungpinang pada awal Desember mendatang.Di sanalah saatnya bagi warga untuk menyampaikan aspirasi untuk pembangunan Kepri yang akan datang.

Silatnas 2017, tepatnya di Tangsel, kami dari rombongan ICMI Kepri melalui juru bicara saat itu Mastur Taher dari ICMI Bintan sempat menyampaikan pandangan umum setiap provinsi menetapkan agar Tanjungpinang dijadikan lokasi Silatnas tahun berikutnya. Aspirasi tersebut baru diwujudkan setelah Silatnas 2018 di Lampung menetapkan Tanjungpinang lokasi Silatnas berikutnya.

Bahkan, daerah daerah lain yang provinsi tak sehebat Kepri mampu melakukan kegiatan tersebut. Sungguh memalukan jika Tanjungpinang atau Provinsi Kepri di bawah komando Ketua ICMI Kepri Arief Fadillah tak mampu menyelesaikan tugas besar tersebut. Jika Arief tak sanggup bertugas secara langsung, masih banyak kader – kader ICMI lainnya yang bisa ditugaskan menyukseskan kegiatan.

Mungkin sebagai Sekda Provinsi Kepri, Arief yang juga ketua ICMI daerah sedang sibuk memikirkan banyaknya anak buahnya yang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga tak siap untuk mengeluarkan energi tambahan menyukseskan Silatnas ICMI. Mungkin dianggapnya hanya pertemuan rutinitas biasa. Atau Arief bukan tipe pejabat yang berlatar belakang aktivis layaknya pengurus pusat ICMI yang dipimpin Prof Jimly Asshiddiqie yang merupakan seorang aktivis dari masa kuliahnya hingga usianyan hampir menyentuh kepala tujuh.

Apalagi pengurus penting di ICMI Kepri Memang banyak diperiksa KPK terkait kasus yang menimpa Gubernur Kepri non aktif Nurdin Nasirun. Jika sudah tidak punya waktu dan kesempatan untuk memikirkan bagaimana ICMI berkembang di Kepri maupun bertanggung jawab atas amanah menjadi tuan rumah, sebaiknya Ketua ICMI Kepri mengundurkan diri saja. Beliau lebih fokus bekerja sebagai ASN mendampingi Plt Gubernur Isdianto.

Karena ICMI sebaiknya dipimpin figur yang serius membawa organisasi berbasis cendekiawan terbang tinggi lalu menelurkan pemikiran pemikiran intelektual untuk pembangunan sumberdaya manusia di Kepri. Sejak dilantik oleh Jimly di Gedung Daerah, sampai saat ini nyaris tidak ada kegiatan yang dibuat. Mirisnya untuk melantik sayap organisasi seperti Masika, Arief belum sempat. Padahal SK sudah lama diterbitkan oleh Masika pusat.

Menolak Tanjungpinang sebagai lokasi Silatnas bagi saya selalu pengurus ICMI Tanjungpinang menjadikan Arief gagal menjadi Ketua ICMI Orwil Kepri. Tanjungpinang kan pernah tercatat sebagai pusat intelektual budaya Melayu yang ujungnya menjadi penyumbang lahirnya bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia. Mengapa kegiatan intelektual itu harus ditolak di Tanjungpinang dengan alasan tidak siap? Padahal Batam pernah menjadi tuan rumah Silatnas.Tak susahkan.

Robby Patria, Wakil Ketua ICMI Tanjungpinang

Loading...