Antara AWe dan Awe

Loading...

SUARASIBER – Ada dua orang yang belakangan ini ingin sekali saya jadikan bahan tulisan ringan. Namun saya harus menunggu waktu yang pas, biar lebih dalam maknanya. Dua orang itu, entah mengapa, menggunakan huruf awal nama depan dan belakang mereka. Dan kebetulan dua huruf itu sama.

A dan W, jika digaungkan menjadi AW. Kalau saya sebut dengan AW atau Awe, pasti ada diantara pembaca yang bingung. Namun uniknya, para pemilik nama AW tadi sepertinya punya feeling tersendiri sehingga tak ingin sama. Serupa tetapi tak sama, begitulah saya menyebutnya.

Saya jadi ingat saat masih SD, oleh ayah rajin dibawakan majalah anak-anak zaman itu. Majalah yang harus dibeli satu paket dengan korannya. Ayah saya adalah kepala SD di kampung, berharap majalah tadi bisa menjadi hiburan saya. Dan ayah benar, dari majalah itu satu kuis yang saya suka ialah Serupa tapi tak Sama.

Bentuknya berupa dua gambar. Sekilas sama. Namun karena kuis berhadiah, ada beberapa bagian yang berbeda. Ada tujuh perbedaan yang harus saya pelototi. Setiap perbedaan saya lingkari. Contohnya Gambar A ada kepala katak di sela-sela dedaunan, di Gambar B tak ada.

Kuis itu akhirnya menjadi hobi bagi saya. Bahkan kadang begitu majalah datang yang pertama kali saya buka ya itu tadi, halaman Serupa tapi Tak Sama. Setelah saya yakini benar, saya tempelkan di kartu pos untuk dikirim ke redaksi.

Karena kuis Serupa tapi Tak Sama itulah akhirnya komik bersambung di Suara Karya bukan lagi hobi saya yang pertama. Padahal komik seperti Flash Gordon, X Men dan lainnya selalu asyik untuk diikuti.

Beberapa kali saya mendapatkan hadiah kaos bertuliskan nama majalah yang membuat kuis Serupa tapi Tak Sama. Selain dari kuis juga kiriman lain, seperti gambar dan cerpen.

Betapa bangganya saya. Kalau bukan karena kotor dan harus dicuci, ingin rasanya terus mengenakannya. Cuma saya satu-satunya di kampung yang mengenakannya. Bukan karena teman-teman saya tak bisa mengerjakan kuis, melainkan karena majalah itu memang tidak dijual umum. Harus menjadi langganan sekolah, sementara di kampung saya waktu itu hanya ada dua SD.

Ya, AWe dan Awe tak ubahnya Serupa tapi Tak Sama. Serupa karena keduanya kini adalah pejabat publik. Punya kuasa, punya jabatan. Serupa lainnya, keduanya adalah orang-orang ulet yang harus bekerja keras menjadi seperti yang sekarang ini. Serupa karena mereka sama-sama lelaki, sama-sama suami dan bapak.

Tak samanya, AWe adalah Alias Wello dan Awe adalah Agus Wibowo. AWe adalah Bupati Kabupaten Lingga aktif, sementara Awe sebentar lagi bakal dilantik sebagai Ketua DPRD Bintan. Bupati dan Ketua DPRD, bukan jabatan kaleng-kaleng, selain memang memiliki garis tangan seperti itu juga harus dicapai dengan perjuangan dan kerja keras.

AWe dikenal dengan gayanya yang lugas dan sederhana. Ia seolah lebih nyaman bepergian tanpa kawalan. Setidaknya dua kali saya makan satu meja di warung tepi jalan. Meski namanya cafe, namun bukan tempat makan yang mewah. Apalagi tak ada batasan untuk menyebut sebuah tempat makan itu kafe atau kedai atau warung.

Bupati Lingga ini juga nekat ingin menjadikan Lingga sebagai lumbung pertanian. Padahal program Transmigrasi pada zaman Orde Baru pernah gagal di salah satu desa di Lingga. Ia mengundang para ahli, meneliti, mengkaji lalu membuktikan bahwa padi bisa dipanen di kabupaten itu. Juga ada perkebunan, pabrik garam dan sebagainya. Itu semua sudah dilakukan, bukan lagi rencana.

Sementara Awe ternyata bukan politikus yang memang sejak remaja dipersiapkan orang tuanya untuk terjun di dunia politik. Ia mengaku lasak, hobi balap motor. Ketika kemudian perjalanan dan karir politiknya memuncak, pasti bukan datang tiba-tiba. Awe perlu belajar, perlu tekad untuk mengubah pola pikirnya.

Saya memang terbiasa dengan tulisan ringan yang isinya menyemangati daripada melemahkan. Seperti hampir semua tulisan saya di blog pribadi, gooday.id. Bukankah setiap hari begitu deras berita tentang korupsi, tindak pidana atau kriminal lain dan bla bla bla, istilah yang saya ambil dari lagunya Godbless dengan judul sama.

Saya memilih melihat sesuatu dari sudut pandang positif. Setidaknya memberikan asupan pada diri sendiri, masih ada berita baik, menyemangati, memotivasi. Dan itu membuat saya selalu berusaha bergairah menjalani hidup setiap hari.

Maksudnya, AWe dan Awe tetaplah manusia biasa. Mereka pasti punya kekurangan. Di luar itu semua, saya lebih suka mengenang kuis Serupa tak Sama yang disiggung di bagian awal tulisan ala kadarnya ini. Jika saya mengibaratkan AWe dan Awe adalah kuisnya, saya pun berharap ada hadiah. Bukan lagi kaos, melainkan memberikan hadiah dengan tetap menjalankan amanat rakyat yang telah memilih mereka.

Hadiah terindah untuk rakyat merdeka sejatinya sederhana, kepercayaan mereka tidak dipecundangi. Toh tidak akan mengurangi esensi jabatan mereka seandainya tetap dekat, merakyat, melindungi, mewakili, memerhatikan dan sebagainya. ***

Nurali Mahmudi, Redpel suarasiber.com

Loading...