MK Perpanjang Masa Jabatan Gubernur Kepri dan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020

Loading...

Suarasiber.com – Masa jabatan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad dan semua kepala daerah hasil Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2020 diperpanjang hingga 2025. Atau hingga pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024.

Perpanjangan masa jabatan tersebut seiring dengan putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait pengujian UU No 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Sidang pengucapan Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (20/3/2024).

Sebagaimana dilansir situs resmi MK seperti berikut ini:

Dalam amar putusan, MK menyatakan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang semula berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 (lima) tahun masa jabatan”.

“Sehingga, norma Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang selengkapnya menjadi berbunyi, “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 (lima) tahun masa jabatan”, kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Permohonan pengujian materiil UU Pilkada tersebut diajukan oleh 13 orang kepala daerah, yaitu Al Haris (Gubernur Jambi), Mahyedi (Gubernur Sumatera Barat), Agus Istiqlal (Bupati Pesisir Barat), Simon Nahak (Bupati Malaka), Arif Sugiyanto (Bupati Kebumen), Sanusi (Bupati Malang), Asmin Laura (Bupati Nunukan), Sukiman (Bupati Rokan Hulu), Moh. Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar), Basri Rase (Walikota Bontang), Erman Safar (Walikota Bukittinggi), Rusdy Mastura (Gubernur Sulawesi Tengah), dan Ma’mur Amin (Wakil Gubernur Sulawesi Tengah).

Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam pertimbangan hukum putusan menyatakan, Mahkamah menegaskan terhadap norma Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada memungkinkan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 untuk tetap terus menjalankan tugas dan jabatannya sampai pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melebihi masa jabatan 5 (lima) tahun.

Oleh karena pemaknaan Mahkamah terhadap Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada tersebut tidak sebagaimana yang dimohonkan oleh para Pemohon, maka dalil permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Makna Keserentakan

Terhadap dalil para Pemohon mengenai Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada, sambung Saldi,  Mahkamah perlu mengaitkannya dengan petitum para Pemohon yang memohon kepada Mahkamah agar norma Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada dimaknai “Pemungutan suara serentak untuk 276 Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang mengakhiri masa jabatan pada tahun 2022 dan 2023 dilaksanakan pada Bulan November 2024 dan Pemungutan Suara serentak untuk 270 Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 dilaksanakan pada Desember 2025”.

Terhadap petitum demikian, menurut Mahkamah justru akan menghilangkan makna keserentakan yang telah dirancang oleh pembentuk undang-undang. Sebab, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala dearah serentak secara nasional telah disusun desain penyelenggaraan transisi yang terdiri atas beberapa gelombang, yaitu pelaksanaan pemilihan serentak pada 2015, 2017, 2018, 2020, dan November 2024. Terlebih lagi, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXII/2024, Mahkamah telah menegaskan jadwal pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016, yaitu November 2024.

“Meskipun penegasan terkait dengan jadwal tersebut tidak diamarkan dalam putusan tersebut, namun melalui putusan a quo, Mahkamah penting menegaskan kembali bahwa pertimbangan hukum putusan Mahkamah juga mempunyai kekuatan hukum mengikat sebab pertimbangan hukum merupakan ratio decidendi dari putusan secara keseluruhan. Berdasarkan pertimbangan hukum, maka permohonan para Pemohon berkenaan dengan norma Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 yang mengakibatkan berubahnya jadwal pemungutan suara serentak secara nasional adalah tidak beralasan menurut hukum,” ucap Saldi. (eko)

Editor Yusfreyendi

Loading...