Sama-sama di Jalur Perdagangan Tersibuk di Dunia; Singapura Jadi Macan Asia, Kepri Cuma Jadi Kucing

Loading...

SALAH satu wilayah paling strategis secara ekonomi di Indonesia, adalah Provinsi Kepulauan Riau.

Letaknya tepat di salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia, Selat Singapura (Singapore Strait).

Selat yang panjangnya sekitar 105 Km dan lebar sekitar 16 Km itu, menghubungkan Selat Malaka dan Laut China Selatan.

Di selatannya ada Provinsi Kepri, sebuah provinsi kepulauan dengan wilayah daratannya cuma sekitar 4 persen.

Di sebelah utaranya ada Republik Singapura. Sebuah negara kecil yang nyaris tidak memiliki sumber daya alam.

Walau tanpa sumber daya alam, namun Singapura menjelma menjadi negara kaya, maju, modern dan dikenal sebagai salah satu Macan Asia.

Pendapatan per kapitanya ada di posisi 9 besar dunia di tahun 2019 dengan nilai sekitar 62.690 Dolar Amerika. Atau sekitar Rp877.660.000 dengan asumsi $1 US setara Rp14.000.

Provinsi Kepri, yang meski hanya berjarak belasan kilometer dengan Singapura dan sama-sama terletak di lintasan perdagangan tersibuk di dunia, pendapatan per kapitanya sekitar $4.174 US atau sekitar Rp59 juta di tahun 2019.

Tragis. Miris. Atau, entah apa lagi sebutan yang tepat untuk membandingkan kondisi Singapura dan Kepri.

Di Atas Kertas, Kepri Sangat Kaya

Jika Singapura dikenal dengan sebutan Macan Asia, Kepri mungkin bisa disebut dengan Kucing Asia.

Kepri jauh lebih kaya dari Singapura, minimal di atas kertas. Jika tak percaya dengarkan pidato para tokoh di Kepri.

Umumnya akan menyatakan, potensi sumber daya alam Kepri yang wuah. Itu potensi.

Soal manajemen pengelolaannya, jangan ditanyakan.

Singapura mendapatkan sebagian besar pendapatannya dengan memanfaatkan letak geografisnya.

Dan, menjadikan kawasan pantai serta perairannya sebagai tempat transit kapal-kapal pengiriman barang internasional.

Belum lama ini, saya berdiskusi dengan seorang pengusaha kakap di Jakarta.

Kepada saya ditunjukkan citra satelit yang menampilkan banyaknya kapal-kapal yang sedang berada di wilayah Singapura.

Sementara sebagian lainnya terlihat seperti mengantre di wilayah yang disebut out port limit.

Dan, nyaris semua kapal yang saya taksir berjumlah ratusan unit itu berada di luar wilayah Provinsi Kepri.

Ada beberapa titik kecil di sekitar perairan Batu Ampar, Batam. Saat di-klik dengan jari muncul data-data kapal. Ternyata kapal berukuran kecil.

Supertanker dan Kolam Pelabuhan

Berbeda saat meng-klik titik yang ada di perairan Singapura. Data yang muncul adalah kapal supertanker. Kapal-kapal raksasa.

Ada keheranan besar di benak saya, karena Pelabuhan Batu Ampar termasuk pelabuhan besar.

Kenapa dari ratusan atau mungkin ribuan kapal yang antre di OPL, tidak ada yang menggunakan jasanya?

Pertanyaan saya langsung dijawab dengan membesarkan (zooming) data citra satelit. Setelah diperbesar, terlihat kedalaman kolam pelabuhan yang di bawah 10 meter.

Sementara di pelabuhan Singapura, Srilanka, Shanghai, Shenzen dan pelabuhan kargo lainnya, kedalaman kolamnya antara belasan meter hingga di atas 20 meter.

Kemudian, di setiap pelabuhan itu ukuran lebar dermaganya sampai sekitar 10 meter. Sehingga, crane dari dermaga mampu mengangkat muatan kapal dengan mudah.

Sebanyak apapun isi muatan kapal bisa dipindahkan ke darat dengan sangat cepat.

Sedangkan di pelabuhan Batu Ampar, Batam, lebar dermaganya tak sampai 5 meter.

Patutlah pembongkaran barang di kapal, menggunakan crane yang ada di kapal itu sendiri. Tidak efisien untuk mengunggah muatan kapal dalam jumlah besar.

Melalui kedalaman kolam pelabuhan dan lebar dermaga sudah terjawab apa sebab kapal-kapal raksasa enggan transit di Batu Ampar.

Belum lagi dengan kedalaman saluran keluar masuk kapal ke arah kolam pelabuhan.

Jika di Batu Ampar, Batam saja seperti itu, jangan tanya lagi kondisi pelabuhan lainnya di Provinsi Kepri.

Mimpi Kawasan Industri Maritim

Wajar jika pengembangan kawasan industri maritim di Bintan Timur, Pulau Bintan hingga kini cuma di atas kertas. Walau sudah digaungkan sejak sekitar 2007.

Walau kedalaman perairannya hingga belasan meter. Namun, kawasan itu bisa diprediksi tidak akan berkembang.

Jika pun ada investor yang berniat membangun dermaga yang panjangnya 1 Km dan lebarnya 10 meter, dipastikan akan mundur.

Setelah melihat peta laut yang ada di sekitar kawasan Bintan Timur. Begitu peta laut di komputer jinjing itu di-klik, akan terlihat sejumlah kotak bergaris hijau.

Kotak-kotak yang ada di kedalaman belasan meter itu, adalah kawasan konservasi.

Siapapun pengusaha maritim tahu, kawasan konservasi tidak bisa dilalui kapal tanker. Apalagi, supertanker.

Jadi, untuk apa membangun pelabuhan mahal-mahal, jika kapal-kapal supertanker tidak punya jalan masuk?

Pesimis? Sebagai insan yang diberi akal budi, jawabannya adalah tidak!

Mindset mengedepankan mencari penyebab masalah harus ditepikan. Yang harus dikedepankan, adalah mindset mendapatkan solusi dari masalah.

Regulasi

Setelah berdiskusi panjang, kami sepakat solusi agar Kepri bisa menjadi Anak Macan, adalah dengan mengubah regulasi.

Regulasi yang memblokir pintu masuk pelabuhan di Bintan Timur, harus diubah. Kawasan konservasi harus digeser ke perairan yang lebih dangkal.

Ke perairan yang cahaya mataharinya masih tembus ke dasarnya. Untuk menghidupi biota yang ada di dasar perairan.

Untuk perairan yang kedalamannya tak lagi bisa dicapai sinar matahari, bisa digunakan untuk jalur kapal supertanker.

Untuk pelabuhan Batu Ampar, kedalamannya harus ditambah hingga belasan meter. Dan, lebar dermaganya ditambah minimal jadi 10 meter.

Jika mau menjadi transit kapal raksasa yang kini antre panjang di OPL.

Mungkinkah Kepri bisa jadi Anak Macan? Mungkin!

Jika para pengambil kebijakan di Ranperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kepri, mau mengubah regulasi itu.

Jika mereka tidak mau karena beribu alasan? Maka, selamanya Kepri akan jadi Kucing atau malah cuma Anak Kucing di Asia. (sigit rachmat) 

Loading...