Desa Mandiri adalah Kunci Pembangunan Ekonomi

Loading...

Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, menjelaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peraturan tersebut merupakan sebuah instrumen kebijakan formal pembangunan bangsa yang meletakan desa sebagai sebuah komunitas masyarakat indonesia yang harus diberdayakan guna mencapai kemandirian dan kesejateraan masyarakat.

Dengan demikian UU tersebut merupakan sebuah ruang kebijakan
yang memberikan otoritas kepada desa untuk mengelola potensi lokalnya.

Upaya pemerintah dalam mewujudkan Desa Mandiri merupakan strategi membangun ekonomi pinggiran yang memungkinkan warga desa dan kelompok masyarakat miskin di desa memperoleh apa yang mereka inginkan dan perlukan bagi dirinya maupun keluarganya.

Strategi ini merupakan usaha menolong mereka yang menggantungkan kehidupan di desa untuk memperoleh banyak manfaat dari hasil pembangunan.

Secara historis, pembangunan bangsa selama ini menerapkan sistem sentralistik dan top down yang oleh banyak kalangan dipandang sebagai sistem yang telah menciptakan kegagalan dan ketergantungan bagi masyarakat.

Implementasinya telah mengeksploitasi sumber daya dan mendiskreditkan masyarakat khususnya masyarakat desa. Berbagai persoalan muncul seperti ketidak adilan, kesenjangan pembangunan yang kurang memberikan ruang eksplorasi sumber daya lokal.

Untuk itu kehadiran UU desa no 6 tahun 2014 merupakan sebuah regulasi yang mencoba untuk mendesain pembangunan desa berbasis kearifan lokal.

Paradigma pembangunan desa yang terdapat dalam UU tersebut seperti rekognisi terhadap hak asal usul desa, Subsidiartitas, Keberagaman, Kebersamaan, Kegotongroyongan, Musyawarah, demokrasi, kemandirian, Partisipasi, Kesetaraan, pemberdayaan, dan Keberlanjutan.

Hal ini diharapkan menjadi seperangkat regulasi yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal usul desa serta mengakomodir potensi lokal yang sangat multikulturalis.

Di satu sisi kehadiran UU desa menjadi suatu harapan, tetapi di sisi lain menjadi sebuah tantangan yang mesti dibangun oleh sinergisitas yang kolaboratif antar elemen masyarakat guna mencapai visi dan misi kemandirian desa.

Melalui kewenangan yang diberikan, Pemerintah desa dan masyarakat diharapkan lebih kreatif dalam mendesain pembangunan desa berdasarkan kearifan lokalnya.

Berbagai kondisi dan potensi yang ada di desa harus dikembangkan sesuai kebutuhan masyarakat dengan mengacu pada keadaan geografis, lingkungan, kelembagaan, nilai-nilai serta keyakinan yang dianut oleh
masyarakat.

Kondisi ini merupakan bentuk aspiratif dan partisipatif yang dapat memungkinkan proses pembangunan yang berkelanjutan.

Dengan kewenangan yang diberikan serta dukungan dana, maka desa dalam upaya pelayanan publik dapat menjadi semakin optimal.

Ada banyak potensi desa yang selama ini tertidur karena kurangnya dukungan dana serta mekanisme aturan yang sangat uniformalis sehingga kurang adaptif dan akomodatif terhadap potensi desa.

Artinya bahwa dalam mekanisme regulasi yang selama ini terjadi lebih cenderung bersifat umum dan parsial jika dikaji dari persoalan setiap desa atau penyeragaman aturan yang bersekala nasional dan regional.

Semakin umum sifat dari suatu aturan semakin pula menciptakan kesenjangan penanganan potensi, dan semakin kecil ruang lingkup sebuah
komunitas maka regulasi yang diperuntukan bagi komunitas itu semakin kompleks, lebih mendalam dan menjangkau.

Dengan adanya kewenangan dan dukungan dana tersebut, desa menjadi leluasa dalam menentukan pilihan serta desain pola pembangunan berdasarkan identifikasi persoalan dan kebutuhan dari persoalan paling kecil yang belum diakomodir karena lebih memprioritaskan persoalan lain di tengah kebutuhan prioritas sekumpulan desa.

Hal yang akan muncul dari sisi fisik bisa kita lihat ialah pembangunan sarana dan prasarana disegala bidang, upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang semakin lebih terarah dan produktif karena cakupannya hanya berskala desa dan ditangani sendiri oleh desa bersangkutan.

Pengembangan pembangunan lain seperti pengelolaan aset wisata, produk-
produk lokal, pengembangan kesempatan kerja, pengembangan penambatan perahu, pengembangan kelompok usaha, pengelolaan pasar desa dan sebagainya.

Hal ini akan berdampak pada peningkatan nilai ekonomi desa yang dikelola secara mandiri. Peningkatan di bidang ekonomi tidak lepas dari kemampuan desa membangun perencanaan yang konsisten, partisipatif, dan disepakati dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa (RPJMDesa atau Rencana Kerja Pemeritah Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa).

Keberhasilan pembangunannya dapat dilihat dari pertumbuhan di setiap sektornya. Untuk melihat seberapa berhasil sebuah pembangunan, maka perlu tolok ukur dari indikator yang telah ditetapkan.

Kemandirian suatu desa berada pada satu garis lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Seperti dalam penentuan kesejahteraan keluarga, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) menggunakan 23 indikator, yaitu dilihat dari tingkat religisitas, kemandirian, perekonomian, kondisi rumah, dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan
lain sebagainya.

Lebih lengkapnya, dapat dikatakan Desa Mandiri apabila memilki tiga indeks di dalamnya yaitu: indeks ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi.

Setiap indeks memiliki dimensi dan indikatornya masing-masing. Untuk itu, dalam mewujudkan Desa mandiri dibutuhkan lagkah-langkah strategis yang terencana, terarah, dan terukur, sehingga memudahkan monitoring perkembangan dan kemajuannya.

Strategi untuk mewujudkan Desa Mandiri diawali dengan optimalisasi implementasi UU Desa yang telah memiliki paradigma baru dengan konsep desa membangun.

Konsep desa membangun berarti kekuatan untuk membangun desa bersumber pada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Karena Desa Mandiri adalah kunci pembangunan ekonomi yang harus direalisasikan.

Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis yang dilakukan secara bertahap dan konsisten serta dukungan semua pihak, dengan menempatkan kekuatan internal desa sebagai faktor utama, dan supra desa sebagai pendorong.

Desa Mandiri akan menjadi pilar utama bagi negara Indonesia yang berdikari. Cita-cita tersebut dapat ditempuh melalui berbagai upaya agar warga desa dapat menikmati hasil dari pembangunan dan pengelolaan potensi daerah serta pemberdayaan masyarakat yang partisipatif.

Kunci utama untuk membangun ekonomi pinggiran dalam rangka mewujudkan Desa Mandiri adalah dengan mengimplementasikan UU Desa secara progresif dan konsisten.

Selain sebagai instrumen hukum, UU Desa harus menjadi acuan untuk melangkah menentukan strategi pembangunan suatu daerah. Fondasi untuk membangun desa bersumber dari kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat desa itu sendiri.

Perangkat desa bersama warga desa harus memahami dan mampu memberdayakan kekuatan potensi desanya.

Saat ini, membangun desa yang efektif memerlukan pendekatan partisipatif dengan mengedepankan kebersamaan dan kegotongroyongan.

Upaya dan strategi dalam mewujudkan Desa Mandiri harus lebih riil dan
berdasarkan konsensus semua warga untuk menikmati hasil pembangunan dan pengelolaan potensi daerah serta pemberdayaan masyarakat yang partisipatif.

Pembangunan desa merupakan seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong.

Secara implisit dalam konsep tersebut terkandung adanya syarat partisipasi murni masyarakat perdesaan dalam pembangunan sebagai subjek sekaligus sebagai objek pembangunan itu sendiri.

Partisipasi murni harus diartikan bahwa setiap pelaku ekonomi harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan desa sesuai dengan latar belakang, kemampuan, dan keahlian masing-masing dengan dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan tenggang rasa untuk kepentingan bersama.

Pembangunan yang berorientasi pada unsur manusianya berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan.

Pada intinya, otonomi desa harus dimanfatkan secara maksimal oleh seluruh komponen desa dalam rangka meningkatkan perekonomian desa melalui Desa Mandiri. Berbagai upaya dapat dilakukan mulai dari optimalisasi Implementasi UU Desa, penguatan dan sinergi visi misi
Pemimpin bersama masyarakat, penggunaan Dana Desa secara tepat dan terukur, pengembangan kearifan dan potensi lokal serta pembangunan ekonomi berbasis masyarakat.

Dengan begitu akan terwujud Desa Mandiri yang mempu menunjang pembangunan ekonomi secara mikro maupun makro.

Secara luas, dampaknya akan merangsang kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa dari ekonomi bagian tengah hingga bagian paling bawah.

Penulis Muslim Hamdi

Loading...