Joni Lausu yang Lahannya di Bintan Diserobot, Sudah 8 Bulan Mencari Keadilan

Loading...

BINTAN (suarasiber) – Sudah sekitar 8 bulan lamanya Joni Lausu, mencari keadilan di Polres Bintan. Dan, hingga saat ini Joni masih menantikan keadilan itu.

“Sekitar 3 hari lalu saya ke sana (Polres Bintan), menanyakan laporan saya. Dijawab, tunggu saja ini sudah mau jalan (laporannya),” kata Joni Lausu menjawab suarasiber.com, Rabu (18/3/2020).

Joni melaporkan oknum-oknum yang menerbitkan sertifikat hak milik tahun 2013 di atas lahan miliknya. Padahal, lahan miliknya sudah bersertifikat sejak 1996.

Laporan Joni ke Satreskrim Polres Bintan dilakukan, Kamis (11/7/2019). Dengan begitu, usia laporan Joni ke polisi sudah sekitar 8 bulan 1 minggu. Dan, Joni masih tetap menantikan keadilan yang sangat diharapkannya.

Saat itu, Joni langsung memberikan keterangan kepada anggota Unit I Satreskrim Polres Bintan, Bripka Astri Zonnaidi sebagai bahan penyelidikan.

Sebagai pemilik lahan di di RT 002/RW 001 Kampung Galang Batang, Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepri, Joni menyertakan bukti kepemilikan lahannya.

Di antaranya, fotokopi Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor : 195 atas namanya sendiri. SHM ini diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau (saat ini Bintan), tanggal 21 November 1996 dengan luas 17.202 M2.

Selain itu, Joni juga menyertakan fotokopi Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) Nomor : 88/ SKPT/ 2019, tanggal 5 Juli 2019. Surat ini diteken oleh Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Hukum Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan, Amdani SH MKn.

Dibeli Tahun 1995, Disertifikatkan 1996

Joni menjelaskan juga tentang asal usul perolehan tanahnya. Menurutnya, tanah itu diperolehnya dari Nuba berdasarkan Surat Perjanjian Ganti Rugi yang diteken bersama pada tanggal 29 Juni 1985.

Dalam surat perjanjian itu, Nuba disebutkan menjual tanah seluas 200 meter x 100 meter atau seluas 2 hektare kepada Joni dengan bukti kepemilikan Surat Keterangan Tebas No. 06/ GK/ Rt.2/ Rk. I/ 1982. Surat itu ditandatangani oleh Ketua RK. I Gunung Kijang, Abdul Ajis, tanggal 5 Juli 1982.

“Waktu itu, harganya disepakati Rp120 ribu dengan luas 2 hektare, dan langsung saya bayar lunas kepada Nuba. Saksinya waktu itu, ada Abdul Rahim dan Muhsin,” jelasnya.

Kemudian pada tahun 1991, lanjut Joni, Mr. Lee, pemilik PT. Pulau Batu Mulia, tempat dia bekerja jadi operator tambang pasir melakukan pengurusan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau.

“Karena saya bekerja sama beliau, saya minta tolong tanah saya juga diuruskan sekalian sertifikatnya. Maka, jadilah sertifikat No. 195 itu pada tahun 1996,” ungkapnya.

Sertifikat di atas Lahan Bersertifikat

Tanah yang berbatasan dengan kebun Atio di sebelah utara, dan kebun Abdul Rahim di sebelah selatan itu, pernah ditanami kelapa oleh Joni. Namun, karena tanah tersebut sering terendam air laut, pohon kelapanya mati semua.

Sejak itulah, dia tak lagi menanami tanahnya dengan tanaman.  Dan, sejak dia berhenti kerja dengan Mr Lee tahun 1999, dia jarang melihat tanahnya itu.

Pria berdarah Bugis itu mengaku kaget ketika mengetahui di atas tanah miliknya, dan tanah sempadannya yang dipagar orang itu.

Muncul lima sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan pada tanggal 24 Desember 2013 dengan nomor SHM 00977 – 00981.

“Makanya, saya lapor polisi. Biar polisi yang mengungkap, siapa yang memagar dan menerbitkan sertifikat di atas tanah saya itu? Tanah saya kan sudah ada sertifikatnya.

Tapi kok ada lagi orang yang mengaku punya sertifikat juga di lokasi yang sama? Ini berarti ada yang tak beres,” beber Joni. (mat) 

Loading...