Penyalip Tewas Mengenaskan, Rombongan Ini Batalkan Turing ke Trikora

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Marko, Narto, Yudi, Ari dan Igun, pagi itu, Minggu (2/9/2018) merencanakan bersantai ke Madu Tiga Resor dan Kace di Trikora. Mereka adalah penggemar sepeda motor bergaya klasik dan kuno. Rintiknya gerimis tak menyurutkan niat untuk tetap melajukan roda di aspal.

Sesampai di Simpang Senggarang, Marko dan teman-temannya yang tinggal di Tanjungpinang berhenti karena lampu traffic light menyala merah. Sesaat sebelum lampu hijau menyala, seorang perempuan mengendarai sepeda motor matik menyalip dengan kencang.

“Pas lampu hijau menyala, dia menyalip,” ujar Marko kepada suarasiber, Senin (3/9/2018).

Sebelum simpang Batu 16 atau simpang lintas barat, Marko dan teman-temannya melihat perempuan muda yang sebelumnya menyalip berhenti di tepi jalan. Ia lalu mengenakan mantel warna putih perak dengan paduan garis merah, biru dan kuning.

Karena memang berniat turing, menikmati perjalanan, rombongan ini melaju dengan pelan. Di tengah jalan perempuan muda tadi kembali melewati rombongan Marko.

Ketika perjalanan melewati Pos Polisi Gesek, hujan masih rintik-rintik. Mendekati Batu 22, Marko dan teman-temannya melihat kerumunan orang. Begitu mendekat, ia kaget. “Bukankah yang tergeletak di tengah jalan itu orang yang menyalipnya di tengah jalan tadi?” bisiknya dalam hati.

Marko dan teman-temannya mendekat. Dan lelaki asal Jawa Tengah ini tak menyangsikan lagi, yang tewas dengan helm masih menutupi kepala adalah orang yang menyalipnya. Namun ia merasa penasaran dengan sepeda motor yang dikenakannya.

“Karena mirip motor teman saya, saya berniat membuka helmnya untuk melihat wajahnya. Namun oleh beberapa orang tak diperbolehkan sebelum polisi datang,” ujar Marko yang mengaku masih kebayang pemandangan itu.

Akhirnya Marko tahu itu bukan temannya setelah polisi datang. Korban diketahui bernama Megawati, umurnya 19 tahun, kelahiran Dabo, Singkep 23 November 1999. Alamatnya di Jalan Kendal Sari No 61 Seijang, Tanjungpinang. Sedangkan pekerjaannya tertulis pelajar/mahasiswa.

Namun rombongan turing ini sudah kehilangan moodnya. “Saat diangkat untuk dibawa menggunakan ambulans, pergelangan kakinya terjuntai, kakinya juga. Sementara helmnya tak mau terlepas, bagaimana kami mau bersenang-senang di pantai sementara ada manusia lain yang tengah mengalami musibah seperti itu,” tutur Marko.

Tak pakai pikir panjang, tak pakai lama, ia pun mengajak teman-temannya putar balik lagi ke Tanjungpinang. Saat singgah di sebuah kedai kopi, Marko mengaku saat itulah ia merasakan kopi paling tidak enak seumur hidupnya. (mat)

Loading...