Pengembangan Labuh Jangkar di Kepri, Antara Ilusi dan Kenyataan

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Persoalan di mana posisi kawasan labuh jangkar di Batam Bintan Karimun, masih jadi topik bahasan antara pemerintah pusat dan Pemprov Kepri. Dan, posisinya harus sesuai tata ruang laut Kepri.

Ini terungkap dalam video conference antara Luhut B Panjaitan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi dengan Sekdaprov Kepri TS Arif Fadillah tentang Pengelolaan Area Kelautan di Perairan Batam, Selasa (5/5/2020).

“Kami menetapkan kawasan labuh jangkar ini, sesuai dengan tata ruang dan arahan Menko Maritim dan Investasi,” ujar Arif, sebagaimana rilisnya kepada wartawan.

Namun, Arif tidak menyebutkan di mana posisi labuh jangkar itu.

Terkait labuh jangkar, suarasiber.com sebelumnya sudah merilis berita terkait hal ini. Bahwa, posisi kawasan industri maritim FTZA di Bintan Timur, sudah mati suri selama 13 tahun.

Kawasan itu mati suri bukan karena tidak ada calon investor, bukan juga karena besarnya biaya siluman yang harus disetor. Dan, bukan juga karena perizinannya yang rumit.

Namun, karena kawasan industri maritim itu dipagar oleh regulasi kawasan konservasi perairan (Perbup Bintan 2007). Sehingga, tidak mungkin dilalui kapal raksasa atau supertanker pembawa peti kemas.

“Ibaratnya, kita sudah bangun rumah di sebuah kawasan. Tapi, jalan masuk ke kawasan perumahan dilarang dilalui. Jadi, sampai kapan pun rumah itu tak mungkin bisa dijual. Karena, tidak ada jalan masuknya,” ujar Ing Iskandarsyah, Ketua Komisi II DPRD Kepri.

Dalam penelusuran redaksi, dampak mati suri pengembangan industri maritim FTZ di Bintan, adalah berkembangannya pelabuhan peti kemas di Singapura dan Malaysia (Tanjungpelepas).

Saat Singapura dan Malaysia untung besar dari pengelolaan kawasan perairannya, Indonesia umumnya dan Kepri khususnya serta Batam Bintan Karimun, gigit jari.

Hanya ilusi tentang potensi maritim yang terus menerus dikembangkan para penguasanya. Dan, hasilnya pun hanya teori di atas kertas.

Meskipun, Pemda sudah memodali berdirinya sejumlah BUMD yang teorinya bisa mengeruk keuntungan dari bisnis industri maritim.

Melalui rilisnya, Arif, juga menjelaskan salah satu poin hasil vicon itu. Bahwa,
Sekjen Menko Maves Agung Suwandono, menyatakan soal lego jangkar perlunya regulasi bersama.

Pengawasan Selat Malaka sudah ada perjanjian antara Malaysia, Singapura, Indonesia dan perlu diubah.

Sedangkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan ke depan harus dibikin sederhana saja. Jangan ada lagi perizinan banyak banyak. (mat)

Loading...