Ariyanto, Lurah Sang Pengubah Mindset

Loading...

DAIK (suarasiber) – Perubahan besar keempat yang akan dilakukan Alias Wello – M Nizar di tahun keempat kepemimpinannya, adalah membangun Daik Bandar Madani. Diyakini, pembangunan bandar (kota) ini akan mengubah landscape wajah Daik.

Pembangunan itu awalnya diprediksi akan sangat sulit. Karena, memerlukan lahan sekitar 50 Ha hingga 100-an Ha.

Di luar dugaan, hal tersulit itu (pengadaan lahan) justru menjadi faktor pendukung utama.

Pasalnya, warga justru dengan senang hati menghibahkan lahannya untuk Pemkab Lingga. Yang sudah dihibahkan luasnya sekitar 50 Ha, dan sekitar 100 ha lagi menyusul dihibahkan.

Semua itu tak terlepas dari pendekatan yang dilakukan Pemkab melalui Lurah Daik, Ariyanto. Pendekatan dari hati ke hati. Dari kedai kopi ke kedai kopi, dari masjid ke masjid.

Ariyanto mengubah mindset bahwa kantor lurah itu tempat sakral, yang tidak semua orang bisa datang. Kecuali, ada urusan.

Konsep itu sama seperti yang diterapkan Bupati Lingga Alias Wello, yang membebaskan siapa saja datang, dan masuk ke Gedung Daerah. Bahkan, menginap di kamar di Gedung Daerah Lingga juga bisa dinikmati siapa saja.

Ariyanto juga mengundang warga datang ke kantor lurah, untuk bertukar pikiran, selain bersilaturahmi.

“Ada yang cakap dah setua ini (usianya sekitar 70-an tahun) belum pernah diundang pemerintah. Baru kali inilah diundang pemerintah (ke kantor kelurahan). Datang hanya kalau mau urus sesuatu,” kata Ariyanto dalam perbincangan di Daik, Lingga, Minggu (17/2/2019).

Baca Juga:

Motor Tabrakan, Dua Pelajar Luka-luka

Ingin Hadiri Millennial Road Safety Festival 2019? Baca Prakiraan Cuacanya

Diundang datang ke kantor pemerintah, menjadi sebuah kebanggaan bagi warga. Apalagi dengan misi membahas rencana pembangunan kampung halamannya sendiri.

Konsepnya nyaris serupa dengan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). Bedanya, Musrenbang lebih formil, dan terkesan satu arah.

Sedangkan Ariyanto, lebih memberikan peran kepada warga untuk lebih aktif. Dan, tempatnya bisa di mana saja, kapan saja serta tanpa formalitas sama sekali.

“Bisa saja warga datang dengan celana pendek, dan bersandal jepit ke kantor (kelurahan). Tak ada masalah sama sekali, dan tetap kita sambut hangat,” jelas Ariyanto.

Walau begitiu, Ariyanto yang tengah mengampanyekan berbaju kurung di hari Jumat, berharap, khusus hari Jumat kalau bisa datang dengan baju kurung.

Itupun bukan sebuah keharusan. Tapi hanya sebuah imbauan. Agar, berbaju kurung bisa menjadi sebuah budaya nantinya.

Berkat upaya pendekatan dari hati ke hati itu, kini lahan untuk membangun Daik Bandar Madani pun mulai dilaksanakan. (mat)

Loading...