Pegon Didigitalkan, Bisa Diunduh di Smartphone

Loading...

Suarasiber.com – Penggunaan aksara Arab untuk mengekspresikan bahasa daerah/ lokal sudah berlangsung lama di Nusantara. Di Jawa, model tulisan ini disebut pegon (pego artinya menyimpang dari pola umum yang lazim diucapkan) (Kromopawiro, 1867:1). Dalam KBBI, pegon artinya aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa.

Di Sumatera dan Kalimantan Selatan, sebagian orang menyebutnya tulisan Arab Melayu, yakni aksara Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu/ Indonesia. Perbedaan penyebutan ini sudah diselesaikan dan disepakati dalam Kongres Aksara Pegon 2022 yang lalu.

Secara budaya, pegon merupakan keberhasilan akulturasi budaya Islam dan Nusantara. Artinya, pegon sebenarnya bukan hanya digunakan oleh orang Jawa saja. Orang Sunda, Sumatera dan Kalimantan dan daerah lainnya juga akrab dengan aksara ini. Meski awalnya banyak digunakan di Jawa.

Tradisi menulis dengan aksara Arab—sebagai aksara yang digunakan dalam sumber ajaran Islam—dikenalkan dan dipraktikkan secara masif oleh masyarakat. Di sisi lain, bahasa Jawa/ lokal tetap dikonservasi agar eksis dan tidak tercabut dari penuturnya. Aksara pegon terbukti mampu mewadahi seluruh ekspresi kebahasaan, baik dalam bentuk prosa maupun puisi (syi’iran/ nadhaman).

Secara politik, pegon bisa disebut sebagai aksara perlawanan saat bangsa ini berhadapan dengan kolonialisme. Mereka bukan hanya menjajah wilayah, tetapi juga menjajah budaya. Mereka membawa budaya dan aksara baru (aksara Latin dan Romawi) yang ditanamkan kepada penduduk jajahan. Pengajaran pada sekolah yang didirikan Belanda dengan menggunakan aksara Latin.

Sebagai pembeda, para ulama menggunakan pegon saat menyampaikan pelajaran dan pesan-pesan keagamaan untuk mengelabuhi penjajah yang pasti tidak paham dengan aksara Arab tetapi berbahasa Jawa. Tidak sedikit kitab yang ditulis dengan menggunakan aksara pegon.

Loading...