Pembentukan Provinsi Natuna Anambas, Mimpi yang Harus Digesa

Loading...

Sejak ide pertama kali pembentukan Provinsi Natuna bergulir pada 24 Februari 2020 lalu, nyaris setelah itu hampir tidak ada kegiatan yang berarti yang mendorong rencana pemekaran daerah yang terpisah dari Provinsi Kepulauan Riau tersebut.

Saat itu salah seorang dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Natuna, Umar Natuna, bersama 8 orang tokoh menggelar pertemuan terbatas terkait rencana besar mereka. Dari diskusi tersebut disepakati dibentuk Tim 9 yang terdiri dari Umar Natuna (akademisi), Wan Zawali (tokoh adat), Mustafa Sis (perwakilan MUI), Novain Pribadi (praktisi hukum), Ramayulis Piliang (jurnalis), Mustamin Bakri, Muhammad Erimudin, Raja Peni Adriani (tokoh perempuan) dan Haryadi Samsudin (dari tokoh pemuda).

Tim 9 ini merupakan cikal bakal pembentukan Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Khusus Kepulauan Natuna Anambas (BP3K2NA) yang dibentuk pada 14 Desember 2021 yang kini terus melakukan berbagai upaya perjuangan.

BP3K2NA ini kemudian melakukan berbagai pertemuan yang sifatnya lokal untuk merancang gerakan pembentukan Provinsi Khusus Kepulauan Natuna Anambas. Namun karena gerakan dan perjuangan masih belum begitu masif dan hanya bersifat lokal, belum memberikan pengaruh yang berarti bagi terealisasinya gagasan mereka.

Tahun 2023 ini perjuangan BP3K2NA seperti mendapat asupan bahan bakar baru setelah Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad SE MM dalam beberapa kesempatan memberikan dukungan penuh terhadap pembentukan provinsi di daerah Pulau Tujuh tersebut.

Bahkan Gubernur Ansar Ahmad menjamin, pihaknya akan jadi pihak pertama yang akan memberikan rekomendasi sebagai syarat terbentuknya Provinsi Khusus Natuna Anambas sebagai syarat ketentuan yang diminta oleh pemerintah pusat.

Perlu diketahui Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan dua wilayah yang secara undang-undang belum layak dimekarkan menjadi sebuah provinsi baru. Kabupaten Natuna yang memiliki luas wilayah 141.901,20 km2 yang terdiri dari 139.892,16 km2 perairan (lautan) dan 2.009,04 km2 daratan.

Artinya, Kabupaten Natuna sebagian besar berupa lautan. Kabupaten Natuna terdiri dari 15 kecamatan dengan 70 desa dan 6 kelurahan. Wilayah ini memiliki 154 pulau yang terdiri dari 27 (17,53 persen) dan 127 pulau (82,44 persen) tidak berpenghuni.

Kecamatan Serasan merupakan kecamatan yang memiliki jumlah pulau terbanyak yang belum berpenghuni, yaitu 30 pulau (23,62 persen dari pulau yang belum berpenghuni). Pulau-pulau di Kabupaten Natuna dikelompokkan menjadi dua gugusan, yaitu: Gugusan Pulau Natuna, terdiri dari pulau-pulau di Bunguran, Sedanau, Midai, Pulau Laut, dan Pulau Tiga. Gugusan Pulau Serasan, terdiri dari pulau-pulau di Serasan, Subi Besar, dan Subi Kecil. Terdapat 7 pulau terluar di Kabupaten Natuna, yaitu Pulau Kelapa, Pulau Subi Kecil, Pulau Senoa, Pulau Sekatung, Pulau Sebetul, Pulau Semiun, dan Pulau Tokong Boro.

Sementara itu Kabupaten Kepulauan Anambas yang dibentuk melalui UU Nomor 33 Tahun 2008 merupakan wilayah yang memiliki luas daratan 637,1 kilo meter persegi. Daerah ini memiliki total pulau 255 buah dengan sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Daerah ini sesuai data di BPS tahun 2022 terdiri dari 10 kecamatan yang meliputi Kecamatan Jemaja, Siantan, Jemaja Timur, Tarempa, Palmatak, Siantan Timur, Siantan Tengah, Siantan Selatan, Jamaja Barat dan Kecamatan Kute Siantan.

Kabupaten yang berada di wilayah Laut China Selatan ini merupakan daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Rp342.605.000 dan tertinggi se wilayah Pulau Sumatera. Wilayah yang memiliki jumlah penduduk 47,4 ribu jiwa (BPS Tahun 2020) ini menjadikan Tarempa sebagai pusat pemerintahan dan dikenal merupakan daerah perbatasan yang sangat eksotis.

Diperlukan Diskresi Presiden

Setiap keinginan pemekaran wilayah harus merupakan bagian representasi dari ketentuan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah yang telah dirubah beberapa kali diantaranya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 dan terakhir dirubah dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

UU Pemerintah Daerah tersebut mengatur mengenai pembentukan daerah yang disebutkan dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Seperti contoh persoalan pemekaran wilayah juga termasuk ke dalam ranah pembentukan daerah. UU Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan Undang-Undang tersendiri.

Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU Pemerintah Daerah yang berbunyi:

Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan Undang-Undang. Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan pejabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.

Sementara legislasi pemekaran wilayah tercantum dalam Pasal yang sama pada ayat (3) yang berbunyi:

Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Meskipun terdapat ketentuan yang mengatur tentang pembentukan daerah otonomi baru, namun terdapat syarat pembentukan Provinsi baru yang harus dipenuhi, diantaranya mengenai syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik kewilayahan. Untuk Provinsi syarat administrasi yang perlu dipenuhi terkait dengan adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi tersebut dengan persetujuan DPRD Provinsi dan Gurbenur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.

Sedangkan dalam Pasal 5 Ayat (4) UU Pemerintah Daerah mengatur syarat teknis dari pembentukan daerah otonomi baru yang meliputi: Kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, kependudukan, luas daerah, pertanahan, keamanan serta faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Secara administratif, sesuai ketentuan UU Nomo 23 Tahun 2014, untuk rencana pemekaran menjadi provinsi baru, wilayah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas harus dimekarkan terlebih dahulu menjadi beberapa kabupaten dan kota. Di Kabupaten Natuna bisa dimekarkan menjadi beberapa kabupaten dan kota diantaranya Kabupaten Natuna Barat, Natuna Selatan dan Kota Ranai. Sementara itu untuk Kabupaten Kepulauan Anambas untuk kebutuhan pemekaran bisa diusulkan pembentukan Kabupaten Anambas Utara, Kabupaten Jemaja dan Kota Tarempa.

Meski nantinya sudah terbentuk 6 kabupaten dan kota, daerah Natuna – Anambas sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014, secara administratif juga belum memenuhi syarat untuk dimekarkan menjadi Provinsi baru. Mengingat luas wilayah dan jumlah penduduk di dua wilayah ini sangat kecil dan tidak signifikan untuk pembentukan sebuah provinsi baru.

Untuk itu diperlukan diskresi kepala negara bagi upaya pembentukan Provinsi Khusus Natuna Anambas. Alasan kuat kenapa jalur diskresi lebih masuk akal dari pada pertimbangan lainnya, dikarenakan Natuna dan Anambas merupakan bagian wilayah terluar Indonesia yang harus mendapat perlakukan khusus.

Pembentukan Provinsi Khusus Natuna Anambas selain dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan, juga jauh lebih penting adalah menjaga kedaulatan negara dari intervensi asing.

Perlu diketahui, saat ini wilayah laut Natuna meski secara internasional sudah diakui menjadi wilayah resmi Indonesia tetapi masih jadi perebutan antara beberapa Negara seperti China, Thailand dan Vietnam. Konstelasi politik antar Negara yang terus memanas di wilayah laut Natuna tersebut seyogyanya menjadi perhatian pemerintah pusat.

Selain memperkuat keamanan dengan pengerahan alat tempur dan jumlah personil TNI serta kepolisian, diperlukan juga kebijakan khusus dengan pemekaran Natuna dan Anambas menjadi Provinsi Khusus yang merupakan perpanjangan tangan langsung pemerintah pusat di daerah.

Perlu dipahami juga, saat ini Markas Komando Gugus Tempur Laut I sedang dibangun di Selat Lampa Kabupaten Natuna. Guspurla I ini dipimpin oleh seorang TNI Jenderal Bintan Dua yang koordinasinya tidak selevel Bupati atau Walikota tetapi harus seorang Gubernur. Karena itu untuk pertimbangan keamanan dan mempertahankan kedaulatan Negara dari intervensi asing diperlukan kebijakan khusus Presiden dalam pembentukan Provinsi Natuna Anambas tersebut.

Dari sisi keamanan regional, wilayah laut Natuna selama ini selalu menjadi jarahan nelayan asing baik dari China, Thailand dan Vietnam. Mereka mengambil kekayaan Laut Natuna dengan peralatan canggih yang juga dilengkapi dengan persenjataan yang lengkap. Kebijakan khusus setingkat Gubernur, Kapolda, Danrem, dan jajaran setingkatnya sangat diperlukan untuk mengeliminir semua gangguan yang mengancam kedaulatan Negara di wilayah Laut Natuna.

Di sisi lain, Natuna dan Anambas dikenal di dunia memiliki cadangan minyak dan gas bumi tersbesar di Asia. Natuna memang memiliki banyak sumber daya alam (SDA) yang melimpah, khususnya di sektor energi. Proyek yang tengah dikembangkan yaitu Blok East Natuna yang memiliki kandungan minyak dan gas.

Cadangan gas di Natuna memang disebut sebagai yang terbesar di Indonesia yaitu sebesar 46,96 TSCF. Saat ini produksi gas di wilayah tersebut baru mencapai 489 MMSCFD. Sedangkan untuk minyak, Indonesia memiliki cadangan minyak di Natuna diperkirakan mencapai 36 juta barel dengan produksi saat ini sebesar 25 ribu barel per hari.

Dan saat ini, Negara China terus berupaya mempengaruhi dunia internasional tentang usahanya untuk memiliki wilayah Natuna dan sekitarnya karena potensi ekonomi yang sangat besar di daerah itu. Penguatan kebijakan khusus sangat diperlukan bagi Natuna dan Anambas agar kedaulatan RI tetap terjaga dan tidak terlepas seperti halnya nasib lepasnya Sipitan dan Ligitan dari Indonesia yang bagi sejarah kita begitu terasa menyakitkan.

Perkuat Lobi ke Senayan

Belajar dari pemekaran Papua yang akhirnya melahirkan tiga Provinsi baru di daerah itu yakni Provinsi Papua Selatan yang dibentuk berdasar Undang-Undang Nomor 14 tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan (UU 14/2022), Provinsi Papua Tengah berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah (UU 15/2022), dan Papua Pegunungan berdasarkan Undang-Undang No. 16 tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan, pihak BP3K2NA harus memperkuat lobi ke DPR dan pemerintah pusat.

Perlu diingat, pembentukan tiga Provinsi baru di Papua tersebut hanya memerlukan waktu 2,5 bulan karena seluruh tokoh masyarakat begitu intensif dan masif mendesak pemerintah pusat dan DPR. Langkah-langkah yang diambil para tokoh Papua dalam memperjuangkan pembentukan tiga Provinsi baru tersebut perlu diadopsi oleh para penggerak BP3K2NA kalau ingin Provinsi Khusus Natuna Anambas terbentuk.

Dukungan kuat Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad perlu direspon secara positif oleh pihak BP3K2NA dengan kerja yang berkelanjutan dalam melakukan lobi dan pendekatan ke pemerintah pusat. Kajian akademis juga sangat diperlukan agar pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya argumentatif, terukur serta rasional ikut memperkuat bagi kebijakan pemerintah pusat dalam menyetujui pembentukan Provinsi Khusus Natuna Anambas. ***

Penulis Sutono Saeran, Anggota Tim Percepatan Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau

Loading...