Memahami Anak Muda Melalui Aspek Pop Culture hingga Isu Kesehatan Mental

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber.com) – Era digital telah melahirkan generasi muda yang berkembang, tidak hanya sebagai pengikut, tapi juga sebagai pelopor. Mereka membentuk dan dibentuk oleh perubahan dunia dalam berbagai aspek, seperti mengadopsi dan menyesuaikan tren internasional, mendorong inovasi, hingga beraksi dalam isu perubahan iklim.

Narasi bersama Jakpat melakukan survei untuk mengetahui gambaran generasi muda Indonesia dalam merespon hingga mengubah lingkungan mereka di tengah era digital yang semakin berkembang.

Laporan yang melibatkan 2.482 responden yang dilakukan selama periode September-Oktober 2023 ini menunjukkan bagaimana mereka berinteraksi khususnya pada pop culture, ekonomi digital, isu lingkungan, dan isu kesehatan mental.

Survei ini adalah hasil kolaborasi bersama Narasi dari movement Bergerak, Bergerak, Berdampak yang berlangsung pada Minggu, 19 November 2023 di Graha Bhakti Budaya, Jakarta.

Generasi Muda dan Pop Culture

Hasil survei dengan fokus pada generasi Milenial dan generasi Z ini menunjukkan 56% responden khususnya dari kelompok usia 15-19 tahun, menunjukkan identifikasi terhadap pop culture sebagai pengikut setia atau followers tren terkini.

Namun, dari kelompok usia yang sama ini juga menunjukkan tingkat kekhawatiran yang lebih rendah atas dampak negatif dari pop culture, 3,09 untuk kelompok usia 15-19 tahun dibandingkan dengan 2,93 untuk kelompok 30-35 tahun.

“Mayoritas generasi muda adalah followers pop culture, dan hanya sebagian kecil yang menjadi trendsetter. Fakta inilah yang menjadi dasar bagi perusahaan, brand, sampai tokoh dan partai politik untuk mengadaptasi isu-isu tren terkini dalam rangka merangkul generasi muda. Di sisi lain, hal ini menjadi tantangan bagi generasi muda untuk bersikap lebih kritis, dan bisa mengidentifikasi benefit dari sebuah produk, ataupun komitmen dari caleg atau capres, yang seringkali tersembunyi di balik tren budaya pop tersebut,” ucap Head of Research Jakpat, Aska Primardi, seperti dituliskan dalam rilisnya kepada suarasiber.com.

Ekonomi Digital dan Kewaspadaan

Sebesar 18% dari semua responden menunjukkan partisipasi yang sering terhadap kegiatan yang berkaitan dengan tren ekonomi digital, lalu 37% untuk sesekali, dan 45% tidak pernah.

Generasi muda yang melekat akan interaksi digital ternyata menunjukkan kekhawatiran terhadap risiko dalam tren ekonomi digital saat ini. Khususnya pada kelompok responden laki-laki usia 25-29 tahun (35%) yang khawatir akan ancaman hilangnya peluang kerja yang timbul akibat perubahan yang cepat dalam ekonomi dan teknologi.

Kelestarian Lingkungan

Perempuan dengan Status Ekonomi Sosial (SES) yang lebih tinggi memiliki sikap deklaratif yang kuat terhadap lingkungan dengan 70% nilai rata-rata dalam hal pengetahuan dan minat, 65% aktif dalam kegiatan lingkungan dan 75% mendukung bisnis hijau. Selain itu, perempuan kelas menengah juga menunjukkan 60% aktif dalam kegiatan lingkungan dan 70% mendukung bisnis hijau.

Dari segi praktik berkelanjutan menunjukkan seperti konservasi energi (55% untuk perempuan, 48% untuk laki-laki); kendaraan listrik (40% untuk perempuan, 35% untuk laki-laki); green investment (32% untuk perempuan, 26% untuk laki-laki); dan transisi energi (33% untuk perempuan, 25% untuk laki-laki).

Anak Muda dan Isu Kesehatan Mental

Dari semua usia dan gender menunjukkan partisipasi yang tinggi terhadap gerakan kesehatan mental, mulai dari usia 15-19 tahun (73%), usia 20-24 tahun (72%), usia 25-29 tahun (76%), dan usia 30-35 tahun (79%).

Selain itu, 86% dari semua responden menunjukkan bahwa media sosial sebagai saluran utama dalam mengakses informasi mengenai kesehatan mental.

“Mayoritas responden di usia muda ini sudah aware tentang pentingnya aspek kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak merasa malu lagi untuk mengakui bahwa dirinya memiliki masalah mental, dan mulai berinisiatif untuk mencari solusinya, baik yang berbentuk self-therapy ataupun melalui psikolog atau psikiater. Indikasi ini bisa dilihat juga dari tumbuhnya platform, web, atau aplikasi yang memberikan pelayanan kesehatan mental,” jelas Aska. (***)

Loading...