Kami Nelayan, Berat Nak Bayar Sewa, Bagilah Sebidang Tanah kalau Harus Digusur

Loading...

Pada tahun 1995, itu berarti 27 tahun silam, Rahmat mengaku mendapatkan amanat untuk menjaga lahan seluas 1,5 hektare di Seijang, Tanjungpinang. Lokasinya yang berada di bibir pantai cocok dengan pekerjaannya, nelayan.

Dari beberapa rumah, kini ada 11 rumah yang dibangun berdekatan dengan rumah Rahmat. Rumah-rumah tersebut masih milik keluarganya.

“Ada sebelas kepala keluarga yang mendiami lahan ini,” tutur Rahmat saat ada pejabat mengecek lahan yang ditempatinya, Selasa (4/1/2022).

Kedatangan pejabat tentu bukan hal yang sering dialami Rahmat. Siang itu yang datang Kepala Kejaksaan Negeri Bintan, I Wayan Riana dan Komisaris BUMD Bintan PT Bintan Inti Sukses, Hafizar serta sejumlah staf.

Mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih, berkopiah dan bersarung, Rahmat berbincang dengan Wayan juga Hafizar.

Lelaki yang kini berusia 80 tahun ini menjelaskan asal muasalnya bagaimana bisa membangun rumah di atas lahan milik Pemkab Kepri itu.

“Saya hanya menjaga lahan ini sejak tahun 1995. Dahulu, lahan ini dibangun pasar ikan dan pasat sayur,” ungkapnya.

Ia lantas menyebut nama Gubernur Kepri, H Ansar Ahmad sebagai tokoh penting di balik keberaniannya mendirikan bangunan di atas lahan yang masih menjadi aset PT BIS.

“Waktu itu Pak Ansar masih Kabag Ekonomi di Pemkab Kepri. Beliaulah yang memberikan amanat kepada saya untuk menjaga lahan ini,” lanjut Rahmat.

Tak ada amanat transaksional dengan permintaan tersebut, Rahmat tidak mendapatkan gaji sepeser pun. Yang dipegangnya ialah, ia menjalankan amanat Ansar. Ia hanya menjaga, dan sekarang yang tinggal pun semua anak cucunya.

Rumah yang ada di atas lahan PT BIS pun beragam, sebagian sudah semi permanen. Namun Rahmat memastikan seluruh patok lahan pemerintah itu tidak bergeser dan masih utuh.

Rahmat sadar lahan yang ditempatinya bukan milik sendiri. Itu lahan pemerintah yang sewaktu-waktu bisa diminta. Ia paham, bisa saja kenangan puluhan tahun bersama keluarga besarnya kelak hanya cerita. Ia harus pindah.

“Kalau harus membayar sewa rasanya berat. Keluarga kami di sini hanya nelayan, berat nak bayar sewa,” tuturnya lirih.

Rahmat berharap, ada perhatian pemerintah dan pejabat terkait atas berdirinya rumah yang ditempatinya itu. Secara pribadi, ia meminta sebidang tanah kalau harus digusur dari rumahnya yang sekarang.

“Bagilah kami sekeping (sebidang) tanah buat bangun rumah kalau harus digusur,” pintanya. Sungguh-sungguh. Serius.

Ungkapan tadi disampaikannya usai Komisaris PT BIS, Hafizar mengatakan akan melakukan kajian terlebih dahulu soal aset BUMD Bintan,

“Bisa saja nanti ada tarif sewa, tapi mau dilakukan kajian dulu,” katanya.

Sebagai perusahaan daerah, aset yang dimiliki harus bisa dioptimalkan sebagai sumber pendapatan daerah. Lantaran lahan tersebut sudah ditempati Rahmat dan keluarganya sejak lama.

Maka kebijakan yang akan diambil nanti, tetap mempertimbangkan berbagai aspek.

“Karena kalau dibangun perumahan seperti didaerah Pengudang, lahan disini kalau air pasang banjir. Kalau mau ditimbun tentunya kami melihat dampak ke lingkungan sekitar nanti seperti apa. Makanya nanti akan dilakukan kajian terlebih dahulu sebelum diputuskan,” terangnya.

Saat rombongan pejabat pulang, Rahmat masih berdiri menatap rumahnya. Lalu mengarahkan pandangannya ke lautan.

Ia menghela nafas. Dalam sekali. ***

Editor Nurali Mahmudi

Loading...