Tantangan HKm Sei Pulai untuk Mengatasi Krisis Air di Tanjungpinang

Loading...

Oleh: Yeprizal SSi

Alumni FMIPA Unri-Pekanbaru. Pemerhati Ekonomi Sosial Berbasis Lingkungan

SEJAK sekitar sepuluh tahun terakhir, setiap musim kemarau, pemerintah dan pihak terkait dihadapkan dengan masalah krisis air baku, sumber air bersih. Kini di tengah pandemi Covid-19, bertambah lagi krisis ekonomi sosial.

Ketika bicara air, waduk Sei Pulai pun menjadi sasaran akar permasalahan. Rapat adalah jalan terbaik bagi pemangku kebijakan, untuk menyampaikan upaya mencari solusi krisis air bersih. Masyarakat pun menanti akan janji kebijakan itu.

Tuntutan atau desakan untuk memenuhi permintaan air bersih begitu tajam, sampai memasuki musim hujan. Tatkalah musim hujan, air waduk Sei Pulai mulai terisi. Tuntutan pun mulai reda.

Tak bisa dipungkiri, hutan Sei Pulai merupakan hutan resapan air waduk sebagai sumber utama air baku, untuk kebutuhan air bersih masyarakat Tanjungpinang.

Sebelum memasuki tahun 2006, stok air baku di Sei Pulai tak bermasalah. Saat itu, permintaan masih sedikit. Perumahan semakin banyak, permintaan semakin bertambah.

Dan kini, tercatat tak kurang dari 12.000 pelanggan yang disuplai oleh Perusahan Daerah Air Minum Tirta Kepri, setiap harinya. Jumlah pelanggan itu dipompa dari air waduk Sei Pulai.

Kerusakan Lingkungan

Tak ayal, persoalan air merupakan masalah krusial karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Belakangan ini terjadi aktivitas yang telah merusak lingkungan.

Tak cuma faktor perkebunan sawit yang memerlukan serapan air tanah yang cukup banyak. Faktor lain pun sering terjadi. Mulai kebakaran hutan, perambahan atau penebangan pohon-pohon oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Sampai dengan aktivitas sejumlah oknum masyarakat di kawasan hutan lindung, di wilayah Kabupaten Bintan. Mata siapa pun akan selalu tertuju di hulu Sei Pulai, ketika melintasi perkebunan Tirta Madu menuju jalan Lintas Timur.

Aktivitas-aktivitas itu tentu berdampak terhadap kawasan, menjadikan hutan Sei Pulai kian tandus. Dan berakibat terhadap ketersediaan air pada waduk Sei Pulai yang dijadikan sumber air bersih, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Tanjungpinang.

Dari hasil pengecekan, pada saat musim kemarau panjang, debit air di waduk mengalami penurunan atau penyusutan mencapai lebih dari 50 persen, dari kondisi normal.

Dalam keadaan normal debit air viasat berkisaran 4,7 meter. Sementara saat ini, hanya tersisa kurang dari 2 meter saja.

Meski hujan terjadi beberapa kali dalam seminggu di awal curah hujan tinggi sekarang, tidak berpengaruh terhadap penambahan air baku di waduk tersebut.

Karena waduk bersifat hanya menadah air, dan tidak ada mata air di kawasan hutan lindung Sei Pulai. Tentu lah ekosistem untuk resapan air, terganggu. Hal inilah yang memaksa PDAM Tirta Kepri melakukan penjadwalan pelayanan untuk pelanggan.

Selain upaya pemerintah melalui kebijakan PDAM Tirta Kepri itu, pada tahun 2006 sebenarnya telah dimulai upaya penghijauan yang dilakukan oleh kehutanan.

Rehabilitasi Hutan Lindung

Dan pada tahun 2016, upaya serupa juga dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, melalui Balai Pengelolaan DAS Kepri melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap kawasan yang berada di sekitar Sei Pulai.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendata warga yang melakukan kegiatan pertanian, untuk dilibatkan dalam Rehabilitasi Hutan Lindung.

Pada tahun itu juga kegiatan Rehabilitas Hutan Lindung Sei Pulai dilaksanakan seluas lebih kurang 150 hektare, dengan melibatkan masyarakat di sekitaran kawasan hutan Sei Pulai. Saat itu, masyarakat dibagi 3 kelompok, untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

Satu dari tiga kelompok RHL tersebut yaitu kelompok RHL Sumber Rezeki, dengan luas wilayah pekerjaan rehabilitasi hutan lindung seluas 50 hektare.

Kegiatan RHL Sei Pulai dilaksanakan tiga tahapan, dengan waktu pelaksanaan 3 tahun berjalan. Setiap tahunnya dilakukan pemantauan dan evaluasi.

Pada pertengahan dari kegiatan RHL tepatnya pada akhir tahun 2017, kawasan yang dikelola kelompok RHL Sumber Rezeki diusulkan ke Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, sebagai kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm).

Hutan Kemasyarakatan

Pada bulan September 2018, maka ditetapkanlah KTH Sumber Rezeki sebagai pemegang izin kelola kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) itu.

Pengusulan ini didasarkan kondisi kawasan yang secara aspek ekologis, aspek sosial, dan ekonomi sangatlah perlu dikelola dengan baik dan serius. Tentunya ini sesuai dengan amanat Undang Undang, bahwa masyarakat diberi hak kelola.

Seperti yang tertuang pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor P.83/menlhk/setjen/kem.1/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Dan kini, kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kelompok Tani Hutan (KTH) Sumber Rezeki merupakan satu-satunya Perhutanan Sosial (PS) yang ada di Pulau Bintan.

HKm ini terletak di RT04/RW10 Kampung Sumber Rejo Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang. Kawasan ini termasuk hutan di waduk Sei Pulai yang berada di wilayah Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Izin pengelolaan kawasan HKm KTH Sumber Rezeki ini diterbitkan pada tahun 2018, melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.5964/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 tentang Penetapan Kelompok Tani Hutan, dengan luas kawasan kelola 56 hektare, dari luas keseluruhan hutan lindung Sei Pulai 756,11 hektare.

Kurang Sosialisasi

Hanya saja, kebijakan pemerintah RI ini sangat jarang disosialisasikan pemerintah kota, maupun dari pihak terkait lainnya.

Kebijakan pemerintah pusat ini merupakan perwujudan kebijakan pemerataan ekonomi melalui reforma agraria, yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan dengan penetapan target akses kelola 12, 7 juta hektare selama 35 tahun.

Dengan diberinya izin pengelolaan untuk pemanfaatan kawasan ini, terbentuk lah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).

Seperti yang sudah ada KTH Sumber Rejeki, sebagai KUPS yang bergerak di bidang usaha pertanian atau agroforestri, dan KUPS di badang usaha budi daya ikan tawar atau silvofishery.

Para pengurus dan anggota KUPS dari HKm ini benar-benar dibina, untuk memahami tentang pentingnya pengelolaan kawasan hutan secara bersama dan serius.

Sudah acap sekali, para pengurus dan anggota KUPS dan HKm ini, diberikan pelatihan oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Bahkan pelatihan sudah mencapai tingkat regional. Seperti pelatihan pendampingan Perhutanan Sosial Pascaizin tahun 2020 yang dilaksanakan BDLHK Pekanbaru, kepada angkatan ke-3, baru-baru ini.

Dalam setiap pelatihan dan pembinaan, pengurus dan anggota KUPS dari HKm didampingi mulai dari menjaga fungsi kawasan hutan sebagai konservasi.

Untuk resapan air waduk Sei Pulai, fungsi lingkungan hidup untuk menjaga keseimbangan alam, serta memberikan manfaat ekonomi sosial, bagi seluruh anggota KTH dan masyarakat luas secara berkelanjutan.

Solusi Krisis Air Baku

Dalam pengelolaan, KUPS dari HKm ini dibina dan didampingi dalam penataan areal yang tepat. Misalnya, dalam menentukan areal yang cocok ditanami tanaman produk pertanian (hortikultura), dan areal yang cocok untuk budi daya ikan tawar.

Karena dengan adanya tambak atau kolam ikan, itu merupakan langkah yang tepat untuk sebagai kanal yang dijadikan sebagai wadah penampungan air, ketika pada musim curah hujan cukup tinggi.

Di sisi ekonomi dan sosialnya, tentu ini meningkat taraf pendapatan warga yang mampu mengurangi kemiskinan, dan bahkan menambah serapan tenaga kerja. Apalagi di saat sekarang. dalam situasi pandemi Covid-19.

Ke depannya, KTH Sumber Rejeki bisa mengembangkan kawasan agrowisata, setelah tanaman perkebunan sudah mencapai usia produksi.

Hasil perkebunan bisa dikelola dengan mengkombinasikan permainan bagi petualang. Kawasan ini menjadi hutan dan area pertanian dengan konsep wisata.

Dengan sendirinya, keberadaan KUPS maupun KTH dari HKm Sei Pulai ini akan menjadi solusi atau menjawab persoalan untuk mengatasi krisis air, serta meningkatkan ekonomi sosial.

Hanya saja, selama ini pemerintah sangat minim menyosialisasikan dari konsep KUPS, KTH maupun HKm Sei Pulai ini.

Menurut saya sebagai penulis, sudah saatnya pemerintah daerah bersinergi dengan pemerintah pusat serta pihak luar lainnya, untuk memberikan dorongan atau stimulan (rangsangan).

Guna mewujudkan hutan lestari masyarakat sejahtera, dengan adanya izin kelola Perhutanan Sosial yang berbentuk ini. Dan, HKm ini sekaligus menjawab  tantangan untuk mengatasi krisis air di Sei Pulai, sekaligus meningkatkan ekonomi sosial berbasis lingkungan. *** 

Loading...