Purwanto Dulu Kirim Keluarga Pakai Duit Utang, Kini Sukses Ajak 4 Saudaranya Berdagang

Loading...

Suarasiber.com – Perjalanan dan kisah sukses Purwanto, bos ayam goreng asal Cilacap, Jawa Tengah di Tanjungpinang, Kepri, tak lepas dari mimpi. Mimpi mengubah nasib ke Malaysia sebagai TKI (sekarang disebut Pekerja Migran Indonesia atau PMI).

Tahun 2000 silam, setelah mengadu nasib di Jakarta, Purwanto pamit ke keluarganya untuk berangkat ke Malaysia. Di Malaysia ia bekerja sebagai kuli bangunan dengan janji upah 700 Ringgit Malaysia. Nyatanya ia hanya diupah 450 Ringgit Malaysia.

Uang sejumlah itu hanya cukup untuk makan sehari-hari, sementara ada seorang istri dan dua anak yang harus dinafkahinya. Meski kontrak dua tahun, baru 8 bulan akhirnya Purwanto kabur ke tekong lain.

“Selama setahun saya hanya mampu kirim uang ke istri saya sekali, itu juga utang sama teman,” ujar Purwanto di Batu 5, beberapa waktu lalu.

Tak kuas dengan kondisi itu, Purwanto membayar polisi agar dipulangkan ke Indonesia. Ia memilih cara ini ketimbang risiko dipenjara di Malaysia.

Rupanya ia terdampar di Selatpanjang. Ada beberapa TKI yang diangkut pakai kapal pompong bersamanya. Sekian lama bekerja apa adanya, ada tekong nawari masuk lagi ke Malaysia.

Purwanto pun dibawa ke Tanjungpinang. Namun sampai 3 tahun ia belum juga berangkat. Selama itu ia tinggal di rumah tekong. Untuk makan ia bantu bersih-bersih rumah tekongnya.

Berharap mendapatkan uang masuk, ia jualan es campur pakai gerobak. Sewa gerobakya Rp5 ribu, ia harus menyusuri jalan-jalan Tanjungpinang. Lama-lama ia menjadi langganan anak sekolah. Namun ujian belum berakhir, setahun kemudian gerobaknya diminta pemiliknya.

“Karena saya sudah punya pelanggan di sekolah, akhirnya pemilik gerobak jualan es sendiri,” Purwanto mengenang.

Akhirnya Purwanto masuk lagi ke Malaysia. Pekerjaannya masih sama, buruh bangunan. Nasibnya kini ebih tragis, upahnya dibawa kabur mandor dan ia tak mendapatkan gaji. Begitu ada uang untuk ongkos kapal, pulanglah Purwanto ke Tanjungpinang.

Modal Rp2,5 Juta

ayam-goreng-tanjungpinang-1
Karyawan Brown Chicken tengah bekerja di lapak Simpang Jalan Pemuda. Foto – istimewa

kembali luntang-lantung, Purwanto akhirnya ikut bekerja membangun rumah seorang warga yang disebutnya Pak Yadi di Telukbakau. Selama 2,5 bulan bekerja ia mendapatkan Rp2,5 juta. Itulah modalnya untuk mengawali jualan ayam goreng (krispi).

Hanya butuh waktu 3 bulan untuk mengumpulkan modal hingga Rp20 juta lebih. Dari kontrakannya di Batu 3 Purwanto mengayuh sepeda onthelnya ke samping Zoom Swalayan, Jalan Pemuda.

Hari pertama jualannya langsung ludes. Dari 3 ekor, naik menjadi 4 ekor dan hanya dalam waktu satu minggu Purwanto bisa menghabiskan 20 ekor ayam sehari. Harga ayam gorengnya kala itu dada Rp5 ribu, paha Rp4 minggu, sayap Rp3 ribu.

Harga tepung sekilo masih Rp5 ribu, ayam Rp15 ribu, minyak goreng Rp5 ribu. Sekarang harga ayam sekilo sudah Rp35 ribu, minyak 12 ribu tetapi harga ayam goreng Purwanto hanya naik satu kali. Dari Rp5 ribu ke Rp7 ribu.

Tiga bulan ia bisa melunasi sepeda motor. Sisanya dipakai untuk memboyong keluarganya ke Tanjungpinang.

Saat ini, Purwanto tidak sukses sendirian. Ada 4 adik kandungnya yang juga mengikuti kesuksesannya, meski tidak semuanya menekuni ayam goreng.

Mereka tersebar di beberapa tempat di Tanjungpinang. Dari materi, Purwanto dan aik-adiknya kini sangat berkecukupan. Sebagai gambaran, ada salah satu adiknya yang mampu menyewa ruko Rp50 juta per tahun untuk usahanya.

“Aris jualan kelapa bakar, Mulyono ayam goreng, Soleh dekat Rimba, Sugi membantu mamak juga jualan,” sebut Purwanto.

Sebuah perjalanan yang tidak mudah. (nunung)

Loading...