Antara Alias Wello, Ransel, dan Dayang-dayang

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Adalah biasa, jika bupati, wali kota atau gubernur menikmati fasilitas Very Very Important Person (VVIP). Yang jika berangkat dinas luar (DL) atau dinas dalam (DD), diiringi banyak “dayang-dayang”.

Ada yang bagian mengurus tiket pesawat, hotel, baju dinas, protokol acara, humas, pembawa tas, dan lain-lain. Bahkan, kalau perlu satu kapal dibawa untuk mengurus segala keperluan, dan keinginan sang kepala daerah.

Tinggal duduk manis, dan mainkan jari telunjuk saja semua sudah tersedia. Tak perlu khawatir akan menguras kocek sang kepala daerah.

Karena, masing-masingnya sudah dibekali Surat Perintah Tugas (SPT). Yang berarti semua biaya “dayang-dayang” sudah ditanggung negara.

Termasuk, dengan uang saku hariannya, yang jumlahnya dihitung per hari. Dan, ketinggian jabatan serta golongan. Semakin lama DL, semakin besar uang saku yang mereka terima.

Itu gambaran untuk sebagian kepala daerah. Ada juga kepala daerah yang tidak memerlukan uang saku dari DL-nya. Dan, tak perlu membawa seorang pun. Apalagi, membawa “dayang-dayang” saat DL.

Bupati yang satu ini ke mana-mana lebih suka sendirian. Maklum, latar belakangnya pengusaha, jadi terbiasa segalanya serba cepat, simpel dan tak pakai ribet.

Geraknya serba cepat, walau dia baru selesai menjalani sebuah operasi kaki. Dia juga tak peduli harus naik taksi yang pendinginnya macet. Atau, harus makan di kedai kecil di tepi jalan yang panas terik.

Dia pun tak peduli dengan hotel banyak bintang. Baginya, asal bisa merebahkan badan sudah cukup. Cukup dengan hotel melati bertarif Rp230 ribu.

Itu bukan katanya! Tapi saya alami sendiri saat seperjalanan dengan Alias Wello, Bupati Kabupaten Lingga. Saya lihat sendiri Alias Wello yang biasa disapa AWe, memencet ponselnya untuk memesan tiket pesawat.

Juga saat mencari hotel di Batam. Karena, penerbangan pagi tak bisa dikejar dengan kapal feri dari Tanjungpinang. Semua biayanya dari koceknya sendiri.

“Kabupaten Lingga masih perlu banyak duit, untuk membangun. Sangat banyak sekali. Yang seperti ini (biaya perjalanan dinas), kite sendiri je laa,” kata AWe, sembari tersenyum.

Gerak serba cepat menuntut segalanya harus simpel. Itu juga yang membuatnya selalu membawa tas ransel di punggungnya. Semua keperluannya ada di dalam ransel berwarna coklat.

Selain ransel, yang selalu melekat di badannya ketika bepergian, adalah celana jins, dan kaus berkerah. Itu ciri khasnya saat berangkat naik moda transportasi apapun.

“Daya tahan tubuhnya luar biasa. Seakan tak punya pusar,” ujar staf khusus AWe, Ady Indra Pawennari yang kerap mendampingi AWe, dan juga dengan biaya pribadi.

Di perjalanan dengan speedboat dari Lingga ke Batam, dan ombak sedang lumayan tinggi pun tak berpengaruh bagi AWe. “Tancap,” perintahnya ke pilot speedboat.

Hantaman ombak ke dinding speedboat bermuatan untuk 10 orang, cukup membuat badan pegal. Menaikkan asam lambung, dan memusingkan otak. Alias Wello? Dia tidur di tengah guncangan speedboat itu.

Ada kejadian unik saat dalam perjalanan dari hotel ke Bandara. Tiba-tiba AWe merasa tak enak badan. Tanpa mengeluh dia berkata ke sopir, “Pak, nanti kalau ada apotek atau toko obat berhenti dulu ya. Mau beli Bodrex!”

Serba cepat, serba praktis, dan tak mau memanfaatkan aji mumpung. Untuk menikmati fasilitas VVIP sebagai bupati. Baginya, yang penting bagaimana membangun Kabupaten Lingga sebaik mungkin.

“Siapa lagi yang nak membangun kampung halaman kita, kalau tidak kita sendiri, kan?” ujar AWe yang dilahirkan di Pulau Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri. (mat)

Loading...