Pemkab Bintan Hidupkan Kembali Lumbung Pangan

Loading...

Suarasiber.com – Pemerintah Kabupaten Bintan melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian menyerahkan dua lumbung pangan untuk warga Desa Toapaya Utara dan Desa Pangkil, Rabu (12/1/2022).

Lumbung pangan ini merupakan lanjutan dari upaya Pemda menjaga stabilitas ketersediaan pangan di Bintan.

Bantuan diserahkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Adi Prihantara. Lumbung pangan diserahkan kepada Gapoktan Agri Bangun Jaya dan Gapoktan Mitra Bahari.

Dijelaskan Adi, Lumbung Pangan Masyarakat merupakan kegiatan pengembangan cadangan pangan dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan masyarakat terhadap kerentanan atau kerawanan pangan.

“Persoalan pangan tidak sekadar tanggung jawab pemerintah, melainkan butuh keterlibatan masyarakat langsung sebagai pembangun utama,” ungkap Adi.

Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 33 Ayat 2 tentang Pangan, Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan cadangan pangan sesuai dengan kearifan lokal.

“Lumbung pangan ini untuk keseriusan kita, jangan sampai ada kerawanan pangan di Bintan. Wilayah yang produktif pangan atau tidak harus sama-sama terbebas dari kerentanan pangan,” pesan Adi.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Bintan, Khairul menyebutkan lumbung pangan untuk warga Desa Toapaya Utara dan Desa Pangkil bukan yang pertama.

Sudah ada lumbung pangan sebelumnya, yakni di Poyotomo sebagai contoh lumbung di wilayah produksi. Sementara yang di Desa Dendun sebagai contoh bagi daerah yang dikhawatirkan rentan ketersediaan pangan.

“Selain ketersediaan pangan yang stabil, kehadiran Lumbung Pangan diharapkan bisa menekan harga pangan itu sendiri. Bahkan kalau bisa, kumpulkann semua produksi pangan yang ada di Lumbung ini untuk dikelola oleh Gapoktan baru kemudian didistribusikan ke pasar,” Adi memberikan masukan.

Lumbung Pangan di Indonesia

Melansir katadesa.id, istilah lumbung pangan sebenarnya sudah dikenal sejak lama di Indonesia. Kelembangaan lumbung yang dikenal ini memang umumnya fokus pada lumbung padi.

Muchjidin Rachmat dkk dalam jurnal Neliti (2011) berjudul “Lumbung Pangan Masyarakat: Keberadaan dan Perannya dalam Penanggulangan Kerawanan Pangan,” menyebut keberadaan lumbung padi sama tuanya dengan sejarah padi di Indonesia.

Bagi masyarakat desa saat itu, lumbung merupakan tempat penyimpanan hasil panen dan tempat cadangan pangan sampai masa panen berikutnya.

Pada awalnya, lumbung pangan merupakan lumbung pribadi. Namun dalam perkembangannya, lumbung ternyata juga dibutuhkan oleh warga desa.

Dari situ kemudian berkembanglah menjadi lumbung desa. Muchjidin menyebut, jejak lumbung ini bisa ditemui di Candi Lumbung, Magelang, Jawa Tengah. Candi yang dibangun sekitar tahun 874 masehi menunjukkan bukti sejarah bahwa pada masa kerajaan dahulu lumbung sudah ada.

Dalam sejarah tercacat pula adanya Bank Priyayi yang didirikan oleh Patih Purwokwerto Raden Aria Wiria Atmadja pada tahun 1896.

Bank Priyayi ini konon menjadi cikal bakal berkembangnya lumbung desa dan lembaga pembiayaan. Dari Jawa Tengah, lumbung kemudian berkembang ke daerah Jawa Barat dan beberapa daerah yang menjadi sentra produksi padi.

Dalam perkembangannya, lumbung pangan tidak hanya berperan sebagai gudang pangan untuk mengatasi masalah kekuranganpangan pada masa paceklik dan bencana, tapi juga berkembang menjadi kelembangaan pembiayaan yang melayani kebutuhan modal dan sarana produksi masyarakat.

Menurut Muchjidin, lumbung pangan mengalami perkembangan pesat pada tahun 1930an sewaktu masa krisis ekonomi dunia (malaise).

Pasca kemerdekaan, pemerintah juga mengembangkan beberapa kebijakan pengembangan cadangan pangan. Pada tahun 1969, pemerintah Orde Baru mengeluarkan Inpres Bantuan Pembangunan Desa mendukung pengembangan lumbung desa. Program itu memungkinkan dibangunnya banyak lumbung desa di berbagai wilayah di Indonesia.

Secara tradisional lumbung berfungsi sebagai tempat menyimpan dan meminjam bahan pangan. Pola simpan pinjam yang berlaku umumnya masih berdasarkan kaidah sosial tanpa mencari keuntungan.

Keikutsertaan anggota masyarakat dalam lumbung lebih ditujukan dalam rangka saling menolong dalam menangani kondisi kekurangan pangan pada saat paceklik.

Anggota lumbung dapat meminjam pangan sampai volume tertentu sesuai dengan kesepakatan dan pengembalian pinjaman umumnya pada saat panen dengan jumlah yang telah disepakati.

Karena sifatnya sosial, pembayaran atas pinjaman hanya dikenai bunga yang besarnya juga sesuai kesepakatan bersama.

Kini, ketika FAO memberi peringatan akan krisis pangan, Indonesia mulai bersiap untuk membangun lumbung pangan skala nasional.

Harapannya, dari lumbung itu, jika suatu ketika terjadi paceklik, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Pemerintah pusat pun menginginkan adanya lumbung nasional. Pada 9 Juli 2020 lalu, Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau yang kini disiapkan menjadi lumbung pangan nasional.

Di Kapuas, pemerintah membuat lumbung pangan di lahan seluas 20.702 hektare. Dari jumlah itu, lahan yang telah tergarap mencapai 5.840 hektare. Tak hanya pertanian saja, tapi juga akan mengintegrasikan dengan perkebunan dan peternakan. (eko)

Editor Yusfreyendi

Loading...