Joni Lausu, Pintu Masuk Bongkar Jaringan Mafia Tanah di Bintan

Loading...

Suarasiber.com – Nama Joni Lausu (65), warga Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau ini, bukanlah siapa-siapa. Bahkan, namanya pun nyaris tak dikenal di lingkungan tempat tinggalnya. Tapi, dalam jaringan mafia tanah di Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, kemunculannya patut diperhitungkan.

Nama pria berdarah Bugis kelahiran Manado itu, tiba-tiba menjadi fokus perhatian sejumlah pihak yang selama ini menikmati keuntungan dibalik praktek jual beli tanah milik orang lain di Gunung Kijang, Bintan. Apalagi, setelah PT. PLN Persero mengumumkan akan membangun PLTU 2 x 100 MW di daerah tersebut.

Pemilik sebidang tanah seluas 17.202 M2 di Kampung Melayu, Desa Gunung Kijang itu, tak pernah berpikiran suatu hari nanti tanahnya bakal dirampok. Sebab, dia sudah mengantongi Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor : 195 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau (saat ini Bintan), tanggal 21 November 1996.

Namun, pikiran Joni jadi galau setelah bertemu dengan Novi dan Dessy yang datang ke rumahnya pada hari Rabu, (29/5/2019) lalu. Keduanya, mengabarkan bahwa tanah Joni yang berbatasan dengan Abdul Rahim dan Asiang atau PLTU Galang Batang itu, telah dipasangi pagar seng oleh orang tak dikenal.

Keesokan harinya, Joni bergegas menuju ke lokasi tanahnya. Ternyata, apa yang disampaikan Novi dan Dessy benar adanya. Tanah yang diperolehnya dari Nuba melalui Surat Perjanjian Ganti Rugi yang ditandatanganinya pada tanggal 29 Juni 1985, sudah dipagari seng berwarna coklat yang membuatnya tak bisa leluasa masuk ke lokasi tanahnya sendiri.

Joni terus berusaha mencari tahu, siapa yang memagar tanahnya? Pikirannya sudah kemana-mana. Jangan-jangan sertipikat tanah yang disimpannya baik-baik di lemari, juga sudah tidak terdaftar lagi atau sudah dihapus datanya di Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan.

Saat-saat pikirannya galau itulah, Joni teringat nama seseorang yang pernah dikenalnya sebagai wartawan yang bertugas di Tanjungpinang pada awal tahun 2000-an. Ia adalah Ady Indra Pawennari. Joni mengenal Ady karena sering berinteraksi di komunitas Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS).

Lapor Polisi

Melalui Ady, Joni meminta bantuan untuk mendampinginya membuat Laporan Aduan Dugaan Tindak Pidana Penyerobotan Tanah miliknya ke Polres Bintan, Kamis (11/7/2019). Sejalan dengan laporan tersebut, Joni juga mengajukan permohonan pengembalian batas terhadap SHM Nomor : 195/Gunung Kijang di Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan, Senin (22/7/2019).

Tak lama kemudian, petugas ukur Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan turun melakukan pengembalian batas di atas tanah milik Joni. Namun, pengembalian batas itu dilakukan bukan atas permohonan Joni, tapi atas permohonan Kui Cong dan Ena pemilik SHM Nomor : 0097/Gunung Kijang yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan, H. Sugiarto, S.Sos, MH, tanggal 24 Desember 2013.

salinan_putusan_52_Pdt_G_2020_PN_Tpg

Hasil pengembalian batas terhadap SHM Nomor : 0097/Gunung Kijang atas nama Ena inilah yang diduga digunakan oleh Kui Cong untuk melaporkan Joni Lausu ke Polda Kepri berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP-B/76/IX/2019/SKPT-Kepri, tanggal 16 September 2019 terkait dugaan tindak pidana penyerobotan lahan.

Joni pun harus bolak-balik Tanjungpinang – Batam untuk memenuhi panggilan penyidik di Polda Kepri. Ia merasakan adanya perlakuan tidak adil oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan terhadap dirinya. Permohonan pengembalian batas yang diajukannya baru direspon setelah menunggu hampir 1 tahun, tepatnya Selasa (9/6/2020).

Itu pun karena ada permohonan pengembalian batas yang sama dari penyidik Polres Bintan Nomor : B/362/VIII/RES.1.2/2019, tanggal 1 Agustus 2019. Hasil dari pengembalian batas tersebut, diketahui bahwa di atas tanah Joni sudah terbit SHM Nomor : 0097/Gunung Kijang atas nama Ena.

Menyikapi hasil pengembalian batas SHM Nomor : 195/Gunung Kijang tersebut, Polres Bintan menghentikan penyelidikan laporan aduan Joni Lausu berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/03/VI/RES.1.2/2020/Reskrim, tanggal 15 Juni 2020. Laporan Joni dianggap tidak memenuhi unsur Pasal 385 KUHP tentang penggelapan hak atas barang tidak bergerak.

Ajukan Gagatan Perdata

Joni tak patah semangat mencari keadilan. Melalui pengacaranya, Agus Riawantoro, SH, Ia mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Ia menggugat 3 pihak sekaligus, yakni Ena sebagai pemilik SHM Nomor : 0097 dan Kui Cong yang melaporkannya ke Polda Kepri, serta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan sebagai penerbit SHM di atas tanahnya.

Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor : 52/Pdt.G/2020/PN Tpg yang dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum oleh Eduart M.P. Sihaloho, S.H sebagai hakim ketua, Kamis (1/4/2021), terungkap bahwa Terguugat I (Ena) memperoleh tanah tersebut melalui proses peralihan hak dengan cara ganti rugi dari Tergugat II (Kui Cong).

Hal itu dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah yang diketahui oleh Kepala Desa Gunung Kijang berdasarkan register Nomor : 260/GR–DGK/VIII/2013, tanggal 29 Agustus 2013 dan Camat Gunung Kijang berdasarkan register Nomor : 374/SKPPT/GKJ/IX/2013, tanggal 06 September 2013.

Tanah yang diklaim Ena sebagai miliknya berdasarkan SHM Nomor : 00977/Gunung Kijang seluas 19.789 M2 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan, H. Sugiarto, S.Sos, MH, tanggal 24 Desember 2013 itu, berada pada lokasi SHM Nomor : 195/Gunung Kijang atas nama Joni Lausu yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau (saat ini Bintan), tanggal 21 November 1996.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan mengabulkan gugatan penggugat sebagian dan menyatakan Tergugat I (Ena), Tergugat II (Kui Cong) dan Tergugat III (Kantor Pertanahan Bintan) telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada Penggugat.

Selanjutnya, majelis hakim menyatakan Penggugat (Joni Lausu) adalah pemilik yang sah dan berhak atas tanah seluas 17.202 M2 berdasarkan SHM Nomor : 195/Gunung Kijang, tanggal 21 November 1996 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan).

“Menyatakan penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor : 00977/Gunung Kijang tanggal 24 Desember 2013, Surat Ukur No: 00106/Gunung Kijang/2013 tanggal 22 Nopember 2013, dengan Identifikasi Bidang Tanah (NIB) : 32.01.05.04.00939, terdaftar atas nama ENA, seluas 19.789 M2 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar hak perdata Penggugat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak mengikat Penggugat,” ucapnya. (mat)

Loading...