Baju Gratis dan Kualitas Pendidikan

Loading...

Oleh: Robby Patria
*Wakil Ketua ICMI Tanjungpinang

SALAH satu misi kepala daerah meningkatkan kulitas sumber daya manusia, berbudaya dan berdaya saing global.

Untuk mewujudkan misi tersebut dalam lima tahun tidak akan pernah tercapai dengan gerakan pembagian baju seragam sekolah gratis.

Karena baju gratis dibagikan sampai lima tahun tidak akan menambah kualitas pendidikan di manapun.

Karena untuk mewujudkan misi besar meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka diperlukan adalah peningkatan hal yang terkait dengan kualitas.

Empat Masalah Pokok Pendidikan

Dalam pendidikan, empat masalah pokok yang sudah dibahas banyak penelitian baik di Indonesia maupun negara yang pendidikannya sudah maju adalah pertama soal infrastruktur sekolah, kedua sumber daya guru.

Kemudian, lingkungan masyarakat dan keempat yang penting soal kurikulum pendidikan. Keempat masalah pokok ini harus sempurna. Tidak boleh main main.

Selama lima tahun kepala daerah saat ini, maka kualitas pendidikan akan ditentukan empat masalah pokok itu dengan segala turunannya.

Kita lihat Finlandia, negara kecil di era tahun 1950-an, negara ini banyak yang jadi tukang kayu dan penduduk nya miskin. Tapi mereka bertekad ingin berubah.

Pendidikan Kunci Menuju Sejahtera

Caranya melalui satu kunci meningkatkan kualitas pendidian. Pendidikan sangat diutamakan, mereka yakin inilah kunci utama menuju sejahtera.

Jadi faktor penting pertama harus betul betul diperhatikan oleh pemerintah.
Misalnya, di infrastruktur sekolah. Pemerintah harus bisa pastikan belajar di sekolah anak anak dalam keadaan nyaman.

Mereka merasa betah berada di sekolah. Artinya lingkungan sekolah harus nyaman, asri, tersedia kumputer, AC, buku pelajaran dibagikan gratis, bersih, infokus, labor, Perpustakaan dengan ketersediaan banyak buku bacaan lainya.

Sarana pembelajaran pendidikan pendukung semua harus ada dan lengkap. Termasuk sarana olahraga sekolah.

Guru  tidak boleh dalam satu kelas mengajar lebih dari 30 anak per kelas agar fokus dalam melakukan pengawasan.

Full Day School

Bahkan program full day school harus diterapkan di semua sekolah milik pemerintah. Faktanya, kondisi sekarang tidak mungkin, pasalnya ruang kelas tidak cukup.

Maka dibuat kelas lagi sore. Anak anak SD dan SMP akibatnya tidak bisa belajar maksimal, karena terbatas jumlah kelas dan guru serta waktu. Full days school berdampak produktif bagi orang tua.

Sehingga orang tua yang ingin bekerja di tidak terganggu. Produktivitas warga kota pun akan meningkat karena suami istri bekerja.

Ditambah kasus belajar dari rumah selama musim pandemi, maka daerah yang buruk infrastruktur pembelajaran akan berdampak pada proses pembelajaran anak anak.

Apalagi minimnya peralatan untuk mendukung belajar online akan menjadi kendala serius.

Dan harusnya hal mendasar ini harus dibenahi. Setelah sekolah dalam kondisi normal habis pandemi, jangan ada lagi sekolah pakai shift.

Terapkan full day school. Berikan makanan gratis di sekolah dengan didanai APBD. Guru harus membuat anak anak betah di sekolah. Karena itu rumah kedua mereka.

Dan, didanai melalui APBD. Minimal memberikan makanan pendukung atau susu kotak tiap hari.

Gratiskan Biaya Pendidikan

Dan yang penting, gratiskan biaya pendidikan di semua jenjang pendidikan SD dan SMP hingga bangku kuliah. Berikan beasiswa anak anak yang berprestasi dengan dana abadi pendidikan.

Sehingga dapat dipastikan seluruh anak anak yang mampu secara akademik tak ada yang gagal melanjutkan pendidikan ke sarjana atau S2 diakibatkan biaya.

Lalu jika anak anak kurang mampu secara akademik, pemerintah memberikan pendidikan vokasional.

Tujuannya, lulus dari sekolah mereka bisa berkerja langsung dengan bekal skill yang diperoleh di pendidikan vokasi. Tak heran jika presiden Jokowi mengatakan tak penting izajah, yang penting skill.

Karena mereka bisa kerja dan mendapat upah yang tinggi. Dengan upah tinggi, bisa menghidupi diri sendiri bahkan keluarga. Dan tentunya bisa lepas dari kemiskinan.

Dana Abadi Pendidikan

Pemda melalui APBD sisihkan per tahun dana abadi pendidikan. Sekolahkan anak anak ke jenjang pendidikan tinggi setingginya. Lebih baik jika mereka dapat beasiswa LPDP yang juga dari dana abadi pendidikan.

Jika setiap tahun Pemda di Kepri menyekolahkan anak anak ke negara maju di Eropa atau Amerika, lima orang saja, maka dalam lima tahun, akan ada 25 pemuda Kepri balik kampung dengan sumber daya manusia kualitas global.

Dan mereka ini ke depan nya dengan jaringan internasional, pengetahuan global yang akan mengelola daerah. Kalaupun nanti mereka jadi anggota DPRD atau jadi walikota, dengan reputasi dunia. Dan itu dimulai dari dana abadi pendidikan.

Kedua, sumber daya guru. Pemerintah harus pastikan mereka yang menjadi guru adalah memiliki kompetensi terbaik.

Mereka harus banyak diberikan pelatihan agar kemampuan mendidik dan mengajar memberikan kepuasan terhadap anak didiknya.

Di negara yang pendidikannya sudah maju, agar bisa menandingi guru, harus melalui saringan yang ketat. Lalu diberikan pendidikan khusus menjadi guru selama setahun.

Ilmu Kependidikan

Agar ilmu kependidikan dipahami calon guru dengan maksimal. Dan mereka menjadi guru harus melalui tes yang rumit.

Di Finlandia, untuk jadi guru adalah yang paling susah. Lulusan terbaik universitas dan harus melalui tes yang ketat untuk bisa jadi guru.

Gajinya bersaing dengan gaji dokter & profesi lain. Dari 5000 pendaftar, paling hanya 400-an yang lolos bisa sekolah guru. Indonesia mulai menerapkan program pelatihan menjadi guru, sehingga kampus kampus pencetak guru diberikan lembaga pelatihan guru.

Tapi kita belum sampai menaikkan gaji guru sama dengan gaji dokter. Bahkan di Tanjungpinang gaji guru honorer masih di bawah Upah Minimum Kota (UMK). Ada yang digaji menggunakan dana BOS. Per bulan dapat Rp1500.000.Atau malah di bawah itu.

Mereka yang mendidik anak anak bangsa harus diberikan gaji yang tinggi. Di atas UMK. Hal itu agar mereka menjadi berkompetensi dalam mengajar dan mendidik.

Tinggikan Gaji Guru

Jika pendapatan dokter baru sudah belasan juta, maka gaji guru setidaknya sama dengan dokter baru itu. Guru guru harus memahami betul metode pedagogi dengan sebaik baiknya.

Karena inilah kunci perubahan besar agar tercipta sumber daya manusia yang handal.

Tidak ada lagi guru diremehkan sebelah mata. Tapi guru menjadi profesi yang amat dihargai di negeri ini.

Yang ketiga soal lingkungan. Menciptakan anak didik yang berkualitas tak cukup dengan pendidikan di sekolah dan guru yang baik. Karena pendidikan pertama anak berada di dalam rumah. Dan di bawah kontrol orang tua. 

Bayangkan anak anak dilarang merokok, tapi sampai di rumah, orang tua menyuruh anak merokok. Bahkan merokok di depan anak di dalam rumah.

Hasil didikan guru di sekolah akan kontradiktif dengan kondisi di dalam lingkungan. Apalagi di satu kampung, semua orang tua merokok.

Di sekolah diajarkan menjaga kebersihan, tapi di lingkungan, mudah ditemui warga membuang sampah di sembarang tempat.

Dan yang keempat adalah kurikulum. Penguasaan kurikulum dan sistem kurikulum nasional harus stabil. Di Finlandia juga kurikulum tidak gampang berubah. Bahkan 20 tahun pun tidak berubah.

Reformasi Struktural Pendidikan

Menurut Yudi Latif, reformasi struktural pendidikan termasuk di rencana perubahan kurikulum sepeti Ujian Nasional diganti dengan penilaian pribadi, cenderung mengurangi perhatian pada urusan “inputs” (uang, fasilitas, jumlah guru dan siswa, kurikulum, dan sumberdaya).

Perhatian tertuju ke usaha memperbaiki pendidikan dengan memberi fokus pada “outcomes” (performa), dengan meredistribusikan otoritas.

Asumsinya, bila pemerintah menggenggam sekolah secara ketat dalam hal akuntabilitas atas performa siswa, namun mengaturnya secara longgar untuk mendorong inovasi lokal (sekolah), maka pendidikan akan berkembang.

Caranya, sekolah harus bertanggung jawab atas hasil bukan inputs. Untuk itu, pemerintah secara ketat mengatur performa sekolah, tetapi bukan sumberdaya dan proses.

Baju Gratis Tak Mengubah Kualitas Pendidikan

Sekolah harus dibuat akuntabel melalui sistem evaluasi berdasarkan ujian terstandard dan sistem insentif yang terpusat, bukan melalui kompetisi pasar.

Dan harus dipahami bersama, upaya meningkatkan kualitas pendidikan tak terkait dengan baju gratis. Itu hanya sifatnya konsumsi sesaat untuk membantu orang tua soal baju seragam.

Banyak sekolah tak mewajibkan baju seragam. Yang penting mereka bebas tapi.

Program baju sekolah gratis itu jauh lebih baik ditukar dengan pelatihan guru secara maksimal.

Jika memang APBD daerah masih memadai, ya tidak masalah juga memberikan seragam gratis sebagai program populis kepala daerah. Tapi itu jangan dibanggakan. ***

Loading...