Keterkaitan Virus Corona dan Revolusi Industri 4.0

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Salah satu perubahan besar di era revolusi industri 4.0 atau tahap 4, adalah penggunaan jaringan internet. Internet of things (IoT), internet untuk segala.

Penggunaan internet merupakan kelanjutan dari revolusi industri 3.0 yang menerapkan komputerisasi. Segala hal dilakukan dengan komputer.

Tidak ada lagi mesin tik, tak ada juga penggudangan arsip hingga bermeter-meter tingginya. Serba cepat, efisian dan hemat waktu serta ruangan.

Di era revolusi industri 4.0 semua komputer saling terhubung. Tak hanya untuk mempercepat proses produksi. Akan tetapi juga semua aktivitas manusia (IoT).

Seperti untuk industri, perdagangan, pendidikan dan pemerintahan. Tidak ada lagi batas ruang dan waktu dengan IoT. Pertukaran data berskala besar dilakukan dengan sangat cepat.

Selain sektor industri dan pebisnis, kaum milenial termasuk penikmat pertama dari perubahan raksasa ini. Khususnya komunitas-komunitas yang terhubung antarnegara, untuk suatu aktivitas.

Revolusi Industri 4.0 Mengubah Budaya

Tapi tidak untuk pemerintahan di Indonesia. Jangankan di daerah, di Jakarta pun banyak yang masih gagap menggunakan internet untuk pemerintahan.

Nyaris semua urusan pemerintahan harus dilaksanakan dengan tatap muka. Dampaknya, adalah inefisiensi di banyak hal. Mulai dari waktu, ruang dan terutama biaya.

Karena harus tatap muka, birokrat dan legislator harus beramai-ramai berkunjung ke sana kemari. Terkadang hanya untuk urusan sepele.

Keengganan untuk melaksanakan efisiensi terlihat jelas. Sikap enggan yang juga untuk menutupi ketidakmampuan menguasai teknologi, yang kerennya disebut gaptek (gagap teknologi). Selain juga karena alasan lain.

Tapi, itu dulu. Dulu, sebelum wabah virus corona merebak, menerjang ke segala penjuru dan ceruk dunia.

Di awal-awal virus ini menerjang Wuhan, Cina, sikap enggan menerapkan revolusi industri 4.0 yang serba IoT masih terlihat. Namun, saat makhluk halus tak kasat mata ini menggurita barulah terlihat peruhahan nyata.

Tidak ada lagi birokrat atau legislator yang berbondong-bondong atau berpasang-pasangan yang terbang ke sana kemari. Foto-foto sebentar, teken, pelesiran. Keadaan mengubah budaya itu.

Hikmah di Balik Musibah

Apalagi setelah presiden dan para pejabat negara menampilkan kemampuan penguasaan teknologi internet. Segalanya bisa diselesaikan melalui video conference.

Dari sekedar konsultasi ringan, hingga memutuskan perubahan APBN pun bisa dilakukan melalui konektivitas komputer dalam jaringan (online). Seperti ditampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Sri membuktikan dan menyontohkan, tidak perlu tempat, ruang dan biaya besar untuk menyelesaikan urusan raksasa. Bukti efisiensi dari penerapan revolusi industri 4.0.

Apalagi Nadiem Makarim, Mendikbud yang memang sangat melek teknologi informasi. Beragam program pendidikan bisa dilakukan secara online.

Kini, sekolah dan kuliah bisa dari kamar di rumah masing-masing. Hemat tempat, hemat waktu, hemat biaya dan sangat cepat.

Revolusi industri 4.0 yang digaungkan Presiden Joko Widodo sejak 2018, kini mulai terlihat nyata dilakukan. Sekaligus memaksa pemerintah, agar segera meningkatkan kapasitas internet.

Agar, perubahan positif ini tidak mundur ke belakang hanya karena alasan internet lemot.

Era itu sudah kuno, kini masanya revolusi industri 4.0. Walau penerapannya dipaksa oleh keadaan. Oleh musibah akibat wabah virus corona. Barangkali, inilah wujud dari ujaran bijak, “Selalu ada hikmah di balik musibah.” (sigit rachmat)

Loading...