Physical Distancing di Tengah Jeritan Masyarakat Kecil

Loading...

Oleh:  Prayoga Kusuma Putra

VIRUS corona atau Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019 lalu. Penyebaran virus yang belum ditemukan penawarnya itu hingga kini tak terkendali.

Sekitar 200 negara di dunia sudah terdampak dan melaporkan adanya kasus terpapar virus corona.

Dilaporkan oleh worldometer, jumlah kasus corona di seluruh dunia hingga, Selasa (31/3/2020) pukul 04:26 GMT mencapai 785.797 kasus. Yang meninggal 37.818 orang dan yang sembuh 165.608 kasus.

Di Indonesia sendiri, kasus ini pertama kali ditemukan pada dua warga Depok, Jawa Barat awal Maret lalu. Jumlah pasien positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) di Indonesia masih mengalami peningkatan.

Dilaporkan hingga, Selasa (30/3/2020), angkanya mencapai 1.414 kasus. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 122 orang, dengan jumlah yang sembuh 75 orang.

Dengan terus meningkatnya jumlah korban dari virus ini, organisasi kesehatan dunia (WHO) dan pemerintah terus menggalakkan arahan untuk physical distancing. Yaitu, pembatasan kontak antara individu satu dengan yang lain. Selain itu masyarakat diimbau untuk bekerja dari rumah.

Namun apakah itu arahan yang tepat bagi mereka yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke bawah? Apakah mereka yang berprofesi sebagai pengojek, pedagang cilok atau pedagang kaki lima dapat menerima dan menjalankan arahan ini dengan baik.

Sementara mereka harus tetap beraktifitas dan berkontak dengan orang banyak demi sesuap nasi. Seperti yang terjadi di Kota Tanjungpinang, sebagian besar masyarakat yang berprofesi seperti yang dijelaskan di atas.

Mereka sudah mengeluhkan kondisi ekonomi mereka yang kian menurun. Belum lagi risiko yang harus mereka tanggung akibat banyaknya kontak dengan sesama.

Hal ini menjadi perhatian ketika arahan physical distancing pertama kali digaungkan. Mungkin bagi mereka yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke atas atau jabatan jelas. Seperti pegawai kantoran yang dapat menjalankan arahan ini dengan baik. Karena semua nya bisa dikerjakan dan dijalankan secara daring/online.

Akan tetapi, hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke bawah. Mereka harus melawan keadaan agar tetap dapat bertahan hidup.

Belum lagi daya beli masyarakat yang semakin menurun. Hal ini jelas berdampak bagi mereka baik berupa pendapatan harian atau pun kesehatan mereka.

Seharusnya mereka tidak lagi memikirkan bagaimana hari ini dan besok agar tetap dapat bertahan hidup. Mereka hanya fokus menerima dan menjalankan arahan yang telah digaungkan oleh organisasi kesehatan dunia dan pemerintah, guna memutus rantai penyebaran wabah ini.

Kita semua berharap, agar pemerintah dapat segera menjamin kesejahteraan mereka. Seperti segera menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT), menyediakan dan membagikan kebutuhan pokok bagi mereka.

Menyediakan peralatan medis dan tenaga medis yang memadai, serta mengeluarkan kebijakan. Agar stabilitas ekonomi dapat tetap terjaga. Agar, kelangsungan hidup dapat terus berjalan. Bukan hanya sebatas arahan. (*)

Aktivis Himpunan Mahasiswa Kundur 

Loading...