75 Tahun Pesisir Selatan : Semangat untuk Maju Pascapandemi

Loading...

Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat memperingati Hari Jadi yang ke-75 bertepatan pada tanggal 15 April 2023. Perayaan hari jadi daerah Pesisir Selatan ini mematok pada tahun 1948 yang dirujuk dari penetapan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1948 tentang Pembagian Sumatra dalam Tiga Provinsi.

Undang-Undang tersebut ditetapkan Presiden Soekarno dan Menteri Dalam Negeri Soekiman pada tanggal 15 April 1948, atau tepat 75 tahun yang lalu dari hari ini.

Situs resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan menyebut, penetapan hari jadi kabupaten dengan garis pantai memanjang sejauh 234 kilometer itu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 1995 tentang penetapan hari Jadi Kabupaten daerah Tingkat II Pesisir Selatan.

Penetapan tanggal ini merujuk pada tanggal ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1948 tanggal 15 April 1948 dan Peraturan Komisaris Pemerintah Sumatera Tengah Nomor 81/KOM/U/1948.

UU No 10 tahun 1948 yang terdiri dari lima pasal, tak menyebut dan menetapkan wilayah Pesisir Selatan sebagai kabupaten. Tiga pasal dalam UU ini mengatur tentang pembagian wilayah Sumatra menjadi tiga provinsi. Yakni, Sumatra Utara, Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan.

Pasal lain mengatur soal pembentukan dewan perwakilan rakyat provinsi dan badan eksekutif propinsi. Sementara, satu pasal akhir memuat waktu berlaku. Hal yang terkait dengan Pesisir Selatan sebagai bagian dari Propinsi Sumatra Tengah ada pada pasal keempat.

Pasal 4 mengatur, untuk mempersiapkan pembentukan pemerintahan Propinsi dan pembentukan daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Propinsi, diadakan suatu Komisariat Pemerintah Pusat terdiri dari Komisaris-komisaris Negara, yang susunan dan tugas kewajibannya lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan lain.

Dilansir dari langgam.id, Berdasar pasal tersebut, kemudian dibentuk Komisaris Pemerintah Pusat di Sumatra yang diketuai Teuku Muhammad Hasan. Pada 30 November 1948, Komisaris Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukittinggi Nomor No. 81.Kom.U.

Sebagaimana ditulis dalam Buku ‘Sumatra Tengah’ (1953) yang diterbitkan Departemen Penerangan, aturan ini membagi Sumatra Tengah ke dalam 11 kabupaten. Yakni, Kabupaten Singgalang Pasaman, Sinamar, Talang, Samudra, Kerinci/Pesisir Selatan, Kampar, Indragiri, Bengkalis, Kepulauan Riau, Merangin dan Batanghari.

Dari 11 tersebut, lima kabupaten merupakan bekas daerah Keresidenan Sumatra Barat, empat kabupaten bekas daerah Keresidenan Riau dan dua kabupaten bekas wilayah Keresidenan Jambi.

Lima kabupaten yang di wilayah Sumbar, namanya terlihat unik. Berbeda dengan nama-nama afdeeling yang sudah ada sejak awal abad ke-19 di zaman Hindia Belanda.

Hal ini agaknya untuk mengakomodir penggabungan beberapa bekas afdeeling yang berbeda. Kabupaten Singgalang Pasaman dengan ibu kota Bukittinggi misalnya, melingkupi daerah Kewedanaan Agam Tua, Padang Pandjang, Maninjau, Lubuk Sikaping serta Talu (kecuali Nagari Sasak dan Latingan).

Kabupaten Sinamar dengan ibu kota Payakumbuh, melingkungi daerah Kewedanaan Payakumbuh, Suliki dan Batusangkar. Kabupaten Talang dengan ibu kota Solok meliputi daerah Kewedanaan Solok, Sawahlunto, Sijundjung, Alahan Panjang dan Muara Labuh.

Kabupaten Samudra dengan ibu kota Pariaman meliputi daerah Kewedanaan Air Bangis, Pariaman, Lubuk Alung, Padang Luar Kota, Mentawai dan nagari-nagari di Tiku, Sasak dan Latingan.

Sementara, Kabupaten Kerinci/Pesisir Selatan dengan ibu kota Sungai Penuh meliputi daerah Kewedanaan Kerinci Balai Selasa dan Painan. Kabupaten inilah yang menegaskan nama Pesisir Selatan sebagai salah satu kabupaten yang digabung dengan Kerinci.

Gusti Asnan dalam Buku ‘Pemerintahan Sumatera Barat dari VOC Hingga Reformasi’ (2006) menulis, pembagian kabupaten tak bisa dilaksanakan. Penghalangnya adalah Agresi Militer II yang dilancarkan Belanda pada 19 Desember 1948. Jaraknya tak sampai tiga pekan setelah Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukittinggi dikeluarkan.

Pasca agresi, pemerintahan beralih ke tangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Provinsi Sumatra Tengah sementara dibekukan. Demi koordinasi dan kepentingan perjuangan, wilayah Sumatra dibagi ke dalam lima wilayah pemerintahan militer. Yakni Aceh, Sumatra Timur dan Tapanuli, Sumatra Barat, Riau serta Sumatra Selatan dan Jambi.

Masing-masing provinsi dipimpin oleh gubernur militer. Sumbar, saat itu dipimpin Gubernur Militer Mr. Sutan Mohammad Rasjid.

Gubernur Rasjid kemudian membagi wilayah Sumbar ke dalam delapan kabupaten militer yang dipimpin oleh bupati militer. Yakni, Kabupaten Padang/Pariaman, Agam, Limapuluh Kota, Tanah Datar, Solok, Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK), Pasaman dan Sawahlunto/Sijunjung.

Pesisir Selatan masih digabung dengan Kerinci. Meski masa darurat, pada masa inilah pemerintahan mulai dijalankan. Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci saat itu dipimpin Bupati Militer Aminuddin Sutan Syarif yang berkedudukan di Sungai Penuh sebagai ibu kota kabupaten.

Sejarawan Mestika Zed dalam Buku ‘Somewhere in The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia’ (1997) menyebut, Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci saat itu menjadi back up gerilya PDRI dan mendukung logistik pimpinan PDRI di Bidar Alam.

Usai perang kemerdekaan, pemerintahan kembali lagi ke Sumatra Tengah. Kemudian, melalui UU Darurat Nomor 19 tahun 1957, tanggal 9 Agustus 1957, Provinsi Sumatra Tengah dipecah tiga: Sumbar, Riau dan Jambi. Pada saat inilah, Kerinci dipisahkan dari Pesisir Selatan dan dimasukkan ke Provinsi Jambi.

Gusti Asnan mengatakan, jauh sebelum kemerdekaan sejarah sudah terekam panjang di Pesisir Selatan. Emas dan lada yang dihasilkan Pesisir Selatan adalah primadona produk perdagangan dunia kala itu. Hal yang menghasilkan uang, tapi juga membuat orang asing datang dan kemudian memicu konflik.

Indrapura merupakan salah satu daerah di Pesisr Selatan yang termasuk awal ada dalam catatan sejarah. Sebagaimana halnya daerah-daerah pelabuhan lain di pantai Sumatra Barat, semisal Tiku, Pariaman, Air Bangis dan kemudian Padang.

Kerajaan ini terkenal karena pelabuhannya yang ramai. C. Guillot dalam Buku ‘Barus Seribu Tahun yang Lalu’ menulis, pelabuhan Indrapura diduga telah berhubungan dengan Barus sejak zaman Lobu Tua. Lobu Tua merupakan salah satu kota kuno di Barus yang berjaya sekitar abad ke-9 hingga ke-12.

Indrapura, menurut Gusti, menjadi kota pelabuhan yang ramai sebagai pengumpul hasil tambang, perkebunan, hasil hutan dan pertanian. Primadonanya adalah lada dan emas. Semua ada di Pelabuhan Indrapura.

Emas yang dipasarkan melalui Indrapura diperkirakan Guillot dari Lebong. Pada abad ke-16 kapal-kapal dagang dari Portugis dan Prancis, menurut Gusti, bersandar di sana. Karena itu kemudian, Indrapura menjadi rebutan Aceh dan VOC.

Pelabuhan lain yang juga disebut sejarah adalah Pelabuhan Salido. Selain pusat dagang, pelabuhan ini makin terkenal setelah VOC mulai menambang emas di Salido pada abad ke-17.

Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18 juga terjadi sejumlah peristiwa terkait aktivitas VOC di Pesisir Selatan: Perang Bayang (7 Juni 1663), perundingan Sandiwara Batangkapas disusul Perjanjian Painan (6 Juli 1663), pendirian loji VOC di Pulau Cingkuak (1663), pendirian loji VOC di Indrapura (1684) dan kemudian penyerangan loji VOC di Indrapura pada (6 Juni 1701).

“Ketika Pemerintah Hindia Belanda mulai berkuasa di Sumatra Barat, mereka tidak lagi terlalu intens ke Pesisir Selatan. Karena, perdagangan dunia mulai beralih ke kopi. Tidak lagi lada dan emas seperti zaman VOC,” kata Gusti.

Agaknya karena terlalu banyak tonggak sejarah di masa lampau itu, membuat pemerintah kabupaten setempat menyandarkan hari jadi pada tonggak administratif baru, yang terjadi setelah Indonesia merdeka.

Sejak ditetapkan dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1948, Pesisir Selatan baru mulai memperingati pada tahun 2013 lalu, yaitu pada hari jadi ke-65 waktu masa kepemimpinan Bupati Almarhum Drs. H. Nasrul Abit.

Selama ini, baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesisir Selatan hingga masyarakat tidak tahu, kapan HUT kabupaten ini.

Sejak di peringati pada tahun 2013 lalu, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan terus memperingati hari jadi Negeri Sejuta Pesona ini tiap tahunnya pada 15 April.

Untuk di ketahui, Kabupaten Pesisir Selatan dibentuk pada tahun 2000 yang di pimpin oleh Bupati Darizal Basir dan Wakil Bupati Nasrul Abit.

Pada tahun ini (2023,red), merupakan peringatan ke-75 tahun hari jadi kabupaten pesisir Selatan. Pada tahun ini banyak harapan baik dari masyarakat maupun dari pemerintah kabupaten pesisir Selatan untuk bisa terus memajukan Pesisir Selatan dengan mengembangkan pariwisata dan keindahan alam yang ada di Negeri Sejuta Pesona ini.

Hal tersebut sejalan dengan ucapan Wakil Gubernur Sumatera Barat, Audy Joinaldy saat melaksanakan safari ramadhan di wilayah Pesisir Selatan pada akhir maret lalu. Audy menyebut ada potensi besar yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Selatan untuk menjadi sentra ekonomi baru Sumbar. 

Menurutnya, hal tersebut didukung dengan adanya garis pantai yang panjang, bentang alam yang komplit, jumlah nagari, luas lahan perkebunan, jumlah penduduk.

Kabupaten Pesisir Selatan termasuk daerah yang komplit, alamnya indah, pantainya panjang, perkebunannya luas, jumlah penduduknya nomor 3 di Sumbar dan nagarinya juga ada 182. Sangat mungkin untuk menjadi sentra ekonomi baru di Sumbar, mungkin infrastruktur yang perlu lebih disempurnakan.

Namun itu akan sulit dicapai, jika hanya dilakukan sendiri, perlu ada kolaborasi dengan berbagai pihak. Menurut Wagub, salah satu manfaat dari adanya kegiatan safari ramadhan adalah agar potensi daerah yang selama ini belum tergarap optimal dapat ditinjau secara lansung.

“Untuk itu, Saya mengajak seluruh unsur, Masyarakat, Akademisi, Ormas, Pers serta jajaran pemerintah daerah mulai dari kabupaten/kota dan provinsi untuk saling begandengan tangan, bahu membahu untuk memajukan Sumatera Barat. Masih banyak hal yang mesti kita kolaborasikan bersama.

Diketahui pada sebelum wabah covid yang melanda Indonesia, kunjungan wisatawan ke kabupaten pesisir Selatan melesat tinggi. Tercatat pada data kunjungan wisatawan dari laman resmi pemerintah Pesisir Selatan tahun 2019, Kabupaten Pesisir Selatan mendapat kunjungan paling tinggi untuk provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar 795.747 wisatawan selama libur lebaran menungguli Kota Padang 330.000 wisatawan, di susul Kota Pariaman 226.993 wisatawan dan Bukittinggi 192.242 wisatawan. Sementara kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) sebanyak 264 orang.

Dari data yang terpapar diatas, Pemerintah Daerah harus bisa terus berikan inovasi dalam hal menarik wisatawan unruk berkunjung ke Pesisir Selatan. Harus bisa selalu berkolaborasi dengan masyarakat dan pihak swasta dalam membangkitkan pariwisata Pesisir Selatan. Dengan memanfaatkan Badan Usaha Milik Nagari (BUMNAG) yamg bergerak di bidang wisata, seperti BUMNAG Desa Wisata dan ekonomi kreatif lainnya.

Dari cerita dan sejarah singkat tentang terbentuknya Kabupaten Pesisir Selatan semoga di umurnya yang ke-75 tahun ini bisa kembali pulih dlpasca pandemi ini dan semoga bisa kembali menarik wisatawan untjk berkunjung ke Pesisir Selatan. Baik itu wisatawan nusantara hingga mancanegara. Setelah pulihnya wabah ekonomi bisa kembali bamgkit pariwisata dan bangkit perekonomian Pesisir Selatan.

Jadikan angka 75 ini sebagai semangat untuk maju. Sebagaimana dalam peringatan ke-75 tahun Republik Indonesia lalu, semua pemimpin republik ini berharap di angka 75 ini dijadikan semangat untuk maju dan semangat untuk berinovasi dalam menghadapi tantangan. Dimana pasca pandemi ini kita harus bisa berinovasi dari keterpurukan dan bangkit dari wabah covid yang melanda beberapa tahun belakangan ini. Dan bagi generasi muda harus siap menghadapi tantangan itu dan terus berinovasi untuk kemajuan negeri ini. Terkhususnya bagi generasi muda Pesisir Selatan agar bisa ikut serta dalam memajukan Pesisir Selatan dalam segala bidang dan keahliannya. ***

Penulis Isep Ilhami
Pemuda Tapan, Pesisir Selatan

Loading...