Mengenal Kartu Kredit Pemerintah, Tujuan dan Hambatan

Loading...

Adanya Era Industri 4.0 membawa perubahan besar pada metode transaksi pembayaran yang berlaku di Indonesia. Saat ini, metode pembayaran yang ada berubah menjadi digital dan mulai menggeser keberadaan metode pembayaran konvensional.

Seiring dengan tuntutan kemajuan dan perkembangan zaman tersebut, Kementerian Keuangan RI tersebut melalui Unit Eselon I Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengembangkan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dalam rangka meningkatkan efesiensi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal ini untuk mendukung Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan RI (Tahun 2013-2025) yang salah satunya adalah pengelolaan likuiditas keuangan Negara dengan keuangan modern serta mampu mendukung inklusi keuangan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, Kartu Kredit Pemerintah (KKP) adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah Satuan kerja berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.

Berbeda dengan kartu kredit perorangan, KKP dalam pengelolaannya memiliki administrator. Administrator kartu kredit adalah pegawai/pejabat yang ditunjuk untuk melakukan administrasi penggunaan KKP termasuk memantau penggunaan KKP oleh pemegang kartu kredit.

Administrator dapat mengaktifkan dan menonaktifkan kartu kredit. Pemegang KKP harus menyimpan semua bukti pengeluaran atas penggunaan kartu kredit dan menyerahkannya kepada Pejabat Pembuat Komitmen sebagai dasar verifikasi, pembayaran tagihan serta pertanggungjawaban uang persediaan (UP).

Terdapat empat tujuan implementasi Kartu Kredit Pemerintah, yaitu:

(1) Meminimalisasi Penggunaan Uang Tunai Dalam Transaksi Keuangan Negara

Penggunaan uang tunai dalam transaksi uang persediaan (UP) membutuhkan peran bendahara pengeluaran untuk menyediakan uang untuk melaksanakan kegiatannya.

Apabila menggunakan KKP, Pengelola Keuangan / pemegang KKP tidak harus menunggu uang dari
bendahara pengeluaran.

Hal ini akan memberi keleluasaan dan kemudahan kepada pemegang KKP dengan tidak harus membawa uang tunai setiap kali transaksi.

(2) Meningkatkan Keamanan Dalam Bertransaksi

Penyimpanan uang tunai kedalam brangkas dan membawa uang tunai dalam jumlah banyak
ke toko / penjual berisiko terhadap kehilangan atau pencurian yang menjadi tanggung jawab
bendahara pengeluaran.

Dengan KKP, satker cukup menyimpan satu buah kartu dan apabila kehilangan kartu tersebut, satker tidak kehilangan uang dalam jumlah banyak.

Satker cukup meminta penerbitan kartu baru ke bank penerbit.

(3) Mengurangi Potensi Fraud Dari Transaksi Secara Non Tunai

Menurut Sri Mulyani, belanja dengan menggunakan uang cash akan menyulitkan tim pengawas untuk memastikan pertanggungjawabannya. Laporannya pun harus dilakukan secara tertulis.

Dengan penggunaan kartu kredit pemerintah, semua transaksi akan terekam dengan jelas oleh bank sehingga penyalahgunaan uang oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dapat diminimalisir.

(4) Mengurangi Cost of Fund/Idle Cash dari Penggunaan Uang Persediaan

Dana menganggur (idle cash) dapat diupayakan menjadi suatu investasi jangka pendek
seperti deposito untuk memberikan nilai tambah terhadap sumber daya keuangan. Setiap
tahun Pemerintah menganggarkan Rp13 triliun untuk penyediaan uang persediaan (UP)
satker.

Melihat dana yang besar itu, Satker diwajibkan agar membagi UP yang dikelolanya
menjadi 60% tunai dan 40% KKP agar UP yang mengendap di rekening bendahara
pengeluaran dapat dimanfaatkan untuk investasi jangka pendek atau membiayai kegiatan
pemerintah lainnya yang semakin meningkat.

Hambatan

Dalam penerapan KKP, banyak pihak yang memberikan statement negatif terhadap kebijakan ini.
Diantaranya adalah sebagai berikut:

Bunga Menambah Beban Utang Negara

Banyak kalangan yang memprotes kebijakan ini dan dikawatirkan akan membebani negara dengan
adanya biaya bunga yang tinggi seperti kartu kredit pada umumnya ditambah adanya biaya
administrasi.

Terkait hal ini, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan
Nomor 17/PB/2017, biaya terkait penggunaan Kartu Kredit Pemerintah telah diupayakan serendah
mungkin.

Beban bunga tidak akan dikenakan karena semua tagihan harus dibayar sebelum jatuh
tempo tagihan. Pada tahap uji coba Kartu Kredit Pemerintah ini, DJPB telah menandatangani
perjanjian kerja sama dengan bank penerbit kartu kredit untuk membebaskan biaya adminitrasi.

Takut Menggunakan KKP karena Keamanan Masih Diragukan

Di pihak pengguna, banyak pengelola keuangan yang takut menggunakan kartu kredit pemerintah
karena berpotensi disalahgunakan oleh pihak lain. KKP memang seperti kartu kredit lainnya yang dapat digunakan jika data kartu seperti Jenis, Nomor Kartu, tanggal kadaluarsa, dan Card Verification Value (CVV) jatuh ke pihak lain.

Namun saat ini KKP telah dilengkapi dengan One Time Password (OTP) sehingga pihak yang akan menggunakan KKP harus menghubungi dan dipercaya oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) selaku pemilik KKP.

Selain itu, KPA juga akan menerima notifikasi setiap terdapat transaksi yang menggunakan KKP sehingga dapat dimitigasi apabila terdapat transaksi yang mencurigakan.

Perpajakan Sulit Diterapkan dalam Transaksi

Pada awal penerapannya, perpajakan merupakan hal yang cukup sulit ketika menerapkan KKP.
Bendahara/pemegang KKP harus berkoordinasi dengan penjual untuk menyertakan pajak kedalam
tagihannya.

Seiring berjalannya waktu, Kementerian Keuangan justru mempermudah kebijakan
perpajakan transaksi Kartu kredit pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 231/PMK.03/2019.

Salah satu isi PMK tersebut adalah pembebasan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) 22 terhadap belanja lnstansi Pemerintah Pusat yang menggunakan pembayaran dengan kartu kredit pemerintah.

Ini sangat membantu bagi bendahara pengeluaran maupun pengelola keuangan dalam
administrasi maupun optimalisasi anggaran.

Kurangnya Mesin EDC di Daerah

Banyak pengelola keuangan menjadikan alasan ketiadaan mesin EDC di daerah sebagai kendala
dalam bertransaksi dengan KKP. Padahal, di Era Industri 4.0, tidak ada batasan tempat dalam
bertransaksi selama terdapat koneksi jaringan internet.

Satker dapat membayar tagihan listrik atau telepon, membeli toner/tinta untuk printer, bahkan membeli belanja modal seperti Laptop melalui marketplace. Bahkan pembelian tersebut dipermudah dengan adanya pembebasan pungutan pajak terhadap pembelian dengan KKP.

Meskipun hambatan diatas telah terjawab, setiap kebijakan pasti ada kekurangan. Kekurangan KKP diantaranya masih terdapat biaya administrasi yang dibebankan oleh beberapa penjual. Hal ini dikarenakan tidak meratanya aturan pembebanan EDC di penjual.

Pada transaksi online juga masih banyak marketplace yang membebankan biaya administrasi ke setiap transaksinya yang meskipun kecil secara persentase namun cukup besar apabila transaksi dengan nominal besar.

Dengan mempertimbangkan tujuan kebijakan ini yang sangat baik dan hambatan yang sudah
terjawab solusinya, sebagai masyarakat kita harus terus mengawasi pelaksanaan penggunaan KKP ini di lingkungan sekitar kita.

Jangan sampai kartu kredit pemerintah justru digunakan untuk membeli keperluan sehari-hari di minimarket untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk memesan hotel ditempat wisata tanpa kepentingan dinas.

Sebagai pemegang maupun pemilik KKP, kita harus dapat menggunakan KKP dengan bijaksana dan sesuai peruntukannya. Jangan takut untuk menggunakan KKP karena banyak kemudahan yang kita peroleh.

Suatu kebijakan pasti bertujuan untuk memudahkan dan menjawab solusi atas permasalahan. Terima Kasih. ***

Egi Dwi Purnomo
Penulis adalah Pranata Keuangan APBN Terampil pada KPPN Sintang, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan sejak 2019.

Loading...