Bikin Bangga, Ada Pemuda Indonesia di Balik Vaksin AstraZeneca, Siapa Dia?

Loading...

Suarasiber.com – Kita warga Indonesia pasti tahulah ada vaksin AstraZeneca. Tetapi nggak banyak tahu kan jika di balik penemuannya ada peran serta seorang pemuda asli Indonesia?

Namanya Indra Rudiansyah, yang kini namanya banyak disebut. Mahasiswa Universitas Oxford ini bertugas di bawah naungan tim Jenner Institute pimpinan Profesor Sarah Gilbert.

Kalian pasti masih ingat, Profesor Sarah Gilbert adalah ilmuwan Inggris yang mendapat standing ovation saat hadir di laga pembuka kejuaraan tenis akbar Wimbledon 2021.

Tim Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group bekerja sama menguji vaksin virus corona di Pusat Vaksin Oxford sejak 20 Januari 2020.

Indra Rudiansyah masuk ke tim ketika lab penelitian kekurangan orang dan membutuhkan tenaga bantuan. Kesempatan itu pun tak disia-siakan Indra untuk bergabung membantu uji klinis.

Politisi Budiman Sudjatmiko dalam Twitternya mengucapkan selamat dan berterima kasih kepada Indra Rudiansyah.

“Selamat & terimakasih, Indra Rudiansyah, yg tak lupa menyebut dirinya dr Indonesia sbg bagian tim riset Vaksin Oxford AstraZeneca. Panjang Umur, Kemanusiaan! Panjang Umur, Ilmu Pengetahuan! BTW aku kangen aksen British ini,” cuit Budiman.

Bahkan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban juga menuliskan kebanggaannya di Twitter.

“Saya akan mengingat namanya: Indra Rudiansyah, mahasiswa S3 Program Clinical Medicine, Jenner Institute, Universitas Oxford. Indra adalah bagian dari tim Sarah Gilbert, penemu Vaksin AstraZeneca yang menyerahkan hak paten temuannya itu. Salut,” tulisnya.

Indra Rudiansyah sendiri termasuk pemuda yang berprestasi. Ia menjadi lulusan Program Beasiswa Plus Djarum atau yang disebut dengan Beswan Djarum 2011-2012. Beasiswa tersebut diberikan kepada para mahasiswa berprestasi yang tengah menempuh pendidikan S1 atau D4.

Dikutip dari Facebook LPDP Kementerian Keuangan RI, Indra berperan dalam tahapan uji klinis untuk melihat antibody response dari para volunteer yang sudah divaksinasi.

Semenjak bergabung pada awal Mei 2020, Indra telah menghabiskan waktu rata-rata 10 jam di laboratorium
setiap harinya.

Keterlibatannya dalam tim tersebut menjadi pengalaman berharga karena dihadapkan dengan begitu banyak tantangan.

Indra menyampaikan, “Ada ratusan peneliti yang bekerja. Sumber daya yang besar ini bertujuan agar vaksin segera bisa dikembangkan dengan cepat. Biasanya, untuk mendapatkan data uji klinis vaksin fase pertama dibutuhkan waktu hingga lima tahun, tapi tim ini bisa menyelesaikan dalam waktu enam bulan.”

Sebelum melanjutkan studi di University of Oxford, Indra pun sempat menjadi peneliti pada perusahaan BUMN yang
bergerak di bidang farmasi. (man)

Loading...