Ini Rahasia Wali Kota Surabaya Risma Selamatkan Aset Negara

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani menjadi narasumber Seminar Nasional Peran Kejaksaan Dalam Penyelamatan Aset Negara Sebagai Pilar Pembangunan Nasional’ di Hotel Grandhika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2019).

Wali kota yang akrab dipanggil Risma ini membeberkan bagaimana ia menyelamatkan aset daerah atau negara. Menurutnya, masalah utama adalah terkait data soal aset.

“Kami bekerja sama dengan kejaksaan dalam mengembalikan aset Pemkot Surabaya. Selama ini kejaksaan kerap membantu kami dalam proses penyelamatan aset,” ujar Risma.

Pada kegiatan ini juga dilakukan Gerakan Bersama Penyelamatan Aset Negara yang diprakarsai oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI).

Salah satu pejabat Pemprov Kepri yang mengikuti kegiatan ini ialah Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Riau H. TS. Arif Fadillah. Arif menilai kegiatan ini bagus sebagai harapan semua barang milik negara khususnya dalam hal pengembalian aset negara secara bertahap bisa diselesaikan.

“Kita patut berbangga karena ada komitmen dan langkah konkret yang luar biasa dari jajaran Kejagung menggerakkan seluruh jaksa untuk menyelamatkan aset negara,” kata Arif.

Arif mengakui bahwa, proses pengembalian aset-aset negara baik yang diambil alih atau diatasnamakan pihak lain sangatlah tidak mudah. Oleh sebab itu, keberhasilan kejaksaan khususnya dalam hal pengembalian aset negara dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat.

Ia lantas mengatakan Provinsi Kepri yang merupakan pecahan Provinsi Riau tentu mengalami tumpang tindih pencatatan aset.

“Kejaksaan pasti sangat membantu menyelesaikannya. Kami sudah sampaikan kepada BPKAD, Biro Hukum serta Biro Umum untuk berkoordinasi terhadap masalah aset. Sehingha dalam pencatatan asset milik masing-masing Pemda menjadi lebih tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tutup Arif.

Sementara itu Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Jan S Maringka dalam sambutannya mengatakan pemulihan aset negara tidak hanya dilakukan secara follow the money yang mengedepankan tindak pidana. Menurutnya, cara itu dapat membuat penyelenggara negara takut untuk mengambil tindakan sehingga berdampak pada pembangunan nasional.

“Maksudnya follow the money adalah instrumen pidana yang sering kali dirasakan cukup efektif. Namun ternyata ada perubahan pandangan instrumen pidana tidak lagi menjadi instrumen yang paling dikedepankan, istilah kita ultimum remedium akhirnya sarana terakhir,” ujar Jan

Jan mengatakan rasa takut tersebut berdampak pada rendahnya anggaran negara yang terserap dan pembangunan terhambat. Pada akhirnya, penegakan hukum tersebut dinilai menjadi salah satu faktor terhambatnya pembangunan itu.

“Ketika timbul rasa takut mereka tidak mau melaksanakan akhirnya uang negara tidak terserap, ketika uang negara tidak terserap timbulnya efek ketakutan dan momentum pembangunan terhambat. Ini yang harus kita pahami bersama, ketika pembangunan terhambat siapa yang disalahkan? aparat penegak hukum,” ucapnya.(man)

Loading...