Limbah Masker Berpeluang Menjadi Angker

Loading...

Pandemi Covid-19 hampir nyata melumpuhkan aktivitas dan perekonomian dunia, strategi pengendalian baik teori maupun praktik silih berganti diaplikasikan, namun tanda-tanda berakhirnya pandemi belum menunjukkan penampakan.

Ada tiga pesan promotif yang menjadi “trending topic” di berbagai media massa, media elektronik dan media sosial dalam upaya meredam invasi Covid-19, pesan tersebut meliputi rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir, gunakan masker dengan benar dan jaga jarak aman 1-2 meter.

Dari pesan tersebut penulis mengangkat tema pengelolaan limbah masker sekali pakai, kondisi ini adakalanya terpantau semrawut dan tak ayal mempertontonkan pemandangan tidak elok di tengah permukiman masyarakat.

Secara global selama era pandemi diperkirakan ada 129 miliar masker wajah dan 65 miliar sarung tangan plastik ditemukan setiap bulannya. Terlebih, sampah masker yang melimpah akan menjadi lebih bermasalah jika dibuang tidak pada tempatnya.

Worldwide Wildlife Fund (WWF) melaporkan kekhawatiran tentang pembuangan sampah masker yang salah, dengan mengatakan: Jika hanya 1 persen dari masker yang dibuang secara tidak benar, ini akan menghasilkan 10 juta masker per bulan yang tersebar di lingkungan.

Setiap masker jika ditimbang beratnya sekitar 4 gram, ini akan memerlukan dispersi lebih dari 40 ribu kilogram plastik di alam.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta telah menangani 1,5 ton limbah masker sekali pakai dari rumah tangga selama masa pandemi Covid-19. Data limbah infeksius tersebut terhitung sejak April hingga Desember 2020.

Dari lokasi berbeda, sampah medis dari seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) DKI Jakarta yang diawasi DLH mencapai 6.1 ton selama pandemi ini. hal ini menjadi kewajiban setiap fasyankes agar dapat mengelola dan menanganinya dengan baik.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa selama pandemi limbah masker sekali pakai yang bersumber dari rumah tangga meningkat signifikan dan tidak tertutup kemungkinan kondisi serupa terjadi di daerah lain selain Jakarta.

Masker sekali pakai menjadi momok menakutkan ketika tidak dikelola dengan benar, masker ditengarai mengandung berbagai kuman pathogen yang dapat mengancam dan mempengaruhi kesehatan baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Teori klasik Hendrick L. Blum, atau lebih dikenal dengan Blum’s Theory (1974), menyatakan ada empat faktor yang turut mempengaruhi kesehatan masyarakat.

Pertama, lingkungan; kedua, perilaku; ketiga, keturunan (genetik) dan keempat, pelayanan kesehatan.

Artinya dari faktor lingkungan, ketika masker yang terpapar kuman, bakteri dan virus dibuang pada lingkungan terbuka atau tidak pada tempatnya, maka keberadaan limbah masker sekali pakai tersebut tentu mempengaruhi aspek kesehatan masyarakat.

Di sisi lain memberikan dampak terhadap kebersihan dan keasrian lingkungan. Teori Blum ini masih relevan dan belum terbantahkan hingga kini.

Di kalangan masyarakat awam, masker yang digunakan umumnya bukan kategori limbah medis yang diperlakukan khusus seperti limbah medis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes), sebab tidak digunakan dalam pelayanan atau pasien di fasyankes, sehingga masker tersebut masuk dalam kategori limbah domestik.

Dengan demikian perlakuannya sama dengan pengelolaan limbah domestik sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Namun untuk mengurangi risiko terhadap kesehatan masyarakat, penanganan masker habis pakai mengacu pada pedoman pengelolaan limbah masker dari masyarakat yang dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ketika pandemi Covid-19 merebak di tanah air.

Pengelolaan limbah masker di masyarakat semestinya merujuk pada pedoman yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di atas.

Tahapan-tahapan dalam pedoman tersebut meliputi:

Pertama, gunakan sarung tangan standar sebagai alat pelindung diri, lalu kumpulkan masker bekas pakai dalam wadah plastic yang aman.

Kedua, desinfeksi: lakukan desinfeksi terhadap masker sekali pakai dengan cara rendam masker yang telah digunakan dengan larutan desinfektan/klorin/pemutih (dettol,bayclin, klorox dan sejenis) agar terbebas dari paparan kuman penyakit.
Ketiga, deformasi (rubah bentuk), kumpulkan masker pasca desinfeksi kedalam wadah atau plastik yang aman, untuk masker individu segera dirusak talinya dan robek bagian tengah masker sehingga tidak dapat digunakan kembali.

Keempat, buang masker yang telah melalui proses desinfeksi dan deformasi ke tempat sampah domestik yang biasanya digunakan oleh masyarakat.

Kelima, terapkan protokol cuci tangan yang benar di air mengalir agar terhindar dari hazard yang disebabkan paparan limbah masker, gunakan hand sanitizer bila tidak ditemukan sarana cuci tangan.

Penggunaan masker oleh masyarakat saat ini tergolong semakin tinggi, hal ini disebabkan karena meningkatnya kewaspadaan terhadap isu pandemi Covid-19. Secara positif kondisi ini menandakan bahwa kesadaran masyarakat untuk proteksi risiko cukup baik.

Namun demikian peningkatan penggunaan masker tidak jarang dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, dikhawatirkan masker sekali pakai akan didaur ulang dan dijual kembali ke pasaran.

Situasi ini yang melatarbelakangi mengapa pedoman pengelolaan limbah masker dari masyarakat tersebut diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Lingkungan Kemenkes RI.

Pengelolaan limbah masker dengan manajemen andal tentunya menjadi atensi kita bersama. Kampanye tentang lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat secara tidak langsung dapat menekan/mengurai mata rantai penyebaran Covid-19 di permukiman penduduk, meski perlu diimplementasikan secara militan dan berkesinambungan.

Agar pengelolaan limbah berjalan dan terawasi dengan baik, perlu keterlibatan aktif masyarakat dan semua pihak baik pemerintah, pemerintah daerah, stakeholder terkait, private sector, organisasi profesi, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan tokoh-tokoh sentral di masyarakat sehingga upaya mewujudkan lingkungan bersih dan sehat membuahkan hasil yang bermakna.***

Oleh Andi Kurniawan
Alumni Magister Public Health (MPH) Universitas Gadjah Mada (UGM)
Lahir Dabo Singkep, Domisili Tanjungpinang

Loading...