Sumber Daya Ekosistem Lamun di Pulau Bintan

Loading...

Dilansir dari barenlitbangkepri, diketahui luas wilayah provinsi Kepulauan Riau sebesar 251.810 k, dengan cakupan 96% merupakan wilayah lautan dan 6% daratan.

Dengan luas wilayah tersebut, Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya alam yang besar mulai dari pesisir hingga perairan laut dalam.

Potensi sumberdaya hayati laut yang ada di wilayah pesisir dan laut salah satunya adalah lamun, mangrove, dan terumbu karang.

Salah satu wilayah di Kepulauan Riau yang memiliki sumberdaya hayati laut padang lamun adalah Pulau Bintan.

Menurut Indriani et al. (2017), topografi pesisir Pulau Bintan yang dilandai dengan substrat berpasir dan berlumpur menjadikan keberadaan padang lamun cukup luas dan dapat tumbuh dengan baik.

Berdasarkan penelitian Karlina et al. (2018), diketahui terdapat 10 jenis lamun di Kabupaten Bintan, yaitu Enhallus acoroides, Thallasia hempricii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Hallodulle univervis, Hallodulle pinovolia, Thalassodendron cilliatum, Hallophila ovalis, dan Hallophila spinulosa.

Apakah kalian pernah mendengar kata lamun (seagrass)?. Kata lamun masih terdengar asing bagi sebagian orang. Hal tersebut kemungkinan disebabkan masih sedikitnya informasi mengenai tumbuhan laut ini.

Lamun atau seagrass merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat hidup dan tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal. Lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga, dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh di darat.

Komunitas lamun tumbuh berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut.

Di Indonesia, seagrass memiliki berbagai nama daerah. Di Teluk Banten seagrass dikenal sebagai lamun; di Kepulauan Seribu disebut rumput pama, oseng, samo-samo.

Di Kepulauan Riau disebut rumput setu atau setu laut; di Sulawesi Selatan disebut rumput samosamo, rumput anang; di Maluku disebut lalamong, samo-samo, pama, ilalang laut; di Maluku Utara disebut rumput gussumi, guhungiri, alinumang.

Di Pulau Kabaena, Muna, Buton dan Sulawesi Tenggara disebut sebagai rumput lelamong atau rumpat lela. Di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, lamun spesies Enhalus acoroides dikenal sebagai rumput unas.

Beberapa studi menyatakan bahwa padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang produktif dan mempunyai fungsi ekologis yang sangat besar.

Fungsi dan manfaat ekosistem lamun diantaranya adalah sebagai produsen primer, habitat biota, pendaur zat hara, penyerap karbon, dan penangkap sedimen, serta penahan arus dan gelombang.

Sedangkan jasa ekosistem lamun diantaranya sebagai jasa penyedia (provisionging services), jasa budaya (cultural services), jasa pengaturan (reguating services), dan jasa pendukung (supporting services).

Masing-masing dari jasa ekosistem yang diberikan tersebut bermanfaat untuk sistem sosial dan sistem ekologi dengan keberadaan ekosistem tersebut.

Pola konektivitas antara masyarakat dengan ekosistem lamun membentuk hubungan ketergantungan dan keterkaitan yang berbeda. Pola konektivitas yang terjadi di kawasan pesisir tidak hanya saling memberikan dampak positif tetapi juga memberikan dampak negatif pada masyarakat maupun sumberdaya pesisirnya.

Sebagai contoh dari dampak positif adalah keberadaan ekosistem lamun yang ada di Pulau Bintan ini sangat bermanfaat khususnya sebagai jasa penyedia (provisioning services). Di mana ekosistem lamun sebagai penyedia sumber daya ikan, makanan ikan, air, nutrient, dan lain-lain.
Sedangkan contoh dampak negatifnya adalah ketika manusia semakin menguras sumberdaya pesisir yang ada dan tidak menjaga keberlanjutan sistemnya maka sumberdaya pesisir dapat terdegradasi dan tercemar.

Degradasi ekosistem lamun dapat terjadi akibat dari kegiatan manusia yang tidak terkontrol seperti sedimentasi karena adanya pembukaan lahan untuk pembangunan resort, hotel, dan rumah makan. Kegiatan ini dapat menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi yang dapat menyebabkan penurunan kualitas ekosistem lamun.

Sebagai negara maritim dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar, kita perlu menjaga ekosistem di wilayah pesisir dengan baik. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keseimbangan dari ekosistem pesisir itu sendiri.

Selain itu juga untuk menjaga kelangsungan hidup yang baik bagi biota di dalamnya dan untuk menunjang keberlangsungan sumberdaya perikanan masyarakat.

Sumber Pustaka:

Arkham, Muhammad Nur. Adrianto, Luky. Wardiatno, Yusli. 2015. Konektivitas Sistem Sosial-Ekologi Lamun Dan Perikanan Skala Kecil Di Desa Malang Rapat Dan Desa Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7(2): 433-451

Barenlitbangkepri. 2017. Badan Perencanaan Penielitian dan Pengembangan Provinsi Kepulauan Riau. Potensi Kepri. [Internet]. [14 November 2020]. Tersedia dari: https://barenlitbangkepri.com/potensi-kepri/

Indriani. Wahyudi, A’an J. Yona, Defri. 2017. Cadangan Karbon di Area Padang Lamun Pesisir Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 2(3): 1-11

Karlina, Ita. Kurniawan, Fery. Idris, Fadhliyah. 2018. Pressure and Status of Seagrass ecosystem in the Coastal Areas of North Bintan, Indonesia. SCiFiMaS , E3S Web of Conferences, 47, Hal. 1-6

Sjafrie, NDM. Dkk. 2018. Status Padang Lamun Indonesia 2018 Ver.02. Jakarta Pusat: Pusat Penelitian Oseanografi

Penulis: Zuhrotul Lailiah
Program Studi : Ilmu Kelautan
Fakultas : Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas : Universitas Maritim Raja Ali Haji

Loading...