Awas! Krisis Ekonomi Mengintai di Balik Wabah Covid-19

Loading...

Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia ketiga setelah China dan India. Ekonomi negara ini menampatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-16 dunia yang artinya Indonesia juga merupakan anggota G-20.

Sejak 1961, ekonomi Indonesia selalu mengalami pertumbuhan dan hanya dua kali mengalami kontraksi. Pertumbuhan PDB Indonesia tertinggi dicatat pada tahun 1968 yaitu pada masa Orde Baru dengan mencapai angka 10,29%. Lalu pada era reformasi, pertumbuhan ekonomi tertinggi dicatat pada 2007, yaitu sebesar 6,35% (Databoks, 2018).

Namun, ekonomi Indonesia juga pernah mengalami penurunan atau pertumbuhan negatif, yakni pada tahun 1963 pada era Orde Lama dan pada 1998 saat terjadinya krisis moneter yang membuat ekonomi Indonesia mengalami penurunan sangat dalam hingga -13,13%.

Krisis moneter adalah krisis yang berhubungan dengan keuangan suatu negara. Ditandai dengan keadaaan dimana keuangan yang tidak stabil akibat lembaga keuangan dan nilai tukar mata uang yang tidak berfungsi sesuai dengan harapan. Krisis moneter di Indonesia terjadi karena krisis finansial Asia 1997-1998.

Krisis finansial Asia pertama kali dimulai pada 2 Juli 1997, ketika Thailand mendeklerasikan ketidakmampuan untuk membayar hutang luar negerinya. Dengan adanya krisis moneter, banyak perusahaan yang terpaksa menghentikan karyawannya karena tidak bisa membayar upah kerja.

Selain itu hampir seluruh harga barang mengalami kenaikan yang cukup tinggi, sehingga masyarakat kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok, hutang luar negeri melonjak dan harga BBM yang terus naik.

Namun sejak tahun 2014 hingga tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,01% hingga mencapai 5,17%. Sayangnya keadaan ini tidak bertahan lama, di tahun 2019 ekonomi Indonesia mengalami penurunan yaitu dari 5,17% menjadi 5,02%.

Penurunan pertumbuhan ekonomi ini bisa dikaitkan dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang dari tahun ketahun mengalami kenaikan.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh titik terendah selama terhitung sejak awal tahun, bahkan hampir dua dekade setelah krisis moneter tahun 1998. Ketika rupiah sempat melewati kurs Rp 15.000 per dolar AS. Hingga sampai saat ini sudah memasuki tahun 2020 nilai tukar rupiah semakin melemah yaitu 15,583.00 per dolar AS (SEPUTARFOREX.com).

Hal ini diperparah dengan mewabahnya virus Covid 19, yang membuat kemerosotan ekonomi bagi banyak negara, begitu juga yang tergabung dalam kelompok G-20. Indonesia sendiri adalah negara yang termasuk dalam negara yang terdapat kasus covid 19.

Apabila Indonesia masih dalam keadaan seperti ini bisa dipastikan perekonomian Indonesia semakin melemah, maka akan banyak pengusaha yang gulung tikar. Barang-barang yang berasal dari luar negeri akan melonjak harganya. Hal itu sangat berpengaruh pada perusahaan atau industri-industri yang menggantungkan bahan pokok produksinya pada barang impor.

Harga sembako juga semakin naik karena untuk menutupi meningkatnya harga produksi. Lalu bagi perusahaan yang memiliki utang di luar negeri juga akan mengalami kesulitan karna harus membayar bunga dan pokoknya dalam jumlah yang sangat besar.

Ditambah lagi dengan diberlakukannya social distancing dan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disebagian daerah di Indonesia membuat banyak orang yang mengalamai kelumpuhan ekonomi.

Masyarakat menengah ke bawah banyak kehilangan pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali mengalami krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1998.

Hal ini dapat kita lihat dengan kejadian yang serupa pada kala itu, seperti nilai tukar rupiah yang semakin melemah, naiknya harga sembako, dan banyak perusahaan yang terpaksa memberhentika karyawannya karena minimnya pemasukan.

Untuk menanggapi masalah seperti ini sangat diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama dalam menjaga pertumban ekonomi. Pemerintah lebih di fokuskan dalam pengawasan agar nilai tukar rupiah tidak semakin melemah.

Lalu untuk masyarakat sangat di harapkan untuk tidak melakukan kegiatan punic buying yang dimana itu akan sangat berdampak bagi masyarakat yang lain dan juga pola ekonomi. Apabila masyarakat masih melakukan panic buying, maka bisa jadi harga sembako atau barang-barang yang lainnya bisa mengalami kenaikan. (***)

Penulis Dewi Utami
Mahasiswa Semester IV Universitas Maritim Raja Ali Haji

Loading...