Peranan Manusia pada Kerusakan Zona Intertidal

Loading...
Sri Maharani. F-dok pribadi

Manusia punya peran sebagai penyelamat juga sebaliknya. Dalam kasus zona interdidal, ternyata manusia punya peranan sebagai perusak.

Zona intertidal merupakan zona pasang surut atau bagian dari tepi pantai yang tergenang air pada waktu air pasang (menjadi perairan), namun kering pada waktu air surut (menjadi daratan), (Suwignyo et al, 2005).

Daerah ini memiliki lingkungan yang ekstrim karena diakibatkan oleh adanya pasang surut. Hal tersebut menyebabkan zona ini memiliki keragaman biota yang tinggi karena perbedaan lingkungan dibandingkan dengan daerah laut lainnya.

Zona intertidal memiliki luas yang sangat terbatas, tetapi banyak terdapat variasi faktor lingkungan yang terbesar dibandingkan dengan daerah lautan lainnya, karena itu keragaman organismenya sangat besar (Katili, 2011).

Selain itu, kondisi lingkungan intertidal sangat ekstrim dan cepat berubah karena sifat pasang surut dapat menyebabkan daerah intertidal terendam atau terbuka dan kejadian ini dapat terjadi satu hingga dua kali dalam satu hari (Yulianda, 2009).

Zona ini dihuni organisme yang keseluruhannya merupakan organisme bahari. Biota yang berada di zona intertidal memiliki mekanisme adaptasi khusus yang memungkinkan mereka untuk hidup.

Kelompok organisme intertidal umumnya terdiri dari lamun (sea grass), rumput laut (sea weed), komunitas karang (coral community), dan biota yang berasosiasi dengan karang dan lamun. Rumput laut terdiri dari alga hijau, alga merah, dan alga cokelat. Komunitas karang terdiri dari karang keras, karang lunak, sponge, ascidian, anemone laut, dan zoanthid.

Biota yang berasosiasi terdiri dari kerang-kerangan, ikan, udang, bintang laut, bulu babi, dan biota laut lainnya. Keragaman dan sebaran organisme sangat berkaitan dengan keragaman karakteristik habitat dan sangat dipengaruhi oleh ketergenangan air laut. Keragaman habitat akan menentukan komunitas dan biota yang berasosiasi dengan sistem ekologi di daerah pasang surut.

Namun tahukah kalian? Biota intertidal cenderung mengalami penurunan keanekaragaman dan populasi biota di beberapa daerahnya. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan adanya faktor alam dan juga faktor dari manusia. Faktor-faktor alam yang mempengaruhi adalah akibat adanya pasang surut yang mengakibatkan perubahan kualitas air yang terjadi dalam jangka beberapa jam.

Sedangkan, faktor-faktor dari manusia dapat berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh pabrik dan juga adanya kegiatan madak yang dilakukan oleh masyarakat saat air surut. Aktivitas ini dilakukan satu sampai dua kali dalam sehari.

Apa itu aktivitas madak? Madak/remadak adalah sebuah istilah untuk surutnya air laut. Saat orang-orang akan melakukan pengambilan biota yang terjebak dalam sisa genangan-genangan air yang telah surut. Hal inilah yang mereka katakan dengan “pergi ambil hasil madak” sehingga dikenal dengan “aktivitas madak” yang sebenarnya kata “madak” sendiri menggambarkan air laut yang surut bukan aktivitasnya.

Aktivitas madak ini mengambil biota intertidal yang dapat dimanfaatkan, tertutama dapat dikonsumsi. Jika dilakukan secara berlebihan dapat mengakibatkan berkurangnya beberapa komunitas biota intertidal (yang diambil) pada zona intertidal.

Hasil dari madak sebagian besar digunakan sebagai alat tukar yang ditukarkan dengan hasil madak lainnya atau barang seperti beras, daging, piring dan lain-lain dan ada beberapa yang dikonsumsi langsung. Tetapi, masyarakat lebih sering membagi hasil dari madak mereka kepada para tetangga ketika mendapat lebih.

Untuk hasil madak berupa ikan bebuak (ikan buntal), bintang laut dan kepiting besar berwarna merah yang biasa disebut kepiting bintang (sore bintang) setelah dimakan (diambil isinya) cangkangnya digunakan sebagai hiasan rumah.

Motif masyarakat melakukan aktivitas madak adalah untuk dikonsumsi. Tetapi, masyarakat yang melakukan aktivitas madak ini dengan motif iseng-iseng juga memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan motif lainnya. Hal ini diakibatkan karena berkurangnya pendapatan pemadak sehingga hasil tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang dikeluarkan.

Motif konsumsi ini juga tidak didasari dengan suatu keharusan apabila kegiatan ini tidak dilakukan mereka tetap memiliki bahan makanan, namun jika dilakukan mereka memiliki tambahan bahan makanan dan terkadang motif ini didasari juga karena rasa ingin mengkonsumsinya.

Aktivitas Madak biasanya lebih banyak dilakukan pada hari pertama dalam periode madak karena saat itu biota yang ada paling banyak dan semakin hari semakin berkurang yang juga diakibatkan karena banyaknya pemadak yang turun pada saat hari pertama.

Aktivitas madak pada zaman dulunya dalam sehari dilakukan pada saat pagi, sore dan malam hari, tetapi saat ini madak lebih banyak dilakukan pada sore hari dibandingkan dengan pagi dan malam hari. Menurut beberapa pemadak, biota lebih banyak keluar di sore hingga malam hari atau saat matahari mulai turun, seperti Cypraea sp dan Turbo sp yang lebih banyak keluar pada saat matahari mulai tenggelam. Waktu madak selalu bertambah setiap harinya dan selalu mundur 1 jam dari hari sebelumnya.

Banyaknya biota pada zona intertidal menyebabkan semakin meningkatnya jumlah pemadak yang mempunyai perilaku yang bermacam-macam, tergantung dari jenis biota apa yang mereka inginkan. Perilaku para pemadak yang menginjak karang umumnya dilakukan oleh para pemadak yang mencari biota dan melewati komunitas karang dengan menginjaknya tanpa mencari jalan lain untuk dapat menghindari karang tersebut.

Perilaku pemadak yang mencari Haliotis sp, gurita, kepiting, dan ikan biasanya membongkar karang karena biota yang berada di bawah karang. Sedangkan para pemadak menggeruk sedimen berpasir untuk mencari Modiolus sp yang biasanya melekat pada batuan dan berada dalam sedimen berpasir. Pembongkaran karang yang dilakukan masyarakat merusak habitat biota itu sendiri karena pembongkaran karang yang dilakukan tidak mengembalikan karang dalam keadaan semula.

Sehingga posisi karang yang seharusnya ada di atas menjadi di bawah, bahkan ada karang yang dibiarkan saja dalam keadaan berdiri. Hal ini mengakibatkan rusaknya habitat biota karena berkurangnya bahkan hilangnya habitat sekaligus tepat bersembunyinya biota seperti ikan dan gurita. Miris sekali bukan?

Para pemadak pemula atau yang hanya bermotif ikut-ikutan dapat menghasilkan dampak yang lebih besar karena dari hasil survey para pemadak tersebut tidak tahu biota apa yang dicari dan bagaimana cara mencarinya sehingga mereka hanya melakukan aktivitas yang terlihat di lokasi.

Dampak dari perilaku madak baik dari perilaku pemadak pemula maupun dari para pemadak yang telah lama melakukan aktivitas ini, dapat dinilai dari dari tingkat dampak yang ditimbulkannya. Dampak ini dinilai dari besarnya kontribusi yang dihasilkan perilaku ini terhadap kerusakan ekologi zona intertidal.

Penulis: Sri Maharani, UMRAH, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Program Studi Ilmu Kelautan, NIM 180254241006

Loading...