“Selera” Pariwisata di Kepri

Loading...

Oleh Maswito

SUNGGUH menarik dan mengelitik opini Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, Panusunan Siregar yang dimuat salah satu media harian yang beredar di daerah ini. Judulnya, “Quo Vadis Pembangunan Pariwisata Kepri? Opini yang perlu dibaca oleh pelaku pariwisata, di manapun dia berada, apalagi di Kepri – karena locus tulisan itu adalah Kepri, provinsi yang kita cintai ini.

Pertengahan Desember tahun lalu, dalam perjalanan feri Tanjungpinang – Batam, secara tak sengaja saya berjumpa dengan sang empunya tulisan (Panusunan Siregar, red). Dalam perjalanan selama satu jam tersebut, kami berdiskusi tentang pembangunan pariwisata di Kepri, khususnya di Tanjungpinang, tempat saya tinggal dan bekerja.

“Saya optimis pariwisata di Kepri bisa berkembang pesat dengan sebuah catatan,” katanya membuka pembicaraan dengan santai, rileks, penuh canda, dengan logat khas Bataknya itu. Saya mencoba menjadi pendengar yang baik ketika dia menceritakan kunci sukses membangun pariwisata di suatu daerah dengan runut dilengkapi dengan data dan faktanya. Rasanya saya kembali menjadi “mahasiswa” dengan Panusunan Siregar sebagai “dosen pengasuh” mata kuliahnya.

“Catatan saya, instansi terkait, stakeholder, pelaku usaha, dan industri pariwisata harus menciptakan “SELERA” pariwisata di Kepri ini. Yakinlah saudara, jika “selera” itu sudah tercipta, wisatawan itu akan “ketagihan” berkunjung ke Kepri,” katanya memberi alasan dan penjelasan dengan rinci. Saya tersenyum mendengar penjelasan yang diselingi dengan candanya itu.Ringan tapi mengesankan.

Dia mencontohkan daerah yang sudah menciptakan “selera” pariwisata di Indonesia itu baru Bali – daerah lain kayaknya masih mencoba. Kendati Bali beberapa kali diserang bom oleh teroris dan musibah kabut akibat meletusnya gunung Agung, namun tidak menyurutkan minat wisatawan untuk berkunjung ke pulau dewata tersebut. Itulah kelebihan Bali dibandingkan daerah lainnya di Indonesia.
“Saya pernah beberapa tahun bertugas di Bali.Sampai sekarang saya masih kangen dengan Bali.Itulah yang namanya selera,” ujanya.

Bagaimana dengan Kepri? “Ada kecenderungan di luar Batam dan Lagoi di Bintan, wisatawan hanya berkunjung sekali atau dua kali. Setelah itu?Saudara bisa menjawabnya sendiri,” katanya tersenyum getir. Menurut dia, bila dicermati lebih jauh, perkembangan jumlah wisman di Kepri dalam lima tahun terakhir relatif fluktuatif, baik antarbulan dalam setiap tahun maupun antartahun. Secara rata-rata, angkanya masih berfluktuasi pada kisaran 125 s.d 175 ribu perbulan dan hanya pada setiap bulan Desember angkanya melebihi 200 ribu pengunjung. Jadi tidak mengherankan bila jumlah wisman yang datang ke Kepri masih berada di bawah angka 2,1 juta per tahun.

Bila wisman yang datang ke Kepri diurai menurut asal negara, wisman utamanya berasal dari Singapura, Malaysia, Tiongkok, India, Korea Selatan, Filipina, dan Jepang. Tiga yang pertama (Singapura, Malaysia, dan Tiongkok, red)memberi kontribusi hampir mencapai 70 persen dimana masing-masingnya mengambil porsi sebesar 49,56 persen, 12,16 persen, dan 7,4 persen.Itu artinya, bahwa ketika Kepri ingin mendongkrak jumlah wisman pada tahun 2018, hendaknyalah ketiga negara tersebut dijadikan target prioritas atau fokus pasar utama.

Dengan demikian, kata Panusunan dalam menentukan target wisman tahun depan, tidak lagi sekedar menetapkan angka total Kepri (misalnya 2,6 juta pada 2017), tetapi harus spesifik ditetapkan dari masing-masing negara yang disebutkan. Bila ini yang dilakukan, maka pemerintah daerah baik Provinsi, kabupaten maupun kotadapat merancang program-program atau kegiatan-kegiatan aksi untuk menarik dan memikat para pelancong dari ketiga negara sesuai budaya, minat, dan selera masing-masing.

Menurut Panusunan, ada beberapa keuntungan komparatif yang dimiliki Kepri sebagai faktor penarik (pull factor) bagi wisman ketiga negara tersebut, yakni:

Pertama; letak geografis (terutama untukSingapura dan Malaysia) relatif dekat ke Batam dan Bintan dimana share Wisman dari kedua negara tersebut mencapai hampir 63 persen, menjadikan biaya transportasi antarnegara relatif murah.

Kedua; kuliner yang murah dan beragam dengan citarasa yang relatif berbeda dari kedua negara.

Ketiga; keramahan masyarakat yang direfleksikan indeks kebahagiaan yang tinggi (ke-7 tertinggi se-Indonesia) juga faktor yang tidak kalah penting untuk memikat para wisman.

Keempat; produk-produk manufaktur Kepri yang sudah berkualitas ekspor namun harganya relatif lebih rendah dibandingkan harga di negara asal wisman, juga memiliki daya pikat tersendiri.

Dengan bermodalkan keunggulan-keunggulan di atas hendaknyalah wisman Singapara dan Malaysia dijadikan target pasar yang paling prioritassebagai sumber wisman bagi Kepri. Untuk itu, pemerintah daerah dan pelaku usaha di sektor akomodasi (perhotelan) harus bersinergi dan saling bahu membahu untuk meningkatkan jumlah tamu wisman dari kedua negara tersebut.Caranya, dengan meminta para pelaku usaha akomodasi untuk memberikan potongan tarif kamar (room-discount rate) pada setiap akhir pekan dan bukan malah sebaliknya menaikkan tarif sebagaimana yang telah lazim dipraktekkan.

Kemudian, info discount rate tersebut berikut keindahan objek wisatanya dipasarkan melalui internet/website dan media sosial seperti facebook, instagram, dan youtube. Bila strategi ini bisa dilakukan, niscaya jika ditargetkan 1,5 juta pengunjung per tahun dari Singapura optimis bisa dipikat dan 0,6 juta pengunjung dari Malaysia. Hal yang sama, arus pelancong dari Tiongkok, India, Korea Selatan, Filipina, dan Jepangpun akan juga mengalir deras.

Dan jika dikombinasikan kata panusunan dengan program-program besar tahunan Pemerintah daerah baik provinsi, kabupten dan kota, maka angka tersebut bisa lebih tinggi lagi. Dengan demikian, jika tahun 2018 ditargetkan 3 juta wisman, maka sangat feasible untuk dapat diwujudkan. Tentunya masalah infrastruktur dan fasilitas kepariwisataan di tempat-tempat objek wisata harus dibenahi, seperti penataan tempat para pedagang kuliner, fasilitas WC, kamar mandi untuk membilas badan seusai mandi di laut, dan toko/kios souvenir.

Menciptakan “Selera”

Lalu bagaimana menciptakan “selera” pariwisata itu? Menurut Panusunan, ada hal mendasar yang harus dilakukan di Kepri. Contoh kecil dalam membuat objek wisata itu harus nyaman dan aman. Setakad ini katanya, objek wisata di Kepri, masih jauh dari nyaman bukan saja dari segi fasilitas tapi juga konektivitas. Bila hal ini bisa dilakukan maka para wisatawan ke kepri akan terus berdatangan mengingat keindahan objek wisata-objek wisata itu sungguh luar biasa. Tentunya yang tidak kalah penting adalah perilaku masyaraka yang ramah dan tidak memiliki attitude mengambil untung sesaat.

Menciptakan “selera” rasa aman dan nyaman ini perlu dilakukan di Kepri. Di Bali ada pasukan khusus Pecalang atau polisi tradisional Bali yang siap menciptakan rasa aman dan nyaman selama wisatawan ada di Bali. Hampir dalam setiap perayaan upacara adat yang berhubungan langsung dengan masyarakat umum selalu melibatkan Pecalang.Pakaiannya berbeda dengan yang lainnya sehingga setiap orang bisa dengan mudah untuk mengenalinya.

Pecalang memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan kelancaran setiap ada upacara adat di Bali dalam sekala besar, seperti menjaga keamanan setiap perayaan Hari Raya Nyepi, saat prosesi Melasti, upacara adat di pura-pura, prosesi Ngaben, upacara pernikahan, dan juga aktivitas keagamaan dan adat lainnya.

Secara umum tugas Pecalang seperti tugas polisi, mereka juga mengatur lalu lintas di areal kegiatan upacara keagamaan dengan berkoordinasi dengan polisi, mereka memiliki fungsi sama dalam menjaga keamanan masyarakat serta menyampaikan isu-isu Kamtibmas. Pecalang di Bali tidak hanya mengamankan kelancaraan upacara keagamaan umat Hindu, tetapi juga saat hari raya Lebaran di Masjid dan juga perayaan Natal di Gereja. Ini membuktikan kerukanan umat beragama di Bali sangat terjaga dengan baik, walaupun mayoritas Bali beragama Hindu rasa toleransi dijunjung tinggi, tidak ada intimidasi, sehingga kebhinekaan tetap utuh. Begitu peran penting Pecalang di Bali selain sebagai menjaga keamanan juga sebagai pemersatu antar umat beragama.

Kendati Kepri bukan Bali, namun kata Panusunan, upaya-upaya untuk mencipatakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan perlu diciptakan. Di sinilah mungkin peran pemerintah daerah. Pemberdayaan Kelompok Sadar Wisata (Pok Darwis) perlu terus dilakukan. Pok Darwis bisa menjadi ujung tombak pengembangan pariwisata di daerah. Ayo………… mulai bergerak!

Penulis adalah ASN pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang

Loading...