Unik! Warga Tanjungpinang Ini Cetak Sawah di Belakang Rumah dan Berhasil Panen

Loading...

Suarasiber.com – Kerja keras, pantang menyerah dan inovatif, itu tak ubahnya semacam kata penyemangat yang begitu sering didengar. Sulit dilakukan oleh sebagian orang yang pernah mencoba, namun Ady Indra Pawennari gigih melakukannya.

Hasilnya, ia sukses mencetak areal persawahan di belakang rumahnya, Pavilun Nusantara, Jalan WR Supratman, Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Sawah yang dibuat pengusaha muda ini tidaklah terlalu luas. Keseluruhannya hanya 4 x 9 meter persegi. Ia membaginya ke dalam dua petak dengan ukuran yang sama.

Bulan Juli 2023 nanti usia tanaman padinya sudah memenuhi syarat untuk dipanen. Sebenarnya ini merupakan panen kedua, setelah panen pertama juga sukses. Pada panen pertama, padi yang ditanam jenisnya ketan hitam.

Sejumlah wartawan, termasuk suarasiber.com, mengunjungi rumah Ady pada Kamis, tanggal 25 Mei 2023 pagi. Jika sampai di depan rumahnya, tak akan pernah tahu jika di dalamanya terdapat beragam tanaman. Apalagi membayangkan sawah.

Sawah dicetak di belakang rumahnya, jalannya masuk lewat samping rumahnya langsung menuju bagian belakang rumahnya yang luas.

“Jenis padi yang saya tanam CL 220, karena varian ini memiliki produktivitas yang tinggi,” ujar Adi menerangkan.

Sistem penanamannya juga lebih gampang, menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung), ditabur di atas tanah yang sudah ada pupuknya.

Ady bukan sarjana pertanian, melainkan hanya anak seorang petani di sebuah kampung di Sulawesi Selatan. Justru darah yang mengalir dari orang tuanya membuat ia tetap mencintai pertanian.

Padahal pemilik sebuah perusahaan cocopeat yang produknya diekspor ke sejumlah negara ini sudah cukup sibuk. Belum jabatannya sebagai pengurus sejumlah organisasi atau lembaga, baik lokal maupun nasional.

Alasan Ady menanam padi di belakang rumahnya sederhana. Namun tak banyak yang melakukannya.

“Saya akan berusaha bagaimana mengenalkan padi kepada anak-anak kita, selama ini tumbuh dan berkembang makan nasi setiap hari tetapi tidak tahu dari mana nasi itu berasal,” tuturnya.

“Saya hanya tamat SMA, anak petani. Inilah bentuk penghargaan kami terhadap orang tua kami sebagai petani, jadi saya terus sampai hari ini berusaha setiap kegiatan saya itu selalu ada kegiatan-kegiatan pertanian,” imbuhnya.

Kini tanaman padi yang ditanam Adi sudah setinggi pinggang orang dewasa. Biji padinya terlihat menyembul dari pohonnya, menunduk, dengan bulir isinya yang terlihat gemuk.

Melihat hasilnya di musim tanam ke dua ini, Ady meyakini panen berikutnya akan lebih bagus.

Alasannya, bibit untuk musim tanam ke tiga diambil dari hasil panen ke dua. “Jadi saya tidak membeli bibit lagi karena hasil yang sekarang ini sudah beradaptasi dengan kondisi di sini, sudah menyatu dengan iklim di sini,” jelasnya.

Air Menjadi Syarat Penting

Mengedukasi jika tanah di Tanjungpinang bisa ditanami padi dengan penanaman dan perawatan yang benar. Foto – suarasiber/syaiful

Ady memaparkan langkahnya bisa menumbuhkembangkan padi hingga panen di tanah Tanjungpinang. Sebuah wilayah yang nyaris tak terpikir bagi sedikit orang untuk menanam padi.

Air dsebutnya sebagai hal paling penting bagi tanaman padi. Meski padi bukan termasuk golongan tanaman air, namun membutuhkan air yang cukup sehingga kelembabannya tercukupi. Ady menegaskan, air yang cukup bukan berarti menggenang.

Ia memberikan air kepada tenaman padinya tiga hari sekali, secukupnya. Sumber airnya diperolehnya dari sumur.

Di lokasi yang sama, Ady juga membuat kolam ikan. Ini juga ada fungsinya. Air yang digunakan untuk menggenangi kolam ikan dialirkannya ke sawah.

Selain air, pemupukan juga harus diperhatikan. Hal ini mengingat sifat tanah di Tanjungpinang yang tandus, mengandung bauksit.

Jurusnya, Ady memberikan pupuk secara rutin, dengan jangka waktu seminggu sekali. Merek pupuk yang digunakan mulai Urea, TSP, KCL, Zet A, MPK. Selama menanam padi, tanamannya hanya sekali kena serangan hama berupa ulat.

“Saya semprot saja pakai pestisida, alhamdulillah masalah teratasi,” papar Ady.

Program 100 Hari Bertanam Padi

Ady Indra menunjuk tanaman padinya yang tengah berbuat lebat. Foto – suarasiber/syaiful

Perkenalan Ady dengan tanaman padi tentu saat ia kecil. Namun selepas itu ia merantau, nyaris tak pernah lagi berdekatan dengan sawah.

Barulah saat ia diangkat sebagai Staf Khusus Bupati Lingga yang kala itu dijabat Alias Wello, ia mendapatkan tugas yang mengharuskannya berurusan dengan padi.

“Saya diminta Pak Bupati menanam padi di Lingga sebagai program 100 hari Beliau,” tutur Ady.

Tantangannya bukan hanya soal kondisi tanah, juga pendanaan. Ia mengaku program bertanam padi di Lingga menggunakan uang pribadinya. Bersama Bupati Alias Wello.

Sekarang Kabupaten Lingga adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki areal persawahan paling banyak. Dan program sawah padi juga diteruskan pengganti Bupati Alias Wello, yaitu Muhammad Nizar.

Bak Kebun raya

Sejumlah wartawan bertandang ke sawah milik Ady Indra Pawennari. Foto – suarasiber/syaiful

Pavilun Nusantara bukan sekadar tempat tinggal bagi Ady dan keluarganya. Di bagian samping dan belakang rumahnya dijadikan lahan untuk menanam beragam pepohonan. Di luar padi. Luas keseluruhan lahan yang dipakai untuk Pavilun Nusantara 3.000 meter persegi.

Pisang cavendish, lemon, kelengkeng, jambu jamaika, alpukat, cempedak, nangka, jambu, sukun merah, jeruk, sirsak, belimbing, mangga, durian dan matoa adalah daftar pepohonan yang juga membutuhkan perawatan Ady.

Sangking cintanya dengan pertanian, untuk satu jenis pohon kadang ada beberapa varian yang ditanam sekaligus. Contohnya kelengkeng. Ada kelengkeng merah, itoh super, new kristal dan pingpong.

Demikian juga untuk pohon kelapa, di Pavilun Nusantara bisa ditemukan kelapa langka hibrida, kuning, hijau, kopyor dan ulang.

“Bagaimana mengenalkan kepada generasi muda tentang menanam padi, itu yang saya pikirkan,” tutur Ady.

Ia melihat ada lahan-lahan tidur di Tanjungpinang. Lahan itu tidak produktif. Ady membayangkan pemerintah daerah mencoba mengembangkannya untuk memproduksi pangan sendiri.

Saatnya kelas rombongan wartawan meninggalkan rumah Ady. Pamilik rumah pun kembali ke rutinitas hariannya, tanpa pernah melupakan padi dan pepohonan lain yang ditanamnya. Merawatnya dengan kasih sayang. (syaiful)

Editor Yusfreyendi

Loading...