Ada Apa dengan Reklame?

Loading...

PENERTIBAN reklame menjadi isu utama dan trending topik masyarakat Kota Tanjungpinang saat ini. Tiba-tiba, tiang-tiang reklame bisu yang sebelumnya seolah tak tersentuh itu, kini “berbicara”.

Dan, menjadi bahan perbincangan publik Kota Tanjungpinang di kedai-kedai kopi, grup-grup Whats App (WA), media sosial dan media arus utama.   

Ada pihak yang mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang seolah tidak memiliki program atau agenda yang lebih penting seperti mendatangkan investasi daripada alih-alih mengurusi soal tiang kontruksi reklame.

Sementara banyak pihak lain yang justru mendukung upaya penertiban tersebut. Karena tentu banyak juga yang jengah melihat hampir di setiap sudut kota dijejali dengan jejeran aneka bentuk, jenis, dan ukuran kontruksi reklame.

Lantas ada apa dengan kontruksi reklame?

Melalui sebuah pendataan yang dilakukan oleh suatu Tim Terpadu yang terdiri dari beberapa OPD di lingkup Pemkot Tanjungpinang, seperti Dinas PUPR, Badan Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Praja, ternyata diketahui bahwa dari lebih 200-an kontruksi reklame yang tersebar di penjuru Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau hanya sekitar 10 persen saja yang memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau kini disebut dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Atas dasar itulah kemudian Pemkot Tanjungpinang melaksanakan suatu penertiban perizinan. Dan, tentu saja juga diharapkan akan menghasilkan pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD).

Apakah penertiban kontruksi reklame yang tidak memiliki izin selama bertahun tahun bercokol di pinggir-pinggir jalan itu hanya sekadar upaya peningkatan PAD? Jawabannya tentu saja tidak.

Hal utama yang mendasari pelaksanaan kegiatan penertiban kontruksi reklame tidak berizin tersebut mungkin dapat disimpulkan secara singkat dengan :

1. Keinginan Pemkot Tanjungpinang untuk memberikan jaminan keselamatan terhadap masyarakat atas laiknya fungsi dan kontruksi reklame itu sendiri. Bukan menjadi rahasia umum jika tiang tiang dan kontruksi reklame yang bertebaran di tiap sudut strategis dan memiliki nilai jual tinggi di mata pengusaha itu, dibangun tanpa pengawasan sama sekali.

Bahkan kebanyakan selesai dibangun dalam satu malam, tanpa ada pendampingan teknis dari Dinas PUPR. Lah, kenapa sampai tidak ada pendampingan teknis? Ya, karena jelas kontruksi reklame tersebut tidak melalui suatu mekanisme perizinan sebagaimana mestinya.

Mungkin ada beberapa kontruksi reklame yang sekilas terlihat kokoh. Namun apakah kedalamannya tiangnya sesuai dengan perhitungan teknis untuk panjang, lebar, dan tinggi kontruksi reklame itu sendiri? Tentu tidak ada yang dapat memberi jaminan terhadap kualitasnya.

Bahkan melalui kegiatan penertiban yang secara gencar dilaksanakan oleh Satpol PP Kota Tanjungpinang, ditemukan kontruksi-kontruksi yang terbengkalai dan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya.

Jika kontruksi tersebut tumbang dan menimbulkan korban, mungkin tidak hanya saya yang yakin dan percaya bahwa masyarakat akan dengan mudah melayangkan jari telunjuk untuk menyalahkan Pemkot Tanjungpinang.

Kalimatnya mungkin bisa jadi seperti ini, “Kemana aja Pemkot Tanjungpinang, kok ada kontruksi reklame tak berizin dibiarkan begitu saja?” Intinya, Pemko Tanjungpinang akan dinilai lalai.

2. Penegakan wibawa pemerintah, dan menghadirkan negara di tengah masyarakat adalah salah satu tujuan dari pelaksanaan kegiatan penertiban kontruksi reklame di Tanjungpinang.

Sejak tahun 2010, Kota Tanjungpinang sebenarnya telah memiliki suatu regulasi yang ditujukan untuk mengatur teknis penataan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Yaitu Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 70 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung. Perda itu sendiri kini tengah mengalami penyempurnaan dan penyesuaian melalui bentuk rancangan Perda yang baru. 

Dalam Perda tersebut banyak diatur mengenai mekanisme, persyaratan teknis, dan tata cara pemberian IMB. Daerah sempadan jalan dibenarkan untuk dibangun atau dimanfaatkan untuk papan reklame. Dan tentu saja daerah sempadan jalan menjadi lokasi favorit.

Namun, sesuai dengan Perda dimaksud, hal itu tentu saja harus melalui suatu mekanisme, pendampingan, pengawasan, sampai pada penertiban IMB. Bayangkan jika dari lebih 200-an kontruksi reklame hanya sekitar 10 persen saja yang mengantongi IMB?

Hal tersebut memperlihatkan lemahnya penegakan wibawa pemerintah, dan bukti ketidakhadiran negara di tengah masyarakat. Mungkin juga masyarakat Tanjungpinang baru kali ini “ngeh” bahwa mayoritas kontruksi reklame tidak memiliki IMB.

Setelah Walikota Tanjungpinang Hj. Rahma, S.IP yang terkenal lugas itu, secara tegas melaksanakan penertiban perizinan ratusan kontruksi reklame.

Selain Perda Kota Tanjungpinang Nomor 70 Tahun 2010, Pemerintah Kota Tanjungpinang juga memiliki Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Tata Cara Izin Reklame.

Perwako yang baru dibuat pada masa kepemimpinan walikota Hj. Rahma, S.IP itu secara lebih detail mengatur mengenai penyelenggaraan urusan reklame.

Dalam banyak kesempatan, Hj. Rahma, S.IP menyatakan bahwa Pemkot sama sekali tidak bermaksud melarang atau alergi terhadap reklame.

Malah ia justru sangat mendukung, karena tentu saja walikota juga menyadari ada peluang PAD dari keberadaan kontruksi-kontruksi reklame tersebut.

Namun seperti keinginannya yang juga secara langsung tertuang dalam Peraturan Walikota Tanjungpinang, adalah penggunaan reklame sebagai media informasi publik baik untuk tujuan komersil dan non-komersil juga harus memenuhi aspek legalitas, estetika, keselamatan, dan kesesuaian dengan rencana tata ruang kota.

Apalah guna Perda Rencana Detail Tata Ruang sebagai kompas penataan wilayah, jika kontruksi-kontruksi reklame itu sendiri tidak kunjung ditertibkan?

Apalah guna Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Ketertiban Umum jika kontruksi-kontruksi reklame itu tidak kunjung ditertibkan?

Dan pertanyaan yang muncul di benak kita adalah, sudah berapa lama kontruksi reklame tidak berizin itu berdiri?

Apakah kontruksinya masih tetap kuat terhadap terpaan hujan dan panas sejak tahunan bahkan mungkin belasan tahun lalu?

Tidak ada yang dapat memberikan jaminan secara teknis, karena masyarakat sendiri banyak yang menyaksikan secara kasat mata tentang karat dan goyangnya kontruksi reklame ketika angin berhembus kuat.

3. Pemkot Tanjungpinang justru berkeinginan untuk memberikan pembinaan dan legalitas terhadap pemilik kontruksi reklame, baik perorangan, badan usaha, atau pihak ketiga yang selama ini mungkin telah membayar pajak atas reklame yang terpasang pada kontruksinya.

Karena sudah menjadi rahasia umum jika di negara +62 ini terdapat “perang” terbuka antara “jenderal” izin dan “jenderal” pajak.

Sang “jenderal” pajak mengatakan bahwa ketika sesuatu usaha telah masuk dalam kategori obyek pajak, berizin atau tidak kah usaha itu, pajaknya tetap harus ditarik.

Oleh sebab itu, tidak heran jika kontruksi reklame tumbuh subur bak jamur di musim hujan meski sama sekali tidak memiliki izin.

Atas nama “jenderal” pajak, panggung/kontruksi reklame pun seolah berjalan sendiri. Resikonya, tidak ada yang menjamin terhadap kelaikan fungsi dan keselamatan kontruksi reklame.

Sementara “jenderal” izin mengatakan, kontruksi reklame harus melalui mekanisme pengaawasan teknis, kelengkapan persyaratan, hingga dianggap pantas diberikan izin.

Juga agar kelaikan fungsi dan keselamatan kontruksi reklame tersebut dapat dijamin demi keselamatan masyarakat di sekitarnya.

Pembinaan dan penyelarasan antara izin dan pajak itulah yang saat ini dilaksanakan oleh Hj. Rahma, S.IP  terhadap ratusan kontruksi reklame yang tersebar di berbagai penjuru strategis di Kota Tanjungpinang.

Peningkatan kualitas pelayanan, pembinaan, dan upaya menjaga keselamatan masyarakat itulah yang menjadi titik dasar penertiban reklame di Kota Tanjungpinang.

Para pemilik kontruksi reklame mengeluhkan lama dan berbelitnya birokrasi ketika mereka dulu ingin mengurus izin reklame.

Pemangkasan birokrasi melalui layanan sistem one stop service (OSS) kini bias digunakan oleh setiap pemilik usaha.

Dengan lebih dulu mengantongi rekomendasi teknis dari Dinas PUPR, saat ini pemilik kontruksi bisa dengan cepat memproses perizinan usahanya.

Dan Hj. Rahma, S.IP sendiri menekan jajarannya untuk mempercepat proses perizinan kontruksi reklame yang telah sesuai dengan ketentuan mengenai tata letak, ukuran, dan jenis yang ditentukan dalam Perwako Nomor 70 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Tata Cara Izin Reklame.

Jika ingin mengedepankan kepentingan politik semata, walikota saat ini memiliki kesempatan yang sangat besar untuk memanfaatkan keberadaan ratusan kontruksi reklame di Tanjungpinang.

Sebagai penguasa wilayah, walikota bisa dikatakan memiliki privilege untuk memanfaatkan kontruksi reklame.

Namun peluang dari sisi politik yang sangat terbuka itu, justru tidak dimanfaatkannya. Walikota lebih memilih mengedepankan keselamatan masyarakat sekitar kontruksi reklame, tegaknya peraturan daerah, serta melakukan penyelarasan antara izin dan pajak.

Di mana pun setiap kebijakan siapa pun, tentu akan mendapat pro kontra dari masyarakat. Kelompok yang merasa kenyamanannya terganggu, tentu akan menyatakan sikap kontra.

Sementara masyarakat yang merasa lebih terlindungi karena baru “ngeh” jika banyak kontruksi reklame tidak memiliki izin, tentu menyatakan sikap mendukung.

Dan dengan segala pertimbangan tersebut di atas, Hj. Rahma, S.IP memilih melaksanakan penertiban kontruksi reklame dengan tujuan : memberikan jaminan keselamatan terhadap masyarakat, menegakkan peraturan dan menghadirkan negara di tengah masyarakat, serta melakukan pembinaan melalui peningkatan kualitas pelayanan aparatur perizinan kepada para pemilik kontruksi reklame. (*)

Oleh: Abang Ibrahim
(*) Pemerhati Sosial di Tanjungpinang

Loading...