Jimly Asshiddiqie Tegaskan Ahok dan Anies Itu Indonesia Asli

Loading...

Suarasiber.com – LPPSP-FISIP UI bersama Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) menggelar webiner dengan tema ‘Kewarganegaraan Ganda dan Hak Asasi Keluarga Perkawinan Campuran, dan Urgensi Perubahan UU No.12/2006 tentang Kewarganegaraan’.

Seminar ini ditayangkan secara langsung di YouTube, Ahad (16/1/2022). Salah satu tokoh nasional terlibat dalam webiner ialah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie.

Seminar virtual ini diikuti 100-an peserta WNI yang ada di berbagai negara di dunia. Selain Jimly, webiner juga mengundang Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan anggota DPR Diah Pitaloka yang juga Ketua Kaukus Perempuan Parlemen RI dan anggota Baleg DPR Fraksi PDIP.

Ada yang menarik dari pernyataan Jimly soal WNI. “Warga negara Indonesia (WNI) dan bangsa Indonesia asli adalah orang yang lahir sebagai WNI. Meskipun secara sosiologis mereka terlahir dari keturunan bangsa lain,” terangnya.

Peduduk Indonesia itu ada WNI asli, ada juga yang tidak asli misalnya lantaran naturalisasi.

“Jadi bangsa Indonesia yang asli itu semua yang lahir, WNI sejak kelahiran, gitu kira-kira. Jadi Ahok, kemudian Anies Baswedan yang Arab, Ahok yang China itu WNI asli, bangsa Indonesia asli. Keturunannya boleh saja beberapa generasi,” kata Jimly.

Secara hukum, semua warga negara Indonesia punya hak dan kewajiban yang sama dalam hukum dan pemerintahan.

Di Indonesia, isu kewarganegaraan sangat kental dengan politik. Ia mengambil contoh Habibie waktu menjadi Presiden RI, masyarakat menanyakan kewarganegaraannya.

Zaman terus bergulir, banyak WNI berumah tangga dengan orang asing. Melihat kodisi tersebut, Jimly mengharapkan adanya penelitian status kewarganegaraan yang sesuai dengan era terkini.

Bukan penelitian biasa, Jimly menyarankan agar penelitian itu mendalam, risetnya tajam.

Sedangkan menurut Ketua Perkumpulan Srikandi Mixed Marriage Ani Natalia, dalam era globalisasi di mana kecenderungan mobilitas meningkat terus, semakin banyak warga negara Indonesia menikah dengan warga negara asing.

Kenyataan tersebut sudah diakui oleh UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan di mana anak dari perkawinan campuran dapat diberikan kewarganegaraan ganda terbatas sampai dengan umur 21 tahun.

Kebijakan yang ada masih meninggalkan beberapa persoalan bagi keluarga tersebut.

Antara lain kehilangan beberapa hak asasi manusia, seperti hak kewarganegaraan, hak untuk menghidupi keluarga/mencari pekerjaan, serta hak kepemilikan tempat tinggal untuk dapat diwariskan kepada pasangan dan keturunan mereka.

“Ujungnya ada pembedaan hak antara keluarga perkawinan campuran dengan keluarga Indonesia pada umumnya,” ujar Ani seperti dilansir dari detik.com. (eko)

Editor Yusfreyendi

Loading...