PGRI Tanjungpinang Miliki Gedung Baru, Sebelumnya Pindah-pindah Ikut Siapa Ketuanya

Loading...

Suarasiber.com – Ketua PGRI Kota Tanjungpinang, H Iskandar SPd tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya. Setelah sekian lama tak memiliki kantor tetap, organisasi profesi yang dipimpinnya kini punya gedung baru.

Peresmian kantor baru di Jalan Bukit Semprong ini dipimpin oleh Wali Kota Tanjungpinang, Hj Rahma SIP dalam upacara Hari Guru Nasional dan HUT ke-76 PGRI, Kamis (25/11/2021).

Menurut Iskandar, selama ini kantor PGRI Tanjungpinang berpindah-pindah sesuai dengan siapa yang menjadi ketua. Setelah memiliki kantor tetap, ia mengharapkan menjadi wadah yang bermanfaat untuk membahas dalam rangka mencerdaskan anak bangsa.

“Meskipun beberapa fasilitas penunjang lainnya belum lengkap, kita benahi pelan-pelan,” ungkap Iskandar kepada media.

PGRI, kata dia, menyatakan kesiapannya membantu menyelesaikan masalah pendidikan. Termasuk jenjang SMA atau SMK atau lembaga setara yang memiliki kendala dengan biaya pendidikannya.

Kantor juga bisa dijadikan pusat manajemen dalam mewujudkan fungsi dan peran dalam mencapai maksud dan tujuan PGRI.

“Mari kita jadikan gedung baru ini sebagai perekat persatuan dan kesatuan seluruh guru di daerah ini. Menjadi salah satu pusat data dan informasi perkembangan pendidikan secara komprehensif,” haraoan Iskandar.

Kado Spesial Hari Guru

Wali Kota Tanjungpinang, Hj Rahma SIP memotong pita tanda dirsemikannya kantor baru PGRI Tanjungpinang. Foto – istimewa/prokompim

Wali Kota Tanjungpinang Hj Rahma SIP mengatakan, gedung baru untuk kantor PGRI Tanjungpinang merupakan kado terindah dari Pemkot untuk guru se-Kota Tanjungpinang.

“Alhamdulillah, setelah sekian tahun tidak memiliki kantor sekretariat, kini PGRI Kota Tanjungpinang telah memiliki sekretariat,” ujarnya di lokasi kegiatan.

Gedung baru PGRI ini sebelumnya merupakan Kantor Lurah Tanjungpinang Barat. Kemudian dibenahi dan dialihfungsikan sebagai sekretariat PGRI.

“Kantornya indah, megah dan pastinya membanggakan kita semua masyarakat Kota Tanjungpinang, terkhusus bapak dan ibu guru,” ungkap Rahma.

Dengan gedung baru, Rahma berharap para guru dapat lebih semangat dalam mendidik. Juga menjadi

“Guru sebagai pahlawan bangsa dapat menjadi pendidik yang profesional. Sehingga anak yang dididik nanti bisa melahirkan pemimpim-pemimpin negara ke depan yang berkualitas,” harapnya.

Turut hadir Ketua TP PKK Kota Tanjungpinang, HM Agung Wira Dharma, SH. Dalam kesempatan itu, Agung akan memberikan sarana penunjang sekretariat.

Sejarah PGRI

Belum tahu bagaimana sejarah panjang PGRI? Berikut penjelasannya, dilansir dari pgrikotajogja.or.id, Jumat (26/11/2021).

Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda.

Sejalan dengan keadaan itu maka di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).

Di samping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh, mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda.

Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan.

Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.

Sebaliknya kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta.

Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan.

Mereka adalah –guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk.

Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 –seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia– Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :

  • Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
  • Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
  • Membela hak dan nasib buruh umumnya,guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). (eko)

Editor Ady Indra Pawennari

Loading...