Misteri Kuburan Tua di Seitimun, Hulu Riau, Tanjungpinang

Loading...

Suarasiber.com – Kuburan-kuburan tua itu umumnya berada di pesisir pantai di sekitar kawasan Sungai Timun, Kelurahan Kampung Bugis, Tanjungpinang.

Siapa yang dikuburkan di dalam kuburan-kuburan itu tidak jelas. Tidak ada nama di setiap nisan batu. Dan, umumnya hanya berupa batu biasa yang dipahat kasar.

Ada nisan yang bentuknya bulat panjang dan ada juga yang pipih.

Kuburan-kuburan tua itu letaknya berserakan atau tidak dalam sebuah lokasi khusus, layaknya makam di era sekarang.

Meski begitu, paling tidak ada dua kuburan tua yang dikelilingi tembok ukuran sekitar 2×4 meter dan dengan tinggi sekitar setengah meter.

Keberadaan kuburan-kuburan tua di kebun warga itu, sekilas tidak terkesan seram. Karena tidak semak belukar di sekitarnya.

Kecuali beberapa kuburan yang dikelilingi tembok, yang batunya dari batu bauksit ukuran sekepalan tangan orang dewasa.

Batu nisan dari batu tanpa ukiran. F mat

Kuburan kuno itu terlihat seram karena ada pohon besar dengan tinggi belasan meter, tepat di sebelah tembok.

Batu Aceh

Dari fisik nisan, tidak terlihat adanya ukiran sebagai penanda usia makam. Seperti halnya nisan yang terbuat dari batu aceh.

Pada nisan yang terbuat dari batu aceh ada ukiran khasnya. Dari ukirannya bisa diketahui usia makam itu.

Dan, biasanya nisan itu digunakan di makam bangsawan kerajaan dan keluarganya di Kepri.

“Nisan dari batu aceh berukir itu mahal harganya di masa itu,” Aswandi Syahri, sejarahwan Kepri menjawab suarasiber.com  kemarin.

Kuburan-kuburan tua itu banyak ditemukan di sekitar jembatan Sungai Carang. Sejumlah di antaranya di sekitar lokasi situs Kota Rebah.

Sama halnya seperti kuburan tua di pesisir pantai kawasan Sungai Timun, semua kuburan tua itu tidak ada namanya.

Untuk kuburan tua yang menggunakan nisan dari batu aceh yang berukir, usianya bisa diprediksi.

Sedangkan nisan dari batu biasa yang dipahat kasar, sulit diketahui usianya. “Mungkin saja itu (kuburan tua) dari akhir abad 16, abad 17 dan abad 18,” sebut Aswandi.

Siapa yang dikuburkan? Tahun berapa? Semua pertanyaan itu jadi misteri. Kecuali, posisi makam yang kepalanya mengarah ke kiblat.

Berdasarkan KBBI, misteri adalah sesuatu yang masih belum jelas (masih menjadi teka-teki; masih belum terbuka rahasianya).

Inilah yang dimaksud dengan misteri di judul berita ini. Karena, identitas dan usia kuburan itu belum diketahui.

Kota yang Hilang

Yang pasti wilayah Sungai Timun, Sungai Carang dan sekitarnya itu, adalah bekas pusat Kerajaan Johor (sebagian menyebutnya Kerajaan Riau Johor Pahang).

Seluruh kawasan itu disebut dengan Hulu Riau. Di sinilah nama Riau bermula dan kini digunakan sebagai nama provinsi di Pulau Sumatera.

Sebagian besar Sungai Carang di Hulu Riau sudah hilang ditimbun. Padahal hingga akhir 1990-an Hulu Riau masih bisa dilayari kapal hingga ke Batu 10, Tanjungpinang.

Sejarah Kerajaan Johor ( Riau Johor Pahang) mencatat, kawasan Sungai Carang di Hulu Riau, Kota Tanjungpinang, pernah menjadi ibu kota kerajaan.

Sungai Carang di Hulu Riau, tumbuh dan berkembang menjadi kota pelabuhan yang ramai didatangi banyak kapal dari penjuru dunia.

Apalagi sejak Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I dilantik dan berkuasa dari sekitar tahun 1722 – 1760.

Pada masa itu Sungai Carang di Hulu Riau, setiap harinya didatangi ratusan kapal dagang asing. 

Aswandi membenarkan menjelang tahun 1700, Belanda mencatat sulitnya berlayar di Hulu Riau.

Saking banyaknya kapal dagang yang datang, buang sauh, sandar dan berlayar kembali. Dicatat juga ada permukiman penduduk yang padat di sebelah utara Sungai Carang.

Ibu Kota Pindah ke Daik, Lingga

Setelah berjaya sekitar 1 abad atau dalam waktu 115 tahun (dibuka 1673 hingga 1787), cahaya Sungai Carang mulai redup dan hilang.

Atau sejak Sultan Mahmud Riayat Syah, sebagai sultan berikutnya memindahkan pusat kekuasaannya ke Daik, Lingga sekitar Juli 1787.

Sejak itu hingga saat sekarang ini, kawasan Sungai Carang dan sekitarnya hanya menyisakan bopeng-bopeng wajah bekas galian bauksit.

Selain kuburan-kuburan tua yang masih jadi misteri. Kisah kejayaan Sungai Carang berulangkali berusaha diapungkan sebagai lokasi wisata sejarah.

Namun, sulitnya menemukan wujud fisik kejayaan (karena sejak 1787 sudah ditinggalkan), upaya ke arah itu terkesan seperti menggapai awan di langit.

Adalah Laksamana Tun Abdul Jalil, orang pertama yang membuka negeri Sungai Carang di Hulu Riau (kini, Tanjungpinang) sekitar tahun 1673.

Laksamana Tun Abdul Jamil membuka negeri baru di Pulau Bintab atas perintah Sultan Johor, Sultan Abdul Jalil Syah sekitar tahun 1672.

Menilik catatan sejarah itu, Sungai Carang mulai dibuka tahun 1673 dan ditinggalkan tahun 1787. Berarti selama 115 tahun, Sungai Carang menjadi pusat peradaban yang maju.

Kini, tak banyak yang bisa dilihat di kawasan Sungai Carang sebagai bekas pusat kerajaan besar. 

“Kota” Piring yang Membingungkan

Meski ada situs Kota (dinding) Rebah di kawasan Sungai Timun dan situs Istana Kota Piring di Batu 7, Tanjungpinang.

Bukan Istana Kota Piring di Pulau Dompak. Istana Kota Piring yang di Pulau Dompak, adalah nama pusat pemerintahan Pemprov Kepri.

Meskipun di Pulau Dompak itu tidak terdapat satu pun “kota” (dinding) perkantoran pemerintah yang berhiaskan piring.

Memang membingungkan bagi generasi muda dan yang kurang paham dengan sejarah Kesultanan Riau Johor Pahang 

Yang pasti kejayaan dan kebesaran kawasan Hulu Riau, kini tinggal menjadi catatan sejarah. Dan, kuburan-kuburan tua yang berserakan di wilayah ini akan tetap menjadi misteri. (sigit)

Loading...