Suka dan Duka Kondangan Pengantin Kala Pandemi (Catatan Ringan)

Loading...

Kondangan tidak lagi sama. Jelas berbeda, sejak corona datang ke bumi ini. Dari yang gimana gitu, akhirnya menjadi terbiasa.

Zainal T – Tanjungpinang

Meski pandemi Covid-19 masih ada dan tak tahu lagi sampai kapan ada di negeri ini, namun the show must go on.

Acara pernikahan harus tetap jalan. Karena untuk menentukan sebuah tanggal pernikahan kadang ribetnya nggak ketulungan.

Hitung-hitungan yang nggak sekadar tambah dan kurang. Sesekali ada filosofi atau adat yang harus dipertimbangkan.

Mau nggak mau pernikahan digelar di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah pun sudah menyiapkan aturan hukumnya soal pernikahan.

Jangan lagi membayangkan kita diundang kondangan seperti setidaknya dua tahun lalu. Agar tampak lebih ganteng dan cantik, wajah dibersihkan.

Kumis dicukur dikit biar rapi. Bibir dipoles gincu agar menampakkan pesonanya. Begitu tiba di rumah mempelai, langsung tersenyu, tertawa dan berbincang gembira.

Kalau mempelainya kenal baik, teman karib, pakai pelukan segala. Bisa berlama-lama menikmati suara biduan yang menyanyi tiada capeknya.

Atau sekadar ngobrol dengan teman-teman. Selalu ada yang ketemu di sebuah tempat kondangan. Yang sekian lama tak jumpa, tiba-tiba nongol.

Kondangan adalah momen yang bagi banyak orang sayang untuk tidak didatangi.

Sekarang beda bro…

Alim yang tinggal di Jalan Haji Ungar, Kota Tanjungpinang pun merasakan atmosfir yang berbeda. Mendatangi kondangan pernikahan saat ini tak ubahnya tengok tengok saja.

Berangkat dari rumah, tiba di rumah mempelai, yang menyambut adalah tempat cuci tangan disertai sabunnya.

Suhu tubuh dicek, kalau di atas batas yang ditentukan, siap-siap saja dibawa ke tempat isolasi mandiri.

Masker jangan lupa. Kata para ilmuwan yang rajin mengupdate temuannya di jurnal ilmiah, masker adalah obat paling mujarab untuk menangkal corona di keramaian.

Kalau perlu rangkap dua. Nggak perlu yang berbahan tebal semua, malah pingsan nanti jadinya.

Masuk ke arena “bahagia” bagi pengantin, Alim harus bergegas menuju tempat mempelai berdiri menunggu foto bersama.

Lagi lagi harus berjarak. Pandai pandai saja bergaya, sebab semuanya dibatasi waktu. Ingat zaman PPMK level 4, makan di warung saja dibatasi hanya 20 menit.

Jangan protes ketika foto dibagikan lewat WhatsApp dan pose fotonya nggak fofogenik sama sekali. Ini corona hehe, nggak boleh kelamaan atur gaya.

Pengalaman kondangan juga disampaikan Zainuddin yang juga warga Tanjungpinang. Ia sebenarnya belum sarapan ketika siangnya diingatkan istrinya untuk kondangan ke tempat si fulan.

Hmmm… membayangkan bersantap di tempat pernikahan, aduhai nikmatnye. Tetapi sayang sungguh sayang, kondangan di kala pandemi Covid-19 tamu nggak bisa melihat wujud masakannya.

Semuanya diwujudkan dalam bentuk yang sama, nasi kotak. Jadi selesai berfoto silakan ambil nasi kotak dan bergegas pulang.

Mau coba “melawan” dengan berlama-lama, tuh di sudut sana ada polisi pemerintah yang siaga mengawasi.

Begitulah yang harus dirasakan oleh para tamu undangan di sebuah pernikahan. Pun demikian denga mempelainya, mereka pasti menginginkan ditunggu setiap tamu lebih lama.

Kalau halaman rumah terasa sempit, jalan pun ditutup setelah izin sana-sini. Agar mampu menampung banyak tamu undangan.

Kasihan pengantinnya, begitu batin Alim dan Zainuddin melihat mempelai yang diberi keterbatasan di hari bahagia mereka.

Sementara mempelai juga mungkin kasihan dengan tamu-tamunya, karena harus serba cepat.

Sementara itu, apakah corona kasihan kepada mereka? ***

Loading...