Dr Edy Rustandi, Stop PPKM Level 4! Perkuat Prokes dan Hukum untuk Pembangunan

Loading...

Suarasiber.com – Dr Edy Rustandi SH MH, praktisi hukum di Provinsi Kepri menilai sudah saatnya Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang dihentikan.

Selain karena kasus harian yang sudah cenderung melandai, juga karena kondisi ekonomi masyarakat yang semakin berat.

Dikhawatirkan jika PPKM level 4 di Batam dan Tanjungpinang dilanjutkan lagi, akan semakin banyak masyarakat yang stres.

Dan, berpotensi jatuh sakit. Sementara, rumah sakit terlalu sibuk menangani pasien Covid-19.

Apalagi, seketat apapun PPKM level 4 tapi tanpa dibarengi dengan pemberian bansos yang memadai dan tepat sasaran bagi yang terdampak, berpotensi menjadi persoalan sosial tersendiri. Sekaligus, berpotensi menciptakan kriminal karena kelaparan atau nyaris kelaparan.

“Meski PPKM dihentikan namun bukan berarti penanganan Covid-19 diperlambat. Sebaliknya, justru harus dikuatkan dengan pelaksanaan 3 T (Testing, Tracing, Treatment).

Dan, 5 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilisasi). Ini yang harus dilakukan dengan disiplin ketat.

Selain melaksanakan vaksinasi massal, kalau perlu dengan mobil atau bus keliling.

Sementara, ekonomi bisa bergerak kembali,” kata Dr Edy Rustandi SH MH menjawab suarasiber.com, Minggu (8/8/2021).

Penegakan Hukum

Edy Rustandi menambahkan, untuk penegakan hukum terkait covid-19, dapat diterapkan Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Mochtar Kusumaatmadja, SH., LLM.

Bahwa hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat, yang merupakan pengembangan dari teori Roscoe Pound, yang menganut aliran socialogical jurisprudance, bahwa hukum sebagai alat pembangunan masyarakat (beda sebagai alat dan sarana) Law as Etool of Social Engeneeriing.

“Jadi hukum harus berfungsi merekayasa perilaku/budaya masyarakat, mengenai adaptasi kebiasaan baru masyarakat mematuhi protokol kesehatan, yakni 5 M. 

Sebagaimana diatur dalam pelbagai  peraturan pemerintah yang penerapannya harus dilakukan dengan pendekatan sosial kemasyarakatan (sosiologi sebagai ilmu pembantu).

Untuk mengedukasi perilaku masyarakat dan seterusnya. Ini hal yang harus diperhatikan dan dilakukan pemerinta. Dengan melibatkan akademisi d ahli hkm yg beraliran sociological jurisprudence,” terang Edy.

Oleh karena itu, imbuh Edy, pemerintah melalui aparat penegak hukum harus sering melakukan edukasi. Khususnya terkait adaptasi kebiasaan baru berupa kepatuhan masyarakat akan 3M/5M.

Ditambahkannya, pembangunan hukum identik dengan pembaharuan perilaku masyarakat pada era pandemi Covid-19.

Pemda Kurang Kompak

Dalam kesempatan itu, Edy juga menilai Pemda di Provinsi Kepri kurang kompak dalam penanganan pandemi Covid-19. Kesan adanya tembok ego kedaerahan tampak nyata.

Padahal, musuh yang dihadapi sama, yakni virus corona yang tidak mengenal batas negara. Apalagi, cuma batas daerah. Karenanya, peran Pemprov dinilainya sangat penting.

Untuk mengoordinasikan gerak semua Pemda dalam penanganan pandemi ini. Sekaligus, memupus ego kedaerahan yang hanya menambah sulit penanganan virus corona secara maksimal.

“Mereka (Pemda) terkesan cenderung berjalan sendiri-sendiri. Dalam penanganan pandemi gak bisa seperti itu dan harus bersama.

Supaya tercipta kesadaran kolektif masyarakat untuk mentaati dan mematuhi peraturan/kebiasaan baru atas prokes 3M yang sekarang jadi 5M,” tegas Edy.

Tanda gerakan dan kesadaran bersama/ kolektif, tambah Edy, niscaya pandemi covid-19 ini sulit diakhiri eksistensinya.

Edy Rustandi menambahkan, untuk menghadapi pandemi covid-19, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan APBN atau APBD.  Pemerintah harus menggandeng dan menggugah para pengusaha sukses. Agar, nemiliki kepedulian mau membantu pemerintah dan masyarakat sebagai sesama umat manusia. (mat)

Loading...