Hidupnya Penuh Keikhlasan, Pedagang Batagor Ini Bisa Menjadi Teladan

Loading...

Suarasiber.com – Pada tahun 1998 lalu Ahmad merantau dari Garut, Jawa Barat ke Tanjungpinang, Kepri. Modalnya hanya ongkos jalan, yang penting ia bisa sampai ke tanah seberang.

Sesampai di Tanjungpinang, ia mulai berjualan es bubur mutiara. Minuman khas Bandung ini ia jajakan keliling, dari satu lokasi ke lokasi lain. Tentu saja perjuangannya juga tidak gampang.

Sebagai pedagang kecil ia harus pandai memutar modalnya. Sementara ia harus menafkahi keluarganya yang ada di kampung halaman.

Hasil jualannya ia kirimkan ke kampung, setelah dipotongnya untuk menabung. Ketika uang di celengannya cukup untuk membuat gerobak, akhirnya ia mulai melirik batagor.

Batagor mulai dirintisnya tahun 2003. Perjalanan berat dilaluinya, hingga saat ini ia memiliki 4 gerobak motor untuk jualan batagor. Namun tak banyak yang tahu jika ia juga mencetak sejumlah “pengusaha” batagor.

Melayani wawancara di Kantor Rerdaksi suarasiber.com yang juga showroom Bintan Wrapping Sticker Variasi, Ruko Blok O/14, samping Kafe Ala Bunda, Bintan Centre beberapa hari lalu, ada yang layak diteladani dari Ahmad.

Ahmad mengakui, meski ia dari keluarga yang memiliki bakat dagang secara turun-temurun, tak pernah bermimpi usahanya berkembang seperti ini.

“Berawal dari satu gerobak Alhamdulillah saat ini saya sudah mempunyai 4 unit gerobak motor,” ucapnya.

Hanya satu gerobak yang dikelolanya sendiri, lainnya dijalankan orang lain dengan sistem bagi hasil. Meski tak menyebutkan berapa bagi hasilnya, Ahmad menceritakan masih ada satu orang yang sudah 7 tahun tetapi memilih untuk ikut dengannya.

Padahal ia memberikan kebebasan kepada karyawannya yang sudah berjualan dua atau tiga tahun untuk jualan sendiri. Ia sendiri tidak pernah pelit mengajarkan ilmunya kepada karyawannya.

“Saya dapat uang juga dari mereka, sudah seharusnya saya baik dengan mereka. Intinya berbuat baik kepada semua orang,” ujar Ahmad yang kini sudah tinggal bersama istri dan anak-anaknya.

Saat usahanya berkembang, yang pertama diajaknya ialah sanak saudaranya di kampung untuk membantunya. Ongkos dari kampung sampai ke Tanjungpinang dia yang menanggungnya.

Bukan hanya menyediakan lapangan pekerjaan, tapi ia juga memberikan tempat tinggal untuk karyawannya.

Hanya satu syarat yang dimintanya dari keryawan yang ingin lepas darinya. Mereka tidak boleh berjualan di tempat yang sama, harus mencari tempat yang baru. Menurut Ahmad, dengan ilmu yang diberikannya sudah cukup bagi karyawannya untuk berdikari.

Karena bukan hanya bagaimana membuat bumbu dan batagor yang ia ajarkan. “Saya juga kasih tahu bagaimana kalau ada peluang gini gitu dan sebagainya. Karena jualan itu sebuah seni,” tutur Ahmad.

Sikapnya memberikan kenyamanan dalam hatinya. Ia merasa bahagia jika melihat mantan karyawanya sukses. Setidaknya ia bisa bercerita itu pernah ikut dengannya.

“Sebisa mungkin kami juga berkumpul atau setidaknya saling berkomunikasi,” ujar Ahmad bersyukur usahanya mempu menopang biaya hidup keluarga. Termasuk menyekolahkan anak-anaknya, ada yang sampai perguruan tinggi.

Bagi orang lain Ahmad mungkin pedagang kecil, pedagang yang masih menjajakan batagor dengan gerobak motornya. Namun ia senantiasa memberikan pelajaran positif bagi karyawan-karyawannya.

Ia tak akan membebani karyawannya yang tengah mengalami musibah, seperti saat mereka kecalakaan.

“Namanya juga orang kena musibah, jangan ditambah dengan masalah. Juga dengan orang yang terlibat kecelakaan dengan karyawan, saya tak pernah menuntut,” ungkapnya.

Ahmad hanya merasa sebagai manusia biasa yang sedang mencari rezeki. Ia ingin dan ingin tetap berbuat baik. (machfut)

Loading...