Gara-gara Rumput Liar Ini, Bupati Lingga Semangat Cetak Sawah

Loading...

Untung ada rumput yang menyerupai tanaman padi ini. Saya pun tak begitu susah menjelaskan mengenai bentuk tanaman padi yang kelak akan menghasilkan beras di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.

Dari rumput liar ini pula, saya bisa meyakinkan Bupati Lingga, H. Alias Wello dan masyarakat setempat, bahwa tanaman padi bisa tumbuh dengan baik di daerah ini. Maklum, sebagian besar masyarakat Lingga saat itu, belum mengenal tanaman padi.

Hari itu, tepatnya Selasa (1/3/2016), sekitar 60 menit sebelum acara peresmian pencetakan sawah baru dimulai di Desa Sungai Besar, Kecamatan Lingga Utara. Tim saya yang dipimpin oleh Ambo Sulolepu dan Rustan Pakka menemukan rumput liar, tumbuh subur di lahan rawa yang akan dijadikan sawah.

Ia kemudian melaporkan ke saya, bahwa rumput ini adalah tanaman indikator yang patut kita yakini tanaman padi bisa tumbuh dengan baik di daerah ini.

“Dulu, orang tua kita ketika pertama kali mau membuka sawah, mereka menjadikan rumput ini sebagai pedoman. Jika rumput ini ditemukan tumbuh di lahan itu, maka padi juga pasti tumbuh,” jelas Ambo Sulolepu.

Sepintas, rumput ini bentuknya memang mirip betul dengan tanaman padi. Bagi orang awam yang melihat rumput ini, mulai dari akar, batang hingga daun, pasti sulit menemukan perbedaannya.

Setelah acara seremonial selesai, Bupati Lingga, H. Alias Wello dan rombongan meninjau lokasi pencetakan sawah. Dengan menggunakan alat peraga rumput inilah, saya menggambarkan tanaman padi akan tumbuh subur di daerah ini.

“Wah, kalau begitu, kita jadi tambah semangat cetak sawah. Tanaman indikatornya sudah ada. Saya pertama kali melihat jenis rumput ini,” ujar Bupati Lingga, Alias Wello, kala itu.

Kepada Bupati Lingga, saya menjanjikan dalam waktu 30 hari ke depan, penanaman padi perdana dengan menggunakan sistem TaBeLa atau Tanam Benih Langsung sudah bisa dilaksanakan.

Penggunaan sistem TaBeLa ini biasanya dilakukan pada daerah-daerah yang memiliki keterbatasan tenaga kerja yang berpengalaman menanam padi. Selain menghemat tenaga kerja, sistem TaBeLa ini juga cukup efisien memangkas durasi waktu penanaman.

Biasanya, kalau penanaman menggunakan sistem semai benih, kemudian dicabut, dipindah dan ditanam, butuh waktu 1 hari dengan tenaga kerja 20 orang per hektar. Tapi, dengan sistem TaBela, waktu yang dibutuhkan cukup setengah hari dengan tenaga kerja 1 orang per hektar.

Hanya saja, penanaman dengan sistem Tanam Pindah (TaPin) lebih rapi karena jarak tanam lebih teratur dan terukur. Sementara jarak tanam pada sistem TaBeLa sering tidak beraturan. Tapi, soal produktivitas, hasilnya tak jauh beda.

Tiba Saatnya Penanaman Perdana

Sampailah pada waktu yang ditunggu-tunggu, tepatnya Kamis, 24 Maret 2016, Bupati Lingga Alias Wello didampingi Wakil Ketua DPRD Lingga, Kamaruddin Ali, melakukan penanaman padi perdana di sawah Desa Sungai Besar.

Sebelum acara penanaman dimulai, saya memberi penjelasan mengenai tata cara penanaman dengan menggunakan sistem TaBeLa. Ada 3 cara yang saya praktikkan pada saat itu.

Diantaranya, mulai dengan cara menghamburkan benih langsung ke sawah, menggunakan pipa paralon yang sudah dilubangi dengan jarak tertentu dan dilengkapi roda supaya mudah ditarik, serta menggunakan mesin blower.

Sedikitnya ada 5 varietas benih padi unggulan yang saya perkenalkan pada saat penanaman perdana pada lahan siap tanam seluas lebih kurang 7 hektare itu. Salah satunya adalah benih unggulan yang dikeluarkan oleh Institut Pertanian Bogor yang diberi nama IPB 3S.

Di depan Bupati dan Wakil Ketua DPRD Lingga, saya mengatakan, usia panen padi yang baru saja ditanam itu, sekitar 110 – 120 hari pascatanam. Jika cuaca memungkinkan, padi ini bisa saja dipanen pada usia 105 hari pascatanam.

Rupanya, dugaan saya betul. Kemarau yang mulai masuk pada akhir bulan Juni 2016, mempercepat masa panen dari jadwal yang direncanakan. Pada usia 100 hari, padi di sawah sudah mulai menguning.

Namun, apa daya hari itu bertepatan dengan bulan puasa Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada hari Rabu, (6/7/2016). Tak mungkin panen perdana dilakukan bertepatan dengan momentum hari besar umat Islam tersebut.

Setelah konsultasi dengan Bupati Lingga, iIa memutuskan jadwal panen perdana dilakukan pada Selasa (12/7/2016) atau 6 hari setelah lebaran. Penetapan jadwal panen itu, disepakati setelah mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun yang bakal hadir.

Dua hari setelah lebaran Idul Fitri, saya minta tim dan petani melakukan panen padi 1 petak lebih awal dan gabah hasil panennya langsung dijemur dan digiling. Supaya pada saat peresmian panen perdana, para tamu yang hadir sudah bisa mencicipi dan merasakan beras Made in Lingga.

Nasi Lemak dari Beras Hasil Panen Perdana

Pada hari yang sudah ditentukan, Selasa, (12/7/2016), panen perdana sekaligus peresmian penggilingan padi dan Halal Bihalal petani dan masyarakat Desa Sungai Besar bersama Bupati Lingga, H. Alias Wello, serta Gubernur Kepulauan Riau, H. Nurdin Basirun.

Beberapa hari sebelum acara dilaksanakan, saya dan Kepala Desa Sungai Besar, Nazaruddin sudah sepakat mengenai menu yang akan disuguhkan pada acara panen perdana dan Halal Bihalal itu. Nasi lemak dari beras petani Sungai Besar.

“Tolong komunikasikan dengan Ibu-ibu yang pandai masak nasi lemak. Siapkan sekitar 1.000 kotak. Berasnya dari padi yang baru dipanen. Tinggal ambil di gudang,” kata saya kepada Pak Nazaruddin saat itu.

Rupanya nasi lemak yang dibuat dari beras yang baru dipanen di sawah itu, sangat diminati tamu yang datang. Sebanyak 1.000 kotak yang disediakan panitia, ludes tak bersisa. Padahal, tamu yang datang tak sampai sejumlah itu.

Usut punya usut, ternyata sebagian tamu yang datang itu, membawa pulang nasi lemak yang sudah dikemas dalam kotak sebagai oleh-oleh untuk berbagi rasa dengan keluarga di rumah.

Mereka sepertinya tak ingin kehilangan momentum sebagai orang pertama yang pernah mencicipi dan merasakan enaknya nasi lemak dari beras hasil petani Sungai Besar itu.

Sukses panen padi perdana di Sawah Desa Sungai Besar, heboh dalam pemberitaan di sejumlah media lokal dan nasional. Provinsi Kepulauan Riau yang selama ini tak masuk dalam peta daerah penghasil pangan nasional, tiba-tiba muncul membawa kabar gembira “siap jadi lumbung pangan di wilayah perbatasan”.

Berita gembira ini akhirnya sampai ke telinga Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman. Melalui Harian Kompas, media nasional ternama di kalangan pejabat, ia langsung merespon akan membantu mewujudkan impian Pemerintah Kabupaten Lingga itu.

Akhirnya Lingga Dikunjungi Seorang Menteri

Saya terus menjalin komunikasi dengan Staf Khusus Menteri Pertanian, Andi Irwan Baharuddin. Hingga akhirnya berhasil mendatangkan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman ke Desa Sungai Besar dan Desa Bukit Langkap pada Rabu, 7 September 2016 silam.

Andi Amran Sulaiman tercatat sebagai menteri pertama yang menginjakkan kakinya ke bumi “Bunda Tanah Melayu” sejak kabupaten paling selatan di Provinsi Kepulauan Riau itu terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003.

Setelah kunjungan Menteri Pertanian ke Lingga, bantuan pencetakan sawah baru, Peralatan dan Mesin Pertanian (Alsintan), serta Sarana Produksi Padi (Saprodi) terus mengalir ke petani. Selain itu, bantuan sapi indukan juga diberikan kepada petani Lingga.

Hingga saat ini, beberapa desa di Lingga sudah memiliki sawah mengikuti jejak Sungai Besar. Diantaranya, Desa Bukit Langkap, Kerandin, Panggak Darat, Panggak Laut, Lanjut, Resang dan Marok Kecil.

Produktivitas sawah yang sudah dicetak di Lingga ini, memang belum maksimal sesuai harapan. Tapi, setidaknya Lingga sudah mencatatkan sejarahnya sebagai salah satu produsen beras terbesar di wilayah Kepulauan Riau.

Bahkan, di tengah pandemi Virus Corona yang melanda dunia, petani Lingga tetap mampu menjaga produktivitasnya. Sejak bulan Januari hingga pertengahan Mei 2020, petani Lingga terus melakukan panen padi.

“Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, hasil panen padi pada musim tanam pertama ini, mampu berkontribusi sekitar 32 persen terhadap kebutuhan beras masyarakat Lingga per bulan,” kata AWe, sapaan akrab Bupati Lingga.

Beberapa desa yang melakukan panen padi pada bulan Januari – Maret 2020, kini mulai memasuki musim tanam kedua. Pelan tapi pasti, produktivitas itu akan naik seiring berjalannya waktu.

Alhamdulillah, Produktivitas Meningkat

Pengalaman membuktikan, pada panen perdana di sawah Desa Sungai Besar pada tanggal 12 Juli 2016, hasilnya hanya 2,8 ton per hektar. Kini, memasuki tahun keempat, hasil panen petani di Desa Sungai Besar sudah mencapai angka produktivitas 4,5 ton per hektar.

Kebar yang lebih menggembirakan, petani di Desa Panggak Darat sudah mampu menembus angka panen 6,2 ton per hektar. Bahkan, angka ini diprediksi akan terus naik seiring adanya adaptasi lingkungan dan perbaikan pola tanam.

Sebagai bagian dari pelopor pencetakan sawah baru di Kabupaten Lingga, saya terus memonitor perkembangannya dari waktu ke waktu. Kecuali Desa Sungai Besar, saya minta datanya melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.

Kepada Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Dr. Ir. Suwandi, M.Si, saya selalu melaporkan perkembangan sawah di Lingga. Kebetulan, saya memang mengenalnya sejak masih menjabat sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Kementerian Pertanian.

“Bila kendala dalam penyediaan benih, Alsintan dan lainnya segera laporkan ke kami. Termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), tolong didorong di daerah agar petani, Kelompok Tani, Gapoktan dan Kostraling, dapat terjangkau fasilitas pembiayaan melalui KUR pertanian,” katanya. ***

Ady Indra Pawennari
Peraih Anugerah Pahlawan Inovasi Teknologi

Loading...