Zamzami A Karim: Politik Dinasti Penyebab Macetnya Kaderisasi Parpol di Kepri

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Oligarki atau politik dinasti menjadi penyebab macetnya kaderisasi kepemimpinan di partai politik (parpol) di Kepri dan Indonesia umumnya.

Sehingga, setiap Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada), nama yang muncul “lu lagi lu lagi”. Hal itu juga terlihat saat proses pemilihan ketua di partai politik.

Hal itu disampaikan Zamzami A Karim, pemerhati sosial politik kawakan di Provinsi Kepri, menjawab suarasiber.com, Sabtu (29/2/2020).

“Artinya, parpol hanya dikendalikan oleh segelintir elit di partai,” kata Zamzami, kandidat doktor di Malaysia.

Para elit, ujarnya, berusaha mempertahankan pengaruhnya di jajaran tinggi partai melalui kedudukan. Dan, kekuasaan yang mereka peroleh serta modal uang yang mereka miliki.

“Dengan modal tersebut, mereka memperkuat posisi dengan menggalang dukungan rakyat. Melalui orang-orang di sekitarnya yang loyal dan menggunakan “kemurahan hati” membagi-bagi materi,” jelas Zamzami.

Sehingga, menghambat munculnya aktor baru yang tidak berduit, meski berkualitas. Seperti pada proses Pemilu legislatif yang lalu.

Selain itu, beber Zamzami, parpol-parpol yang tumbuh pascareformasi hampir semua dibentuk secara pragmatis. Tidak memiliki landasan ideologis yang kuat untuk mengikat loyalitas kader.

Sehingga, sistem kaderisasi tidak dibangun atas landasan ideologis, melainkan pragmatis. Maka akhirnya kader bisa pindah dari satu partai ke partai lain.

Dan, gejala oligarkis tersebut merembes hingga ke basis parpol di daerah, elitnya itu itu saja.

Oligarki Anak Menantu Ponakan Istri

Ditambahkan oleh kandidat doktor ini, oligarki itu bisa berbentuk politik dinasti. Kekuasaan yang diwariskan kepada keluarga. Kalau di masa Orde Baru dikenal dengan istilah Anak Menantu Ponakan dan Istri (AMPI). Kini dikenal sebutan nepotisme.

Ada juga yang berbentuk korporatis. Yaitu, elit yang tergabung dari orang-orang kaya berduit. Persekongkolan antara politisi dan pengusaha. Dan, hal itu adalah penyakit dalam sistem demokrasi.

“Banyak tulisan ilmiah yg menjelaskan bahwa oligarki merupakan penyakit di dalam sistem demokrasi. Karena mereka memanfaatkan sistem demokrasi.

Untuk memanipulasi dukungan rakyat, demi keuntungan pribadi dan kelompoknya,” terang Zamzami.

Sehingga, tegasnya, hasil pemilu sebagai prosedur demokrasi ideal justru bersifat palsu.

“Disebut palsu karena suara rakyat dan pilihan rakyat dimanipulasi untuk keuntungan pribadi dan kelompok,” tukas Zamzami. (mat)

Loading...