Mendikbud: Sekarang Akreditasi Sifatnya Sukarela

Loading...

TANJUNGPINANG (suarasiber) – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim melaunching Kampus Merdeka. Salah satu yang diatur di dalamnya terkait mengenai akreditasi perguruan tinggi (PT).

Dengan kebijakan baru ini, akreditasi PT yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) akan diperbaharui secara otomatis setiap lima tahun. PT yang terakreditasi B atau C dapat mengajukan kenaikan akreditasi kapanpun secara sukarela.

“Sekarang re-akreditasi sifatnya sukarela, artinya bagi yang siap naik akreditasi, misalnya dari akreditasi B ke A maka dia yang akan diprioritaskan, jadi sifatnya adalah sukarela,” disampaikan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi (Dikti) di Jakarta, Jumat (24/1/2020), seperti dilansir suarasiber dari kemdikbud.go.id.

Perubahan kebijakan lainnya dalam akreditasi adalah adalah pemberian akreditasi A bagi prodi yang mendapatkan akreditasi internasional yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri (Kepmen). Menurut Nadiem, bagi prodi-prodi yang mendapatkan akreditasi internasional akan secara otomatis mendapatkan akreditasi A dari pemerintah dan tidak harus mengikuti proses lagi di tingkat nasional.

Kebijakan tersebut disambut gembira kalangan kampus, salah satunya Agustinus Prasetyantoko, Rektor Universitas Atma Jaya Jakarta. Menurutnya akreditasi ini menjadi sangat penting karena beban administrasi menjadi berkurang signifikan, sehingga kesempatan energi dan waktu lebih banyak meningkatkan mutu yang berimbas pada mahasiswa.

Senada dengan itu, Suriel S. Mofu, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, mengapresiasi kebijakan yang dinilainya luar biasa ini. Menurutnya, kebijakan re-akreditasi ini menjadi satu langkah maju yang akan membuat perubahan besar dalam pendidikan tinggi di Indonesia.

“Perguruan tinggi tidak akan bergantung pada Pemerintah, artinya kualitas saya bukan ditentukan Pemerintah karena akreditasinya, tetapi kualitas saya karena memang you can trust the practice of our quality, quality is our identity,” kata Suriel dengan penuh optimistis.

Sebelumnya, Mendikbud menjelaskan latar belakang penyesuaian kebijakan akreditasi perguruan tinggi ini dijalankan. “Saat ini saya rasa para dosen dan rektor di sini mengetahui bahwa proses dan persyaratan akreditasi itu suatu beban yang cukup besar, karena semua dilakukan manual,” ungkapnya.

Setidaknya terdapat tiga isu dalam sistem akreditasi perguruan tinggi, salah satunya adalah bersifat manual. Hal itu menjadikan beban administrasi bagi dosen dan rektor, sehingga keluar dari fokus utamanya yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam universitasnya.

Kedua, akreditasi bersifat cukup diskriminatif karena banyak sekali yang benar-benar membutuhkan akreditasi namun tidak mendapatkannya, sedangkan yang tidak mau diakreditasi atau tidak merasa perlu tapi dipaksakan untuk re-akreditasi.

Ketiga, bagi yang sudah mengejar target yang lebih tinggi (internasional) harus mengulangi prosesnya di tingkat nasional karena belum cukup diakui.

Beberapa permasalahan terkait akreditasi perguruan tinggi tersebut mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggulirkan perubahan kebijakan dalam akreditasi prodi dan perguruan tinggi.

Perubahan kebijakan dalam akreditasi yang memudahkan prodi dan perguruan tinggi tidak membuat Pemerintah terlena. Pemerintah, menurut Mendikbud, akan tetap melakukan monitoring. Jika Kemendikbud mendapatkan pengaduan dari masyarakat yang disertai dengan bukti konkret, maka dapat dilakukan akreditasi ulang.

Misalnya jika didapati jumlah mahasiswa yang mendaftar dan lulus dari perguruan tinggi atau prodi tersebut menurun secara tajam selama lima tahun berturut-turut. Ataupun daftar pengangguran dari lulusan prodi tersebut meningkat secara drastis, maka Kemendikbud berhak melakukan permintaan akreditasi ulang kepada perguruan tinggi tersebut. (mat)

Loading...