Potensi Gonggong dan Nasib Nelayan Saat Angin Utara

Loading...

Kota Tanjungpinang, Ibu Kota Provinsi Kepri menjadikan gonggong sebagai ikon. Dahulu, di Tepi Laut ada patung gonggong, saat pembangunan kawasan ini patung tadi diganti dengan Gedung Gonggong.

Sekilas, Gedung Gonggong memiliki rancangan teknis seperti Teater Keong Mas di Taman Mini Indonesis Indah (TMII), Jakarta. Tempat ini menjadi taman terbuka hijau bagi masyarakat Tanjungpinang.

Rombongan turis mancanegara juga kerap dibawa ke sini oleh agen perjalanan wisata. Sejumlah kegiatan yang melibatkan banyak orang pun kerap dilangsungkan di Gedung Gonggong, salah satunya audisi Liga Dangdut Indonesia (Lida) Indosiar beberapa waktu lalu.

Gonggong memiliki nama latin Canarium Stroumbus, merupakan sejenis siput atau kerang laut yang menjadi santapan khas Pulau Bintan. Banyak diulas oleh para blogger, host acara kuliner di televisi swasta nasional, menjadikan gonggong selalu dicari bagi penggemar kuliner.

Namanya memang unik, mudah diingat. Keunikannya ternyata sepadan dengan gizi yang dikandungnya. Nilai gizi makro per 100 gram gonggong antara lain karbohidrat 4.1 persen dengan nilai gizi 16.4 kalori, protein 31.19 dengan nilai gizi 124.8 kalori dan lemak 24.9 persen dengan nilai gizi 224.1 kalori.

Potensi gonggong lainnya ialah sebagai cendera mata. Dari yang sederhana seperti gantungan kunci hingga motif batik yang kini menasional. Seperti dilakukan oleh seniman yang juga PNS asal Kota Tanjungpinang, almarhum Efiyar M Amin.

Lewat tangan kreatifnya ia mampu mengangkat gonggong ke dalam motif batik. Dilansir dari infobatik, Efiyar awalnya melihat banyaknya pelancong ke Tanjungpinang dan ia berpikir batik bisa menjadi cendera mata.

Pada tahun 2010, Efiyar pun mulai merintis batik gonggong. Ia belajar bagaimana memindahkan motif tadi ke kain, membuat capnya. Di atas kain, bentuk gonggong dimodifikasi sedemikian rupa menyerupai bunga serta ornamen lain. Jadi motifnya tak melulu hanya seperti siput.

Efiyar kemudian membuka Toko Selaras untuk menjual batik gonggong. Selang sebulan, pada perhelatan Pekan Ekonomi Kreatif Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Tanjungpinang tahun 2010, Efiyar memperkenalkan batik gonggong.

Bersama sahabatnya, Onny, Efiyar membesarkan nama Batik Gonggong. Kini mereka
memiliki toko Lawana untuk penjualan Batik Gonggong di Jalan RH Fisabilillah, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

Lantas, bagaimana para nelayan menangkap gonggong? Ternyata para penggemar kuliner tak bisa memiliki semua waktu untuk menyantap lezatnya daging gonggong. Hal ini karena gonggong hanya bisa dipetik pada musim-musim tertentu.

Pada Desember 2019 ini misalnya, agak sulit menjumpai gonggong di warung seafood. Penulis mewawancara beberapa warga Tanjungpinang yang selama ini mencari gonggong untuk dijual.

Salah satunya Pak Sapri, mengaku cuaca saat ini tak memungkinkan ia dan teman-temannya melaut mencari ikan atau gonggong.

Saat angin utara seperti ini, gelombang laut meninggi sehingga air laut memiliki frekwensi surut yang pendek. Bahkan menurutnya jarang surut. Hal ini menyebabkan sarang-sarang yang dihinggapi gonggong akan kemasukan air dan bisa hilang.

Pencari gonggong seperti Pak Sapri hanya bergantung pada alam. Sampai sekarang belum ketemu solusinya, agar gonggong bisa dinikmati kapan saja. ***

Penulis Dandi Putra Pratama
Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

Loading...