Banjir Menerjang Daerah Terisolir Kecamatan Tambelan, Penanganannya Terkesan Lamban

Loading...

Banjir telah melanda daerah terisolir, terdepan dan terluar di Kabupaten Bintan, tepatnya Kecamatan Tambelan. Peristiwa yang tak terduga ini terjadi tepatnya pada hari Kamis, 5 Desember 2019 pukul 10.00 WIB.

Berdasarkan infomasi dari warga setempat, sebelum kejadian didahului dengan hujan lebat diiringi angin ribut dan petir serta pagi harinya air laut pasang. Pertemuan dua keadaan air inilah yang barang kali menyebabkan terjadinya banjir di Kecamatan Tambelan.

Namun terjadinya peritiwa ini tentu ada penyebabnya. Selaku orang yang beriman, kita harus kembalikan ke tauhid bahwa segala sesuatu itu terjadi pasti dengan kehendak-Nya. Dia yang mengatur alam semesta ini dan Dialah yang Maha Kuasa atas segala sesuatunya.

Untuk kita harus ikhlas menerimanya dan mengambil pelajaran di balik kejadian itu. Barangkali Allah ingin menguji keimanan hamba-Nya atau mencoba masyarakat Tambelan. Jawabannya hanya mayarakat Tambelan yang tahu.

Berdasarkan data di lapangan, banjir yang terkesan mendadak itu telah menimbulkan dampak yang cukup parah. Ketinggian air mencapai 1 meter lebih dan merendam lebih kurang 100 rumah.

Daerah terdampak banjir ialah Desa Kampung Melayu 32 rumah, Kelurahan Teluksekuni 21 rumah, Desa Batu Lepuk 38 rumah, Desa Kampung Hilir 9 rumah dan Desa Kukup 4 rumah termasuk kantor desa. Juga ada fasum dan fasos terendam lumpur dan pepohonan tumbang.

Kondisi di atas menggambarkan korban dari sisi material masyarakat. Namun yang lebih memprihatinkan adalah dampak immaterial atau sisi psikologis yang memerlukan waktu yang cukup panjang dalam pemulihannya.

Persoalannya, daerah yang terdampak banjir tersebut merupakan daerah yang terisolir dari Kabupaten Bintan. Perlakuan penanganannya tidak akan sama dengan daerah lain yang tak tersisolir.

Untuk itu sangat diperlukan skenario khusus dalam bentuk reaksi cepat tanggap bencana di Tambelan. Namun sudah memasuki hari ke – 5, ternyata Pemerintah Kabupaten Bintan disinyalir belum mampu mengambil langkah-langkah konkret untuk membantu masyarakat korban bencana banjir Tambelan.

Saat ini mereka membutuhkan bantuan dan uluran tangan dari para donatur.

Rasa Solidaritas Kepedulian kepada Korban bencana

Tidak bisa dipungkir bahwa musibah korban bencana telah menimbulkan rasa kepedulian yang mendalam antara sesama umat manusia. Penderitaan yang dialami oleh sekelompok orang lain, melahirkan sifat yang senasib dan sepenanggungan, memunculkan perilaku yang ingin berbagi antara sesama.

Memudarnya sifat-sifat yang egoistis atau mementingkan diri sendiri sehingga menimbulkan sifat yang humanistis atau rasa peduli kepada kepada sesama, yang disitilahkan sifat empatik.

Musibah merupakan alat asah kepekaan dan meningkatnya hubungan silaturrahmi antara manusia, berbarengan hubungan dengan Allah SWT atau dengan istilah keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas.

Dengan demikian bencana banjir di Kecamatan Tambelan, bila ditinjau dari aspek sosial telah menggugah hati nurani masyarakat tempatan. Baik yang berada di luar daerah maupun di daerah tertimpa bencana.

Berbagai bantuan telah mengalir secara spontanitas dan terlihat sangat cepat baik berupa uang maupun barang. Secara tanggap darurat, berbagai bantuan tersebut dapat dikatakan cukup.

Namun kenyataannya berbagai bantuan yang telah terkumpulkan itu tidak dapat diangkut atau disalurkan kepada para korban bencana saat ini. Sungguh sangat disayangkan rasa kepedulian dari berbagai pihak untuk membantu meringankan korban bencana, yang seharusnya bisa dimanfaatkan secepatnya ternyata tidak terwujud sebagaimana yang diharapkan.

Kabarnya, kondisi tersebut karena faktor cuaca ekstrem, seperti angin kencang dan gelombang tinggi di Perairan Laut Natuna. Di tengah bencana seperti itu, pertanyaan kita ialah bagaimana nasib hidup mereka selanjutnya?

Pemkab Bintan Belum Miliki Strategi Khusus

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuihan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,, penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana.

Makna dari undang-undang ini, mengamanatkan kepada penyelenggara daerah agar si korban bencana merupakan skala prioritas yang paling utama ditangani atau diselamatkan di atas prioritas lainnya.

Namun kenyataannya Pemerintah Kabupaten Bintan tak berdaya menghadapi bencana banjir di Kecamatan Tambelan sebagai daerah terisolir. Apalagi jika (misalnya) timbul bencana yang lebih besar seperti tsunami di Aceh?

Ya Nasibmulah Tambelanku, kata mereka cuaca menjadi hambatan dalam membantumu.

Fenomena ini menggambarkan bahwa dalam menghadapi korban bencana pada daerah-daerah terisolir, Pemerintah Bintan melalui jajarannya tidak memiliki Strategi Khusus Penangan Bencana.

Permasalahan mendasar adalah terbatasnya transportasi angkutan baik jalur laut maupun jalur udara. Kondisi ini diperparah oleh cuaca yang ekstrem. Apakah kita harus menyerah dengan kondisi alam seperti ini?

Kalau kita menyerah bearti membiarkan sekelompok umat manusia menderita hidupnya karena keganasan alam sementara kita-kita hanya bisa menatap dari jauh akan nasibnya dan mensyukuri hidup kita sendiri.

Ajaran Agama mengatakan bahwa orang yang terbaik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Berkaca pada kondisi permasalahan di atas, ada beberapa alternatif yang bisa dijadikan rujukan dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang.

Pertama adalah memanfaatkan dan menggerakkan segala potensi yang ada di lokasi kejadian. Pada tingkat desa dan kelurahan terdapat para pekerja sosial seperti Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Taruna Siaga Bencana (Tagana), para pendamping desa serta organisasi sosial lainnya.
Sedangkan pada tingkat Kecamatan terdapat Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) dan sumber potensi lainnya yang bisa digerakkan.

Kedua, memanfaatkan dan menggerakkan segala potensi yang ada di tingkap kabupaten termasuk Forkompinda dengan sarana dan prasarana yang dimilikinya. Melalui forum ini, bisa melibatkan perakatan TNI untuk membantu korban bencana. Bila perlu pesawat untuk mengangkut berbagai bantuan atau logistik yang sangat dioerlukan masyarakat korban bencana.

Ketiga, segera mengirimkan bantuan dalam bentuk uang dan bisa cepat dibelanjakan di lokasi kejadian sesuai kebutuhan mendesak. Untuk cepat dimanfaatkan di lapangan. Barangkali melalui bantuan pendanaan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan aturan yang berlaku merupakan solusi yang akurat dan tepat sasaran.

Demikian juga dengan peran donatur yang ikhlas dan peduli terhadap korban banjir. Fakta menunjukkan bahwa aksi spontanitas sebagai bentuk Peduli Bencana Tambelan telah jauh lebih cepat bergerak dibandingkan dengan upaya penanganan yang diambil Pemerintah Daerah.

Minimal dengan tiga strategi tersebut bisa menjadi altentaif model tanggap darurat pada daerah terisolir lainnya. Dengan demikian, penanganan bencana pada daerah-daerah terisolir diperlukan keputusan gerak cepat atau tim reaksi cepat (TRC) menangani manusianya oleh semua pihak yang berkompeten.

Baik pemerintah setempat, Pemerintah Kabupaten maupun masyarakat yang peduli antarsesama.

Bangkitlah Tambelanku, Bangkitlah Kampongku, dan Bangkitlah Saudareku, mari kite ambik hikmah dan pelajarannye, semoga Allah SWT selalu melindungi kite semue…aamiin yra.

Drs H Fakhrizal Usman MSi
Warga Tambelan Tinggal di Pekanbaru.

Loading...