APBD Pro-Rakyat Itu Cuma Ada di Mimpi, Bro!

Loading...

Embun semakin pekat menyelimuti malam, yang tak lagi malam. Gelap masih menyengat tapi jarum jam sudah menunjuk ke angka 03.26 WIB waktu Tanjungpinang, Minggu (17/11/2019).

Saat lelap tak lagi lena, membaca adalah sebuah pilihan. Dulu, di era revolusi industri 2.0, buku cetak, majalah cetak atau koran cetak, adalah sebuah keniscayaan. Untuk memuaskan hobiku, membaca!

Itu masa lalu.

Di zaman now yang menuntut kecepatan tanpa batas ruang, dan waktu, jaringan internet menjadi sarana pemuas nafsu membacaku.

Dengan catatan! Jangan pernah menelan makanan sebelum mengunyahnya hingga lembut.

Jangan pernah menelan bulat-bulat sebuah informasi dari internet, sebelum mendapatkan pembandingnya.

Harus ada minimal lima sumber pembanding. Sebelum memutuskan berkomentar he he he.

Berkomentar dulu, baca kemudian. Ajaran sesat yang kebetulan sedang marak. Efek kaget. Kaget merasakan begitu mudahnya mendapatkan banyak informasi.

Tak perlu lagi menunggu pengantar berita datang di pagi hari. Tak perlu lagi beli di kios atau di tepi jalan dari para penjaja. Gratis. Asal ada kuota atau asal ada wifi.

Jarum jam semakin merapat ke angka empat. Pukul 03.48, kunyalakan lagi wifi alias wireless fidelity. Bahasa pasarnya jaringan tanpa kabel.

Dengan wifi, aku bisa berselancar dengan lebih cepat, dan lebih murah dibanding dengan kuota di ponselku.

Beberapa hari lalu, sekilas aku sempat membaca artikel yang disematkan saudaraku Chaidar Rahmat di dinding akun Facebook-ku. Artikel yang judulnya sangat menggelitik.

Sebuah artikel dari media online, yang isinya tentang pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Intinya, APBD dinilai Menkeu cuma buat aparatur Pemda.

Seperti kutulis di atas, jangan pernah berkomentar hanya bermodal baca judul. Eeh salah… maksudku; jangan pernah menelan makanan sebelum mengunyahnya hingga lembut.

Artikel itu memancing nafsu membacaku, aku pun mulai berselancar di Google. Kata kunci Menteri Keuangan, dan Sri Mulyani, adalah awal perselancaran.

Ada banyak sekali informasi yang disediakan Google dari dua kata kunci itu. Kutemukan portal resmi milik kementerian keuangan. Ini yang kutuju, karena validitas dan akuasinya lebih terjamin.

Artikel di dinding Facebook-ku, ternyata valid. Setelah kubandingkan dengan yang kutemukan di beberapa portal media online lain. Dan, portal resmi Kementerian Keuangan.

Sebuah pernyataan menohok disampaikan Sri Mulyani Menteri Keuangan di artikel itu.

Sebuah ketidakbenaran yang sudah berlangsung lama, dan dianggap benar.

Berikut ini kutipan pernyataan Sri Mulyani di depan para Kepala Daerah yang hadir pada acara Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020, di Auditorium CBB, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Kamis, (14/11/2019).

“Kami mencatat beberapa kelemahan (pengelolaan anggaran) dari sisi inefesiensi, porsi belanja pegawai tinggi 36%.

Penggunaan belanja barang dan jasa terutama perjalanan dinas (sekitar) 13,4% wira-wiri (bolak-balik perjalanan dinas ke pusat).

Unit cost-nya juga lebih mahal. Kemudian belanja jasa kantor bisa mencapai 17,5%. Jadi APBD-nya hampir 70% untuk mengurusi orang-orang Pemda. Jadi sisa-sisanya untuk rakyat. Itu kan tidak benar,” beber Menkeu di depan Gubernur, wali kota, bupati beserta jajarannya.

Tak percaya? Yuk baca link berikut ini baik-baik.

Agar terlihat sedikit lebih cerdas, jangan buru-buru komentar jika belum membaca utuh.

Setelah kubaca beberapa kali artikel di link kemenkeu itu, barulah aku menulis komentar menanggapi Bung Pramono. Ini komentarku;

“Jika.postur APBD cuma buat menyejahterakan eksekutif, dan legislatif, untuk apa repot meningkatkan PAD? Untuk apa repot “malakin” masyarakat dengan segala pajak dan restribusi?

Masih belum cukup? Calon investor pun diminta bayar upeti di depan.

Buat warganya apa lagi? Cukup lah dikasih sisa-sisa dan remahan, selain janji manis saat kampanye.”

Ada pertanyaan yang muncul, setelah menyimak pernyataan Sri Mulyani. Dan, getolnya aparatur Pemda mengejar kelebihan peningkatan PAD di APBD Perubahan.

Siapa yang menggunakan kelebihan penerimaan PAD? Untuk kegiatan apa?

Memerhatikan pernyataan Menkeu itu, sangat tipis kemungkinannya kelebihan target penerimaan PAD digunakan untuk rakyat.

Ada yang tahu? (sigit rachmat)

Loading...